"Ibu, Ikha kangeeen." Zulaikha berseru senang saat panggilan telepon tersambung ke ibunya. Ia duduk bersandar di headboard sambil mengembangkan senyum lebar.
Di layar ponsel itu, seorang perempuan paruh baya membalas senyum lebar. Matanya berkaca-kaca. Kerinduan yang telah berbulan-bulan menahannya, kini terbayar sudah melihat wajah anak perempuannya.
"Bagaimana kabarmu, Sayang? Ibu juga sangat merindukanmu."
"Ikha baik, Bu. Maafin Ikha kalau tidak pernah telepon, Ibu, selama ini, ya."
Rita mengangguk. "Ibu tahu, pasti kalian sangat sibuk. Tapi, kenapa ini pakai nomor Indonesia, Kha? Bukannya kalian di luar negeri?"
Zulaikha mengulum senyum sembari menggeleng. "Ikha dan Andreas sudah pulang ke Indonesia, Bu. Tidak jadi lama di luar negerinya." Ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana kabar, Ibu? Asmanya masih sering kambuh tidak? Masih ada persediaan obatnya?"
"Ibu sehat, Nak. Setelah dari pernikahanmu kondisi Ibu baik-baik saja. Baru kemarin kontrol ke dokter, dan stock obat masih ada."
"Syukurlah." Zulaikha mengembuskan napas lega. Ia celingukan ke pintu kamar mandi, menunggu Andreas keluar dari sana.
"Suamimu di mana, Nak?" tanya Rita. Ia sangat menunggu kehadiran sang menantu.
"Andreas masih mandi," jawab Zulaikha, bertepatan dengan pintu kamar mandi terbuka. "Nah, itu dia, udah keluar. Panjang umur banget, ya." Ia terkekeh, sedangkan Andreas menatapnya penuh tanya. Kebingungan.
"Kamu kenapa?" tanya lelaki itu sambil mengusap-usap rambut basahnya dengan handuk. Ia melangkah menghampiri sang istri yang masih cengengesan.
"Ibu nanyain kamu, terus aku jawab masih mandi. Eh, malah kamunya udah keluar. Panjang umur banget, 'kan." Zulaikha kembali terkekeh, lalu menggeserkan pantat untuk memberi ruang Andreas duduk di sebelahnya.
Menghadapkan ponsel ke arah sang suami, Zulaikha kerkata, "Ini mantu, Ibu, yang dari tadi ditanyain terus."
Rita mengulas senyum, pun dengan Andreas yang melambaikan tangan sambil menyapa sang mertua.
"Ikha ada kabar bahagia untuk, Ibu."
"Apa itu, Nak?"
"Kasih tahu gak, ya." Zulaikha mengulum senyum. Menatap Andreas sekilas, lalu ia menatap ibunya lagi.
"Jangan bikin Ibu penasaran, ya."
Lagi dan lagi Zulaikha terkekeh melihat raut wajah ibunya yang cemberut. Terlihat lucu, tetapi masih ayu.
"Eeeehm ... sebentar lagi, Ibu, mau punya cucu."
Rita tercengang. Ia membelalakkan mata. "Katakan lagi, Kha," pintanya.
Zulaikha terdiam sejenak, sebelum akhirnya berkata, "Ibu, mau punya cucu."
"Kamu ... hamil?" tanya Rita memastikan.
Zulaikha mengangguk mantap, sedangkan Andreas mengembangkan senyum lebar.
"Alhamdhulilaaah. Akhirnya, Ibu mau punya cucu." Rita tersenyum lega. Hal yang paling ia tunggu selama ini memang mendengar Zulaikha hamil. Di umurnya yang tak lagi muda juga sudah sakit-sakitan, ia hanya ingin melihat anaknya bahagia. Melihat anaknya menikah, memiliki anak, memiliki keluarga seutuhnya. Sehingga jika sewaktu-waktu dirinya pergi dari dunia ini, ia tidak lagi kebingungan memikirkan Zulaikha akan bersama siapa.
"Ibu bahagia sekali mendengarnya." Rita menitikkan air mata saking terharunya.
"Ibu, jangan nangis, dong. Ikha jadi pingin nangis, nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...