ꋬꋪ꒯ꏂꋪꋬꇙ
Pada pukul tujuh dua puluh sembilan Zella berjalan ke toilet, dia harus memeriksa diri sebelum bertemu dengan Dean. Zella menyapu jari-jarinya ke rambut hitam bergelombang miliknya ketika dia memandang dirinya sendiri untuk terakhir kali. Setelah melangkah keluar, menuju udara malam yang sejuk, Zella seketika berhenti.
Zella memandang Dean dari jarak beberapa kaki. Dean bersandar pada Mercedes 4×4 warna hitam. Dean mengenakan jaket bomber, celana skinny jeans, dan sepatu bot chelsea cokelat muda. Dean cukup menawan.
"Well, lo cantik," puji Dean, dia tersenyum pada Zella. Wajahnya berseri-seri.
Dean membuka pintu penumpang untuk Zella. Aroma rokok dan Cologne memenuhi udara ketika Dean naik setelah menutup pintu mobil. Lalu berbalik menghadap Zella yang tampak kebingungan.
"Kenapa?" tanya Dean.
"Hmm, mobil yang sama? Lo yakin, lo bisa?" Zella bertanya balik, hanya untuk memastikan bahwa kejadian yang sama tidak terulang lagi. Zella bukan trauma, hanya saja sedikit takut.
Dean tertawa. "Tenang, lo gak perlu khawatir. Sebelum ngajak lo, gue udah belajar untuk mengendarai mobil dengan aman dan melawan ketakutan gue. And now, gue berhasil."
Zella menghembuskan napas lega. "Untung aja, gue udah takut duluan." Zella menyengir kuda.
"Sekarang, lo mau makan apa?" Dean bertanya.
"Hmm, gak tau. Kan, lo yang ngajak gue."
"Suka makanan italia?" saran Dean.
"I love Italian!" jawab Zella dengan senang. Bayangan pasta krim membuat air liur Zella hampir menetes.
"Bagus, gue tau tempat yang bagus," seru Dean dan memberikan senyuman terbaiknya.
Dean menyalakan mesin mobil dan mulai melaju menelusuri jalanan kota jakarta yang sibuk bahkan pada malam hari. Perjalanannya terasa sunyi. Setelah mereka sampai, keduanya memasuki restoran dengan suasana remang-remang yang berbau menenangkan. Perut Zella bergemuruh ketika aroma lezat menyerbu hidungnya. Saat pramusaji menuntun mereka ke sebuah meja, Zella melihat dekorasi restoran, lampu-lampu dengan hiasan peri lucu tersebar di dinding.
Untuk seorang teman, tempat ini terlalu romantis. Seharusnya, tempat seperti ini didatangi oleh sepasang kekasih yang sedang kasmaran. Untuk minumannya, Dean memesan pepsi max dan Zella memesan segelas air.
"Boleh gue bertanya?" tanya Zella seraya memecah keheningan di antara mereka. Dean masih memperhatikan menu, Zella menunggu respon cowok itu.
"Tanya apa?" jawab Dean akhirnya.
Saat Zella hendak melayangkan pertanyaan kembali, seorang pelayan membawa minuman mereka dan mencatat untuk menuliskan pesanan lagi.
"Kenapa ngajak gue dinner? Apa lo kekurangan teman?"
Dean diam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Zella. "Gue pernah bilang sama Arderas kalau gue bakalan buat lo suka sama gue, tapi itu cuma sekedar ancaman. Jujur, semenjak kenal lo, gue merasa lebih santai kalau sama lo. Lo orangnya enjoy, walau kadang agak ngeselin." Dean terkekeh di akhir kalimat.
Zella sempat mendelik sinis, namun setelah itu dia tertawa. "Mungkin gue bakal jadi salah satu temen cowok lo? Lagi pula, lo udah tau sedikit tentang kehidupan gue."
Setelah itu Dean diam, heran saja, cowok itu tidak melanjutkan penjelasan nya. Begitu makanan mereka tiba, keduanya hampir tidak mengucapkan sepatah kata pun. Zella tidak bisa berhenti memikirkan percakapan terakhir dengan Dean, Zella memindai setiap ucapan. Zella ingin tahu apa yang Dean inginkan darinya. Apa alasannya membawa Zella makan malam? Karena cowok itu merasa lebih santai jika bersama Zella? Tidak masuk akal lantaran Zella hanya orang baru di hidup Dean. Pasti, ada orang lain yang sudah lebih dulu singgah di hidup cowok itu dan lebih mengerti tentang Dean.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arzella
Teen FictionTeen fiction Berawal dikhianati sang pacar, Zella akhirnya bertemu dengan Arderas Kaizen. Cowok yang katanya paling anti sama cewek. Kisah mereka juga diawali oleh sebuah taruhan, dimana sahabat Arderas menantang cowok itu untuk membuat Zella jatuh...