Malam hari, Andreas memanggil Tama dan Edward ke ruang kerja pribadinya di rumah. Lelaki itu kebingungan. Ia butuh teman kompromi untuk membahas kelicikan Michel yang sudah tidak bisa dikatakan waras. Mengancam keselamatan Zulaikha demi membuat dirinya hancur? Tidak. Andreas tidak akan membiarkan Michel menyentuh istrinya sejengkal jari pun. Meskipun dirinya memang tidak lebih baik, tetapi ia sudah berjanji akan menjaga Zulaikha sejak hatinya tertambat oleh perempuan itu.
"Mencari kelemahan lelaki itu, mungkin bisa membuatnya sedikit takut, Tuan," ucap Tama. Ia menatap Andreas yang memperlihatkan wajah gelisah.
"Aku tidak tahu kelemahan mereka." Andreas mendesah, lalu mengusap wajahnya gusar. "Padahal aku sudah mengancamnya akan membuat mereka bangkrut, tapi Michel semakin nekat."
"Mungkin Anda membutuhkan teman-teman kami yang dulu, untuk mencari tahu dan mengintai mereka. Aku yakin, mereka tidak akan mencurigai karena tidak pernah melihat teman-teman kami berada di sekitar Anda, Tuan," usul Edward, membuat Andreas terdiam dan berpikir.
Tidak berapa lama, lelaki itu mengangguk dan berkata, "Ya, kamu benar. Aku membutuhkan tenaga mereka lagi." Ia menjeda ucapannya, sebelum melanjutkan, "Untuk sekarang, pokoknya perketat penjagaan Zulaikha. Jangan biarkan dia pergi keluar sendiri."
"Baik, Tuan," balas Tama dan Edward serempak.
Sesaat kemudian Andreas meminta mereka keluar dari ruangannya, sedangkan dirinya masih berada di sana. Berjalan dari sofa menuju meja kerja, ia menarik laci paling bawah, mengambil surat perjanjian dari Tomi lalu membacanya.
"Aku memang kejam kepadamu dulu, Zul. Tapi, semua sudah berubah setelah kamu benar-benar mengambil hatiku seutuhnya. Bahkan, untuk menyerahkan restoran ini pun aku rela, asal kamu masih berada di sampingku," gumam Andreas lirih. Ia terdiam melamun, lalu menyimpan map itu lagi ke tempat semula.
Teringat belum membuatkan susu untuk sang istri, Andreas beranjak dari kursi kebesaran. Ia mengayunkan kaki menuju pintu, lantas berlalu dari ruangan menuju dapur. Suasana sudah sepi, Bi Maryam telah masuk ke kamarnya mengingat sekarang sudah jam sepuluh malam. Sedangkan Tama dan Edward ikut berjaga di luar bersama satpam.
Sampainya di dapur, Andreas mengambil sekotak susu ibu hamil yang telah dibuka. Mengambil gelas kaca berukuran lonjong dari rak, juga sendok. Dengan segera ia meracik susu untuk sang istri. Aroma strawberry campur vanilla yang harum dan memiliki rasa nikmat, membuat Zulaikha suka meminumnya. Tidak merasakan mual.
Selesai membuatnya, Andreas membersihkan bubuk susu yang terjatuh di konter menggunakan kain lap, mencuci sendok, dan ia segera meninggalkan dapur menuju kamarnya.
"Maaf telat membuatkanmu susu, Sayang. Aku baru meeting sama Tama dan Edward." Andreas memasuki kamar. Ia mengagetkan Zulaikha yang masih fokus mengerjakan editing video. Perempuan itu duduk di kursi dengan posisi meja berada di pojok kamar sebelah jendela kaca besar.
"Enggak apa-apa." Zulaikha mengulas senyum. Lalu, ia menerima gelas berisi susu yang disodorkan Andreas, setelah lelaki itu sampai di tempatnya.
"Kamu mau?" tawar Zulaikha, sebelum meminumnya.
Andreas menggeleng cepat. "Nanti aku ikutan hamil lagi," ucapnya, tergelak. Kemudian, pandangannya beralih ke laptop Zulaikha. "Kamu mengerjakan editing apa sekarang?" Ia menumpukan kedua tangan ke meja, agak mencondongkan tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...