134: Rasa Sakit dan Permohonan Maaf

154 62 11
                                    

Nggak banyak yang bisa diceritain soal antara Joochan-Donghyun-Jibeom setelah kejadian itu. Kenapa? Soalnya pada nggak saling sapa, kayak nggak pernah kenal. Kalau Jibeom sama Donghyun sih udah mulai ada interaksi karena mereka sebangku, minimal minta izin pinjam alat tulis. Kalau sama Joochan nggak ada sama sekali. Mereka jadi pecah kubu, dan yang cewek-cewek memilih buat memisahkan diri karena males kalau harus terlibat perang dingin.

Hebat juga ya, mereka bertiga bisa betah nggak saling sapa selama berhari-hari. Bahkan saling lirik aja enggak. Joochan-Jibeom yang tetangga dempet aja bisa loh nggak berinteraksi. Kalau Donghyun kan udah terbiasa nurutin gengsi, jadi dia mah santai aja.

"Gue nggak bermaksud ikut campur, tapi lo harus tau kalau Jibeom tersiksa banget liat lo sama Joochan jadi begini," ujar Yuqi di suatu siang nan terik, bahkan kipas besar di dalam Perpustakaan pun nggak ngefek apa-apa.

Donghyun mendongak sekilas, kemudian balik baca soal di LKS lagi. Yuqi masih setia ngeliatin dia, di sebelahnya ada Yeri sama Suhyun yang melakukan hal sama.

"Gue juga kesiksa kali," cicit Donghyun. "Please jangan maksa gue buat baikan dalam waktu dekat. Lo nggak akan paham rasanya jadi gue gimana."

Ketiga cewek itu langsung mingkem, apalagi Yuqi. Dia ngerasa bersalah karena bersikap sok pahlawan. Memang niatnya baik, tapi kalau eksekusinya nggak pas sama aja bohong.

"Dan lo juga nggak akan paham gimana rasanya jadi Jibeom, kan?" tembak Yeri tiba-tiba.

Donghyun mendongak lagi dengan dahi berkerut.

"Lo bukan satu-satunya orang yang tersakiti. Oke, lo sakit hati. Tapi liat-liat juga dong, jangan semuanya lo musuhin padahal gak salah dan bahkan NGGAK TAU apa-apa," pungkas Yeri sebelum bangkit dari kursinya dan ngajak Suhyun, Yuqi buat pergi.

Suhyun juga emosi meskipun diam aja, makanya dia langsung cabut ngikut Yeri. Tapi Yuqi masih duduk sambil ngeliatin Donghyun. Sambil ngebatin, Duh maksud gue bukan begini.

"Ayo," Suhyun narik Yuqi supaya ikut pergi.

"I-iya bentar," jawab Yuqi. "Duluan ya, Donghy—"

"Gak usah pamit. Percuma ngomong sama tembok."

Donghyun nggak mengangkat kepalanya sama sekali, bahkan sampai ketiga temannya itu menghilang di balik kumpulan rak buku yang menjulang. Meski begitu, isi kepala Donghyun mulai berkecamuk. Kelihatannya memang dia nggak memerdulikan tiga temannya tadi, tapi sebenarnya dia dengar dengan jelas. Bukan cuma dengar, tapi dimasukin ke hati dan pikiran juga.

"Haha," desis Donghyun. Ngapain gue repot-repot mikirin perasaan orang lain, yang belum tentu tulus mikirin perasaan gue? batinnya.

Kali ini Donghyun mau egois sedikit. Selama ini dia udah terlalu banyak diam, jadi penonton, jadi pihak yang ngalah. Sama keluarga aja udah ngalah, yakali sama teman juga harus ngalah? Apalagi kalau temannya nggak mikirin perasaan dia. Siapa lagi yang bakal meluk disaat terpuruk kalau bukan dirinya sendiri?

Terserah orang mau nilai dia berubah kek, egois kek, jahat kek. Bodo amat.

Bukan berarti Donghyun nggak membuka kesempatan buat baikan sama yang lain. Adalah kebohongan besar kalau kalian ngira Donghyun nggak merasa kehilangan teman-temannya, tapi rasa sakit hatinya jauh lebih besar dari itu. Dia juga tahu kalau bukan waktu yang menyembuhkan semuanya, tapi keinginan dari dirinya sendiri. Sayangnya, keinginan itu belum ada.


***

Sama halnya dengan Donghyun, Joochan juga nggak punya keinginan serupa. Yang ada di benak dia cuma gimana caranya bisa klarifikasi ke Suyun secepatnya. Joochan berusaha buat ngajak Suyun ngobrol langsung, dan baru berhasil hari ini. Kemarin-kemarin, bahkan waktu ekskul pun, Suyun benar-benar menghindar dari Joochan. Itulah yang bikin Joochan makin greget. Dia paham gimana kecewanya Suyun, makanya dia pengen nyelesain semuanya secepat mungkin.

The GooGooBomDonde viven las historias. Descúbrelo ahora