Mereka baru selesai menyantap makan malam dan masih di restoran. Tama, Edward, Angga, dan Danang masih duduk saling berbincang layaknya teman lama. Sedangkan Andreas menemani Zulaikha mengambil video restorannya dengan konsep aesthetic, dimulai dari seluruh ruangan, bar, dapur, makanan, dan luar gedung yang terlihat dari atas.
"Lihat hasil videonya?" Andreas meminta kamera Zulaikha. Mereka berdiri di pinggir dinding kaca menghadap luar.
"Masih kasar. Nanti kalau sudah aku edit dan kasih musik pendukung pasti bagus." Zulaikha menyerahkan kameranya. Ia memutarkan hasil video, memperlihatkan kepada Andreas.
"Masih mentahan gini, tapi sudah oke. Gambarnya jelas. Enggak buram." Andreas memberi penilaian.
Zulaikha mengangguk. "Situasinya juga pas banget, dengan suasana restoran yang lagi rame."
"Enggak pernah sepi sih, restoran ini. Apalagi kalau malam, mereka suka melihat view ibukota dengan lampu-lampunya yang menyala. Jadi bikin moodbooster banget."
"Hehem. Aku yang baru pertama kali datang ke sini saja langsung jatuh cinta dengan tempat ini." Zulaikha menjeda ucapannya, lalu melanjutkan lagi, "Andreas, kita foto berdua, yuk. Pakai ponselku saja biar gampang."
Perempuan itu mengeluarkan ponsel dari saku blazer hitamnya. "Jangan kaku-kaku kalau foto, ya. Bikin rileks. Bertingkah konyol saja."
"Tahu saja kalau aku tidak suka berfoto." Lelaki itu terkekeh sambil mengacak puncak kepala Zulaikha.
"Wajahmu selalu terlihat serius soalnya."
"Kecuali sama kamu."
Zulaikha terkekeh, lalu mengangguk membenarkan. "Ayo, berpose."
"Seperti apa?" tanya Andreas, masih bingung memikirkan ekspresi wajahnya.
"Saling nempel kepalanya. Senyum yang lebar, jangan senyum tegang."
Andreas mengikuti arahan Zulaikha. Ia tersenyum lebar sampai memperlihatkan deretan gigi-giginya. Sedangkan ibu jari perempuan itu langsung menekan tombol kamera.
"Senyumnya masih terlihat kaku, Andreas," ucap Zulaikha, sambil melihat hasil bidikan fotonya. "Coba senyum manis, jangan lihatin giginya. Eeehm ... contohnya kalau kamu lagi senyum genit ke aku."
Andreas menurut lagi, lalu menempelkan kepalanya ke kepala Zulaikha. Saat melihat detik waktu di angka satu, ia langsung mengecup pipi perempuan itu, membuat Zulaikha melongo dengan mulut menganga lebar.
"Eh, hasilnya malah bagus ini. Aku posting di Instragram, ya," izin perempuan itu melihat puas hasil bidikan fotonya yang kedua, dengan pose yang tak disengaja.
"Kasih captionnya yang romantis."
"Apa captionnya?" Zulaikha menatap wajah lelaki di sebelahnya.
"Ketika sudah menemukan lelaki yang tepat, dia yang akan menetap. Seperti itu mungkin."
Zulaikha mengangguk menyetujui. "Bagus. Aku posting dulu."
Tanpa Andreas dan Zulaikha sadari jika sedari tadi Zacky terus memerhatikan gerak-gerik keduanya. Lelaki itu masih duduk di restoran bersama dua teman kerjanya. Bahkan, makanan yang sedari tadi sudah dihidangkan masih utuh, belum tersentuh sedikit pun. Selera makan hilang, ia masih merutuki penyesalan karena telah menyia-nyiakan perempuan yang pernah dipacarinya.
"Menyesal kamu, Zack?" tanya Cakra. Pandangan lelaki berpakaian rapi itu tertuju ke arah Andreas dan Zulaikha yang terlihat romantis, meskipun tidak memamerkan kemesraan di depan umum.
"Entahlah," jawab Zacky lirih sembari mengedikkan bahu.
"Ngapain harus menyesal? Kamu sendiri yang melangkah ke jalan yang salah. Lagian, Zulaikha sama siapa itu nama sabahatnya ...." ucap Varrel diakhiri pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...