Andreas terbangun dari tidurnya saat mendengar suara orang muntah-muntah. Masih terbaring sambil mengucek mata, ia menajamkan pendengaran. Lalu, menoleh ke samping, terkesiap saat Zulaikha tak ada di ranjang.
Dengan gerakan cepat lelaki itu melompat dari kasur, langsung berlari ke kamar mandi. Di ambang pintu, ia terhenti melihat Zulaikha menungging di wastafel, membelakangi.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Andreas khawatir. Ia melangkah menghampiri Zulaikha, berdiri di sebelahnya. Agak mencondongkan tubuh agar bisa melihat wajah perempuan itu.
"Mual. Gak tahu kenapa, Andreas. Pas tidur rasanya kayak ada yang ngobok-obok perut." Zulaikha berkumur. Lalu, ia muntah-muntah lagi saat merasakan perutnya terkoyak dari dalam. Dibantu Andreas mengurut tengkuknya.
"Dari tadi mual terus, tapi yang keluar cuma cairan dikit. Pahit banget di mulut,” gumam Zulaikha, ia berkumur lagi dan membasuh wajah.
"Mungkin masuk angin, kelelahan bekerja."
"Bisa jadi. Apa darah rendahku kambuh lagi, ya?" tanya Zulaikha, mengingat dirinya memiliki riwayat darah rendah.
"Kalau begitu jangan masuk kerja hari ini, ya. Harus istirahat."
Zulaikha menatap sang suami, lalu menggeleng. "Enggak. Masih banyak pekerjaanku di kantor, Andreas. Ini masih bisa ditahan, kok. Lagian enggak pusing banget."
"Tidak, Zul. Kamu harus istirahat. Aku tidak mau sakitmu makin parah kalau dipaksa masuk kantor."
"Kalau gitu aku nyicil ngerjain di rumah."
"Aku pantau. Kamu tidak boleh terlalu lelah dan banyak berpikir. Aku juga akan bekerja di rumah, menemanimu."
Mau tidak mau Zulaikha mengangguk. Andreas yang keras kepala sama dengan dirinya, tidak akan menemukan titik terang jika terus dilayani berdebat dan ia tidak mengalah.
"Masih mual?" tanya lelaki itu, menatap sendu wajah sang istri.
"Sudah mendingan."
"Sekarang istirahat lagi, ya. Masih sangat pagi."
Zulaikha mengangguk. Saat Andreas membopong tubuhnya, ia menurut saja sambil mengalungkan kedua tangan di leher lelaki itu.
Andreas melangkah agak hati-hati menuju ranjang. Sampainya di sana, ia membaringkan tubuh Zulaikha perlahan, lalu mengecek kening perempuan itu.
"Agak demam juga. Nanti aku izinin ke bos kamu untuk tidak masuk kerja."
Zulaikha mengangguk lagi. "Siniii," pinta Zulaikha sambil menepuk kasur. Ia meminta Andreas tidur di sebelahnya.
Lelaki itu pun menurut. Berjalan mengitari ranjang, lalu ia merangkak ke atas. Membaringkan tubuh di samping Zulaikha berposisi miring, membuat perempuan itu langsung memeluk tubuhnya.
"Aku suka aroma tubuhmu, Andreas. Wangi dan bikin tenang," ucap Zulaikha. Ia mendusel-duselkan kepalanya di dada bidang lelaki itu, masih mencari posisi nyaman.
"Begitukah?" Andreas mengecup puncak kepala istrinya. Sedangkan salah satu tangannya mengusap-usap kepala bagian belakang perempuan itu, perlahan.
Manggut-manggut, Zulaikha menjawab, "Bikin candu aromanya. Kalau parfummu nempel di bajuku, aku suka ngendus-ngendus wanginya."
"Baru tahu aku, kamu punya kebiasaan seperti itu." Andreas terkekeh.
"Wanginya bikin gimanaaa gitu."
Masih terkekeh, Andreas mengeratkan pelukannya. "Tidur lagi, ayo. Biar rasa mualnya ilang."
***
"Ikha, kamu gak masuk kerja, gak ada hubungannya sama feed kamu semalam, 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...