Part 21

1.4K 197 25
                                    

"Dia ada di sana," ucap Zulaikha, menatap nanar mobil Zacky yang terparkir di depan kontrakannya.

Perempuan itu tak berkedip, tatapannya lurus ke depan sambil mengepalkan kedua tangan erat-erat di atas paha. Teringat akan perselingkuhan mereka, membuat jantungnya berdebaran tak karuan dan hati berdenyut nyeri. Ia mengembuskan napas berat. Dadanya terasa sesak membuat pasokan oksigen sulit masuk ke paru-paru.

"Apakah wajar kalau aku masih merasakan sakit hati kepada mereka, Andreas?” tanya Zulaikha, tatapannya tetap lurus ke depan. Ia hanya mendengar embusan napas kasar lelaki itu dalam keheningan di mobil.

Sementara Andreas masih terdiam. Tampak berpikir karena ia sendiri kesulitan menjawab pertanyaan perempuan di sebelahnya. 'Ingin menjawab sok bijak? Hei, itu bukan diriku sekali. Jika bisa mengikhlaskan rasa sakit hati dan membiarkannya pergi dari dalam diri, aku tidak akan melakukan hal segila ini kepada Zulaikha. Menyakitinya dari awal, hanya dengan alasan balas dendam yang sama-sama berawal dari sakit hati.'

Akan tetapi, hati, pikiran, dan mulutnya sangat tidak sinkron, karena ia berucap, "Luka yang masih basah, terkadang akan terasa perih ketika terkena air cuka atau garam. Berbeda dengan luka yang sudah kering, tidak akan menimbulkan efek apa pun walaupun terkena air cuka atau garam. Dan luka itu sendiri membutuhkan waktu lama untuk penyembuhan, sama seperti hatimu. Membutuhkan waktu lebih untuk menghilangkan rasa sakit hati kepada mereka."

Andreas menjeda ucapannya. Lalu, menatap wajah Zulaikha yang terlihat tak bersemangat. "Baru tiga hari kamu mengetahui ini semua, tentu masih sangat membekas untuk dirimu sendiri," lanjutnya lagi.

"Untuk sakit hatimu sendiri terhadapku, apakah masih membutuhkan waktu lama untuk sembuh?" tanya Zulaikha lagi. Ia menoleh, menatap lelaki berkemeja putih yang digulung sesiku.
Pandangan mereka saling tatap. Sama-sama ingin menyelami ke dasar netranya yang mengkilap dalam keremangan cahaya. Beberapa saat tidak ada yang bersuara, membuat keadaan terasa hening.

Setelahnya, Andreas mengembuskan napas berat, lalu membalas, "Untuk itu ... aku belum tahu. Masalah kita berbeda, Zul." Suaranya terdengar lirih.

"Tapi akan berakhir baik-baik saja kalau kamu mengikhlaskan Mamamu meninggal dan berdamai pada dirimu sendiri. Dan mempercayai kalau aku tidak bersalah."

'Lihat! Jika berbicara dengan Zulaikha, aku yang akan terpojok seperti ini,' batin Andrea, tatapannya beralih menyusuri wajah perempuan itu, lalu jatuh pada bibirnya yang sudah menjadi candu.

"Aku ingin melupakan rasa sakit hatiku ini, Andreas. Apa kamu mau menemaniku? Kita melawan rasa sakit hati ini bersama-sama. Kita buka lembaran baru untuk hidup kita, status kita, dan masa depan kita. Apa kamu mau melakukan itu bersamaku?" tanya Zulaikha penuh harap, suaranya terdengar parau. Ia menggenggam salah satu tangan Andreas dan meremasnya pelan.

"Kita sama-sama merasakan yang namanya sakit hati. Kita butuh obat untuk menyembuhkan ini. Aku tahu, sebelumnya kita adalah musuh. Tapi, tidak ada salahnya untuk saling menguatkan, 'kan?"

Melihat tatapan sendu perempuan di depannya, Andreas menarik ke pelukan. Tangannya mengusap rambut perempuan itu sambil mengecup kepalanya cukup lama. Lalu, ia berkata, "Kita coba untuk saling menguatkan. Aku juga masih menunggumu untuk membuatku jatuh cinta."

Perempuan itu mengangguk. Mengurai pelukan, lalu mengangkup wajah Andreas dan menciumnya lebih dulu--memberi pagutan lembut.

"Aku akan berusaha membuatmu jatuh cinta padaku," ucap Zulaikha sambil mengulas senyum selesai melepaskan ciumannya. "Aku masuk ke sana dulu."

"Mau aku temani?" tawar Andreas.

"Tidak perlu. Nanti kamu bisa datang kalau aku membutuhkan pertolongan."

FORCED BRIDE [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang