Patah hati dan jatuh cinta. Dua perasaan itu datangnya tiba-tiba layaknya angin yang menerbangkan anak panah lalu menancap tepat di tengah dada. Menimbulkan rasa nyeri dan berbunga-bunga, pada satu wadah yang sama.
Dan malam ini, Zulaikha merasakan itu semua. Mengalami patah hati yang sesungguhnya ketika melihat sahabat dan kekasihnya berselingkuh tepat di depan mata. Serta merasakan jantungnya berdeguban tak karuan, seakan-akan kupu-kupu dalam hatinya sedang berterbangan dengan girangnya ketika mendapat perhatian dari Andreas. Lihatlah, lelaki itu bahkan masih menyedot jari telunjuknya yang berdarah. Tanpa risih dan jijik.
"Aku rasa darahnya sudah habis tersedot olehku. Jadi tidak akan keluar lagi," ucap Andreas setelah mengeluarkan jari telunjuk Zulaikha dari mulutnya. Ia mencecap rasa asin darah itu yang masih tertinggal mulutnya.
Sementara perempuan itu masih tercengang, diam, bahkan suara Andreas bagai embusan angin. Hanya samar-samar terdengar dan tidak jelas.
Andreas tersenyum menatap istrinya yang tak berkedip. Lalu, ia mengecup bibir perempuan itu yang agak terbuka sedikit.
Zulaikha mengerjab. Diliputi rasa canggung, ia berucap, "Terima kasih."
"Sudah tidak sakit lagi, 'kan?" tanya lelaki berahang tegas itu, sambil menyelipkan rambut Zulaikha ke belakang telinga.
"Sedikit," jawab Zulaikha sekenanya. Ia menunduk, mengecek jari telunjuknya. Padahal itu hanya alasannya saja untuk menyembunyikan wajahnya yang terasa panas. Mungkin, rona merah sudah terpampang di pipinya sekarang.
"Kita pulang sekarang." Sebelum melajukan mobil lagi, Andreas mengecup kening Zulaikha lebih dulu. Tanpa ia ketahui, sebenarnya perempuan di sampingnya sedang menahan deguban jantungnya yang menggila.
Zulaikha masih menunduk. Satu tangannya memegang dada dan ia bisa merasakan jelas bagaimana jantungnya bekerja.
***
Sampainya di rumah, setelah selesai membersihkan diri, Andreas mengambil kotak P3K yang disimpan dalam laci meja di kamarnya. Ia meminta Zulaikha duduk di tepi ranjang, sedangkan dirinya mulai mengobati luka gores yang cukup panjang di jari telunjuk perempuan itu--berjongkok di depannya. Dengan pelan-pelan, ia menempelkan kapas yang sudah diberi cairan antiseptik ke atas luka.
Zulaikha berjingkat. Ia agak menarik tangannya ke belakang, meringis merasakan perihnya.
"Tidak apa-apa. Biar cepat sembuh lukanya." Selesai mengoleskan, Andreas meletakkan kapas kotor itu di atas selembar tisu yang ia bentangkan di lantai. Lalu, tangannya beralih mengambil plester untuk dibalutkan ke luka tersebut.
"Sudah selesai. Sekarang tidurlah. Sudah larut malam." Andreas mendongak, mengembangkan senyum, lalu menepuk pelan puncak kepala istrinya. Beranjak, ia mengayunkan kaki menuju meja samping ranjang untuk menyimpan kotak P3K ke tempatnya kembali.
Zulaikha memerhatikan gerakan lelaki itu dalam diam sambil mengangkat kaki untuk diselonjorkan di kasur. Saat Andreas melangkah menuju ranjang, pandangannya masih mengikutinya. Zulaikha ingin mengucapkan sesuatu, tetapi masih ragu-ragu. Sedangkan jemarinya terus memilin selimut yang menutupi kakinya.
"Andreas," panggil Zulaikha lirih.
"Hm." Sambil merangkak ke atas kasur, lelaki itu memandang istrinya sejenak. Lalu, menyibak selimut dan memosisikan diri untuk tidur.
"Makasih untuk malam ini," ucap Zulaikha.
"Sini." Lelaki itu menepuk bantal sampingnya, meminta Zulaikha untuk berbaring di sana yang langsung dituruti oleh perempuan itu. Dengan segera ia merengkuh tubuh itu, lalu mendekap kepalanya untuk disembunyikan ke dada bidangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...