Chapter 12

4.7K 370 36
                                    

"Lagi, kamu membuat malu ayah."

Vigo melempar kasar sebuah kertas putih tepat di depan wajah Zella yang tampak sembab lantaran habis menangis. Gadis itu menundukkan kepala, menatap jari-jari kakinya yang mungil. Kedua tangan gadis itu saling bergandengan di belakang punggung. Rasa takut seperti bercampur dengan darah.

"Untuk apa kamu taruh di atas meja makan padahal nilai mu saja jelek seperti itu?!" sentak Vigo kuat.

"Kamu ini bisanya apa, sih?!"

"Zella udah berusaha, tapi tetap gagal," lirih gadis itu. Raganya bergetar hebat.

"Sini kamu!" Vigo menarik Zella paksa ke dalam kamar, lalu memukuli kepala gadis itu dengan kuat sampai terasa pusing. Vigo menunjuk kepala Zella dengan jari telunjuknya berulang kali.

"Isi otak kamu ini apa, hah?! Ulangan seperti ini saja kamu sudah gagal, bagaimana saat ujian kelulusan nanti?! Mau tinggal kelas kamu, iya? Mau buat ayah malu lagi?!"

"Kepala Zella pusing, ayah." suara Zella begitu lemah. Saking tak sanggup menahan bobot tubuh, dia duduk lemas di lantai setelah Vigo selesai memberikan pukulan hebat pada kepalanya.

Zella tergeletak di lantai dengan lemah. Mata gadis itu menyipit, hampir kehilangan kesadaran jika dia tidak berusaha menahan diri agar tetap sadar. Menatap Vigo yang berdiri menjulang tinggi di sebelah tubuh lemahnya.

Dada pria itu kembang-kempis seiring dengan emosi yang membara. Tidak memberi Zella waktu lebih lama untuk istirahat, Vigo langsung menarik rambut Zella dengan kuat sampai gadis itu memekik kuat.

"Jawab ayah! Kamu bisanya apa, hah?!" teriak Vigo sampai urat-urat di leher menonjol jelas.

Tarikan di rambut semakin dikencangkan hingga membuat kepala Zella mendongak ke atas, melihat wajah sang ayah yang dilingkupi amarah. Tangan kanan Vigo yang menganggur, terangkat ke udara membentuk sebuah kepalan kuat yang siap dihantamkan ke wajah Zella.

Namun, terhenti karena suara Zella dengan nada tinggi. "Habisin Zella!"

"Bunuh Zella sekalian!"

Zella berteriak sangat kencang. Bahkan pipi gadis itu sudah dibasahi dengan air mata.

BUGH!

Satu bogeman mentah berhasil mendarat di pipi Zella. Gadis itu kembali tergeletak di atas lantai dingin dengan tangan yang memegangi sebelah pipi yang terasa berdenyut hebat.

"Seharusnya kamu dan Zavian tidak lahir ke dunia ini," desis Vigo sebelum pergi meninggalkan kamar Zella.

"Kalau disuruh memilih, Zella juga nggak mau dilahirin ke dunia ini!!" teriak Zella, tidak memedulikan pipinya yang mulai membiru. Dia berteriak mencaci maki Vigo sampai dia puas. Entah pria itu dengar, Zella tidak peduli.

Zella berusaha bangkit dengan kepalanya yang terasa berat sekali. Tubuh gadis itu sudah memberi tanda bahwa sekarang dia cukup lelah dan butuh tidur, tetapi Zella tetap memaksa raganya untuk sadar.

Gadis itu mengambil kunci mobil di atas nakas. Dia memutuskan untuk mencari tempat pelarian di saat dia sedih. Tempat sepi nan tenang dimana tidak ada satupun orang yang melihat Zella sedang bersedih.

ꋬꋪꏂꋪꋬꇙ

Jembatan ini menjadi salah satu tempat favorit Zella saat dia sedang bersedih. Berteriak sepuas hati tanpa ada yang mendengar. Duduk di atas palang pembatas jembatan dengan kaki yang menggantung dan berayun-ayun di atas derasnya air sungai yang mengalir.

Udara dingin pada malam hari yang menusuk kulit tidak sebanding dengan rasa sakit yang Vigo berikan pada fisiknya. Zella kadang bertanya-tanya, sebenarnya Vigo itu punya perasaan atau tidak. Hati pria itu mungkin sudah mati sampai-sampai tidak merasakan rasa kasihan sedikitpun.

ArzellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang