Part 3

1.5K 165 2
                                    

Zulaikha terdiam. Pandangannya beradu tatap dengan Andreas yang menatapnya dingin. Lelaki berwajah tampan, rahang tegas dengan cambang tercukur rapi, bola mata berwarna cokelat, serta rambut agak kecokelatan itu, seperti bukan orang lokal Indonesia asli. Ia tahu jika lelaki itu memiliki darah campuran barat, karena hidungnya pun sangat mancung.

Sadar dari pikirannya menilai detail lelaki tersebut, Zulaikha berdeham. Ia mengalihkan pandangan kepada Angga--sang manager restoran--yang menghubunginya kemarin sore. "Jadi, mulai dari mana dulu yang harus kukerjakan, Ngga? Dan seperti apa konsep yang kamu inginkan?" tanya Zulaikha.

Baru saja Angga akan menjawab, Andreas sudah bersuara lebih dulu. "Jadi, dia fotografernya?" tanyanya.

Andreas menatap Zulaikha dari atas sampai bawah sambil menaikkan sebelah alis. Perempuan itu memakai celana jeans sobek-sobek, kaus putih agak longgar bergambar bunga, dan camera hitam mengalung di leher. 'Dari penampilannya saja seperti berandalan. Pantas saja tidak memiliki attitude,' batinnya.

"Iya, Pak."

Jawaban Angga membuyarkan pikiran Andreas yang mencemooh Zulaikha. Lelaki itu menatap bawahannya lalu mengangguk samar.

"Kha, perkenalkan ini bosku, pemilik restoran ini," ujar Angga, membuat Zulaikha tercengang.

"Pemilik restoran?" tanya perempuan itu, lirih. 'Kemarin kafe, sekarang restoran, nanti apa lagi? Hotel, resort, mall, semua milik lelaki itu?' batinnya.

"Iya. Namanya Pak Andreas."

"Oh, oke." Zulaikha mengangguk samar. Melirik Andreas sekilas, lalu memandang Angga kembali. "Kalau boleh tahu, konsep seperti apa yang kalian inginkan?" tanyanya lagi, mencoba profesional walaupun masih agak sebal dengan lelaki aneh itu.

"Kamu kembali bekerja saja, biar aku yang menangani ini." Andreas mengedikkan dagu. Ia memerintah Angga untuk meninggalkan tempat.

Angga menurut. Sebelum berlalu, ia berpamitan dengan Zulaikha dan mengucapkan terima kasih. Kini hanya ada Andreas, Zulaikha, dan Danang--rekan kerja Zulaikha--yang di sana. Belum ada yang menduhuli pembicaraan dan suasana terasa canggung. Semuanya masih sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Bisa dipercepat, Tuan? Kami masih banyak pekerjaan. Kalau tidak niat memakai jasa kami, detik ini juga saya batalkan kerja samanya," ujar Zulaikha, memecahkan keheningan.

"Kha." Danang menegur. Heran mendengar Zulaikha berucap seperti itu. Tidak biasanya perempuan berambut hitam sepunggung yang dikuncir kuda itu berucap ketus. Sudah tiga tahun bekerja sama, ia jarang sekali melihat Zulaikha bertingkah tak acuh kepada klien baru.

"Nang, ayo pergi dari sini. Sepertinya mereka hanya mempermainkan kita. Tidak niat sekali sedari tadi, ditanya tapi diam saja seperti orang bisu." Zulaikha membalikkan badan, menarik lengan Danang begitu saja. Ia sudah melangkah, tetapi dihentikan oleh Andreas.

"Tidak profesional," cibir lelaki itu.

Dengan segera Zulaikha menoleh, menatap tajam Andreas. "Maaf, apakah saya tidak salah dengar? Anda sedari tadi diam seperti orang bisu. Tidak memberitahu kami konsep video seperti apa yang diinginkan. Saya pikir, Anda tidak memerlukan jasa kami lagi," ucapnya, menahan geram.

"Apakah seperti ini caramu melayani klien, Nona? Sangat tidak sopan," cibir Andreas lagi.

"Anda ...."

"Kha." Danang memotong ucapan Zulaikha. Sungguh, ia bingung melihat dua orang di hadapannya memperdebatkan hal yang tak penting. Layaknya musuh lama yang baru bertemu kembali, persis Tom and Jerry.

"Tolong jangan emosi. Ini klien baru, dan kamu aneh sekali. Sungguh, tidak biasanya kamu begini. Seperti punya dendam kesumat aja. Kamu kenal dengan Pak Andreas?" tanya Danang, membuat Zulaikha langsung melototinya.

FORCED BRIDE [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang