Part 4

1.3K 161 14
                                    

Sebelumnya, Zulaikha tidak pernah merasakan hatinya gundah gulana. Apalagi memikirkan hal negatif tentang Zacky. Namun, entah mengapa dari semalam pikirannya tidak tenang. Terus tertuju kepada kekasihnya dan putaran video yang ia lihat. Sungguh, otaknya sangat menolak keras jika Zacky melakukan hal yang tak diinginkan. Menghkhianati dirinya, misalnya.

Masih terbaring di kasurnya, ia mengernyit ketika kepala terasa berputar-putar seperti menaiki bianglala. Perut mual seperti dikoyak dari dalam. Akan beranjak turun menuju kamar mandi, ia terdiam duduk di tepi ranjang. Dengan segera kedua tangannya meremas rambut cukup kencang ketika pusing membuat pandangannya berkunang-kunang.

"Pasti karena begadang dan kurang istirahat ini. Darah rendahku kambuh lagi," gumamnya, sambil memijat pelan pelipis.

Untuk memastikan, Zulaikha mengambil blood pressure monitor berukuran kecil, yang disimpan dalam laci nakas. Ia mengeluarkannya dari box dan meletakkan di atas nakas tersebut. Memasang manset ke lengan kiri, kemudian ia menekan tombol start pada monitor.

Zulaikha memang selalu menyediakan barang itu di kamarnya, setelah mengetahui memiliki riwayat darah rendah. Sebab, sering kali kambuh jika ia begadang, banyak pikiran, dan kurang istirahat.

Masih menunggu hasil, perempuan itu terdiam tenang dengan pandangan fokus menatap angka yang terus naik dan turun kembali. Kemudian, mengembuskan napas lelah ketika melihat tekanan darahnya 73/56mmHg.

"Rendah banget," gumamnya. Lalu, ia melepas manset, merapikan blood pressure monitor ke dalam box dan menyimpannya kembali.

Teringat obat darah rendah, Zulaikha langsung meraih ponsel yang tergeletak di samping bantal. Dengan tangan gemetar, ia mengetik pesan untuk sahabatnya sambil menahan tubuh yang mulai menggigil. Kemudian, ia mengecek pesan-pesan lain yang belum sempat dibaca dari semalam. Namun, hanya satu nama yang membuatnya tertarik, Zacky.

Ya, lelaki yang mendominasi pikirannya itu, dari kemarin belum memberi kabar sama sekali. Bahkan, pesan yang ia kirim belum masuk, masih centang satu.

"Sibuk banget apa, ya, sampai ponselnya dimatiin," gumam Zulaikha, lesu.

Tidak mau memedulikan karena perut terasa mual dan kepala semakin pusing, Zulaikha mematikan ponsel lalu berbaring. Tangannya dengan cepat menarik selimut untuk membungkus tubuhnya rapat-rapat.

***

"Kha," panggil Ranti, pelan.
Perempuan itu mengetuk pintu bercat putih di depannya. Sedangkan satu tangannya membawa nampan terdapat segelas air putih, piring porselen berisi dua lapis roti tawar diolesi selai strawberry, dan sebotol obat darah rendah.

"Aku masuk, ya," ucapnya lagi, agak teriak. Mencoba memutar kenop, ia mengembuskan napas lega karena pintu tidak terkunci.

"Masih tidur? Maaf, kalau lama ke sini. Aku baru selesai mandi soalnya." Ranti melangkah pelan memasuki kamar bernuansa krem itu. Pandangannya langsung tertuju kepada sahabatnya yang masih tidur pulas di balik selimut. Lalu, mengalihkan pandangan ke dua lukisan yang terpajang di atas kepala ranjang.

Meletakkan nampan di atas nakas, Ranti berjalan menuju jendela. Ia menyingkap gorden agar cahaya mentari masuk sempurna.

Sementara Zulaikha menggeliat, masih merasakan pusing dan mual. Ia menyibak selimut lalu beranjak bangun, agak kesusahan.

"Hai, gimana sekarang? Masih pusing?" tanya Ranti. Ia menghampiri Zulaikha, membantunya duduk.

Zulaikha mengangguk. Ia mengernyit ketika menahan kepala yang terasa berputar-putar.

"Wajahmu pucat sekali, Kha. Makan roti dulu, ya. Terus minum obatnya." Ranti meraih gelas kaca berukuran tinggi, menyodorkannya kepada Zulaikha. "Minum dulu buat basahin tenggorokan," ujarnya.

FORCED BRIDE [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang