"Gara-gara dirimu datang ke kantorku, semua temanku jadi heboh, Andreas."
Zulaikha masuk ke mobil. Ia langsung mengomel kepada Andreas yang duduk di balik kemudi. Sore ini lelaki itu menjemput dirinya di kantor, menepati ucapannya tadi pagi.
"Aku tidak melakukan apa pun di sana. Hanya duduk, makan bersamamu. Sudah, itu saja, 'kan? Terus kegaduhan apa yang kulakakun di ruang kerjamu?" tanya lelaki itu sambil melajukan mobilnya dari parkiran. Tama dan Edward mengikutinya.
Zulaikha masih sibuk memasang sabuk pengaman, setelahnya bersedekap. Membuang muka ke jendela, ia mengurungkan niat untuk menjawab pertanyaan lelaki itu, padahal sudah membuka mulut. Takutnya, setelah mendengar alasan dari dirinya, Andreas semakin besar kepala. Sebab, yang diributkan teman-temannya adalah ketampanan dan kebaikan lelaki itu.
'Baru sehari dikasih makanan gratis, tapi mereka sudah berlebihan menanggapi Andreas. Bagaimana kalau dikasih makanan gratis setiap hari salama seminggu, sebulan, atau bahkan setahun? Bisa jadi mereka menyembah Andreas. Pasti itu,' batin Zulaikha.
"Kamu belum menjawab pertanyaanku, Zul. Kegaduhan apa yang aku lakukan di kantormu?"
Tanpa menoleh, Zulaikha berucap tegas, "Gak usah kirim-kirim makanan lagi ke kantor. Pokoknya jangan."
Ia masih kesal teringat teman-temannya yang heboh, terutama Lyodra yang menyanjung-nyanjung Andreas sampai menampilkan wajah dramatis. Katanya, jika dirinya tidak cinta dan tidak mau dengan Andreas, lelaki itu akan didekati untuk dijadikan gebetan. 'Teman macam apa itu? Cukup Ranti saja yang menjadi pengkhianat.'
Mendengarnya, Andreas mengernyit. Lalu, berucap santai, "Apa masalahnya? Itu dariku, bukan darimu."
"Aku tahu. Tapi kamu sengaja untuk cari muka kepada mereka, 'kan?" Zulaikha menoleh ke arah Andreas, lalu berucap lagi, "Katakan padaku, rencana apa yang sedang kamu rancang sekarang?"
Andreas menatap Zulaikha sekilas, lalu fokus ke jalanan depannya. "Tidak ada. Dan aku sudah beritahu alasannya kepadamu tadi siang."
"Aku tidak percaya itu. Pasti ada rencana lain." Zulaikha menyipitkan mata, sambil mengatupkan bibir rapat-rapat.
"Ya, tentu saja ada rencana lain. Setelah teman-temanmu tahu statusmu sekarang, apalagi memiliki suami tampan sepertiku, mereka atau bahkan lelaki lain tidak ada yang berani mendekatimu."
"Sejak kita berhubungan intim, sifatmu jadi berubah gini. Jadi posesif, sok manis, dan sok romantis. Apa kamu sudah jatuh cinta kepadaku, Andreas? Kamu sudah lupa dengan rencanamu untuk menyakitiku, yang katanya ingin membuatku hancur sehancur-hancurnya?"
Ucapan serta pertanyaan Zulaikha yang terdengar frontal dan mengintimidasi, berhasil membuat Andreas salah tingkah. Jantung lelaki itu bertaluan tak keruan. Ingin mengakui perasaannya kepada perempuan di sebelahnya, tentu saja ia gengsi.
"Jangan kepedean, Zul. Meskipun kita sudah berhubungan badan, tapi tidak ada kata cinta untukmu." Suara Andreas terdengar kaku.
"Begitu?" Zulaikha menjeda ucapannya, lantas berkata lagi, "Baiklah. Berarti aku bebas untuk mencari pria lain yang tulus mencintaiku. Dan pria itu yang bisa membawaku keluar dari pernikahan ini."
Mendengar itu, hati Andreas meradang. Darahnya berdesir membuat tubuh gerah seketika. Ia pun semakin mengeratkan cengkeramannya pada setir, untuk menyalurkan rasa geram yang melanda. "Berani bertindak seperti itu, jangan harap lelaki itu akan hidup lama," ucapnya datar, sambil mengetatkan rahang.
"Kenapa? Bebas dong, aku memilih dan mencintai pria lain."
"Dalam surat perjanjian masih tertulis jelas apa saja peraturan yang harus kamu patuhi."
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...