"Ibu pasti akan sangat merindukanmu, Kha. Kamu baik-baik kalau sudah di luar negeri, ya.”
Zulaikha berhenti melangkah. Ia menyerongkan tubuh lalu memeluk sang ibu. Tadi pagi, selesai sarapan Andreas memberitahu akan membawa dirinya ke Italia dan tinggal di sana dengan kurun waktu cukup lama. Namun Zulaikha yakin, itu hanya akal-akalan lelaki itu saja agar ibunya tidak bisa menemui dirinya lagi setelah ini. Masih ingat bukan, aturan yang ditetapkan Andreas? Ia tidak boleh keluar rumah tanpa izinnya.
Memandangi hamparan kebun teh yang terlihat sayup-sayup karena langit mulai menunjukkan warna jingga, mata Zulaikha berkaca-kaca. Rasanya, hidup semakin tak adil untuk dirinya dan ia merasa seperti boneka hidup, dengan alur kehidupan yang ditentukan oleh Andreas.
"Maafin Ikha, Bu," ucap Zulaikha lirih. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Air mata kini meluruh tanpa bisa dibendung. Jika saja Tama dan Edward tidak mengikutinya, mungkin ia bisa membawa lari ibunya dan bersembunyi. Namun, ternyata egonya kalah oleh keadaan. Ia juga memikirkan keselamatan sang ibu yang memiliki riwayat penyakit asma, tidak boleh kelelahan.
"Kamu tidak perlu meminta maaf, Sayang. Ibu meridhoi kepergian kalian ke luar negeri. Kamu sudah menjadi seorang istri, sudah sepatutnya patuh kepada suami. Mungkin, ini juga yang menjadi alasan Andreas cepat-cepat menikahimu, karena ingin ada yang mendampinginya saat pergi ke luar negeri. Apalagi dengan waktu yang lama," tutur Rita lembut, sambil mengusap punggung anaknya naik turun.
Zulaikha yang mendengar hanya diam, menangis, dan terisak lirih. 'Andreas tidak sebaik yang Ibu pikirkan. Andai aku punya daya untuk melawan dan pergi dari kehidupannya, aku akan melakukan itu, Bu. Aku akan pergi jauh darinya. Tapi, di sini ... Ibu yang menjadi kelemahanku. Aku tidak mungkin membiarkan bajingan itu mencelakai Ibu.'
"Ikha sayang, Ibu. Sayang banget." Dengan suara sumbang, Zulaikha berucap.
"Ibu tahu." Rita mengangguk paham. "Kamu pasti sangat keberetan untuk ikut Andreas. Tapi, Ibu percaya, dia lelaki yang bertanggung jawab dan akan menjagamu dengan baik di sana. Jangan sedih, Ibu juga akan baik-baik saja di rumah."
"Maafin Ikha." Lagi, Zulaikha meminta maaf. Rasa bersalah merayap dalam dada. Demi melihat ibunya bahagia, ia harus melakukan kebohongan besar dan menutupi semua masalah yang menimpa dirinya.
'Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sedihnya Ibu kalau tahu kenyataannya. Aku hanya takut penyakit Ibu semakin parah. Jujur, aku belum siap kalau kehilangan Ibu untuk selama-selamanya, apalagi karena aku,' batin Zulaikha, semakin menyembunyikan kepala ke ceruk wanita paruh baya itu.
Tama dan Edward hanya diam menatap kepiluan antara ibu dan anak itu. Mendengar Zulaikha menangis terisak dalam dekapan sang ibu, rasa iba menyentuh hati Tama teringat akan masa lalunya yang kelam.
'Setegas apa pun dirimu yang suka melawan dan berani menantang Tuan Andreas, aku tahu sebenarnya kamu sangat rapuh, Kha,' batin Tama.
Untuk mengalihkan rasa ibanya, Tama berdeham lalu berucap, "Udara semakin dingin, Nona. Sebaiknya balik ke resort sekarang.”
Zulaikha masih terisak. Ia mengurai pelukan, lalu menatap lekat-lekat wajah ibunya sambil membatin, 'Entah kapan aku bisa menatap dan memelukmu lagi, Bu. Doakan Ikha semoga masalah ini cepat selesai dengan kesadaran Andreas.'
"Jangan menangis, Nak. Wajahmu semakin jelek dengan mata sembab ini," ledek Rita, dibarengi kekehan. Kedua tangannya bergerak mengusap bekas air mata di pipi Zulaikha sangat perhatian.
"Tidak malu dilihat dua ajudanmu ini, hem? Udah gede, masa anak Ibu masih suka cengeng," ucap Rita lagi, lalu mengecup kening Zulaikha dengan penuh kasih sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romantik"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...