Part 10

1.3K 147 8
                                    

Udara malam ini terasa dingin. Jejak basah air hujan masih membekas di lantai luar--tepian kolam renang. Hujan pertama setelah musim panas, membuat aromanya yang khas begitu menyejukkan. Zulaikha sangat menyukai. Apalagi jika hujannya langsung mengguyuri tanah kering, membuat aroma petrikornya terasa segar dan wangi.

Berjalan-jalan di tepian kolam, perempuan itu merapatkan kimono warna putih yang menutupi baju lingerie merah yang ia pakai. Padahal sekarang sudah jam satu dini hari. Namun, ia belum bisa memejamkan mata setelah kini statusnya sah menjadi istri Andreas.

Kemarin, acara pernikahan itu berlangsung setelah sebulan lalu Andreas merencanakan. Zulaikha pikir tidak akan ada pesta mewah dan hanya ijab kabul saja. Ternyata ia salah. Andreas turut mengundang rekan bisnis dan beberapa karyawan untuk menghadiri pesta pernikahannya yang diadakan di Puncak, Bogor, di salah satu resort lelaki itu.

Entah bagaimana Andreas bisa merencakan pernikahan yang begitu sempurna dalam waktu singkat, Zulaikha tidak mengerti.  Bahkan, lelaki itu sangat pandai bersandiwara di depan umum, memperlihatkan jika ia dan lelaki itu tampak saling cinta. Lebih mengejutkan lagi ibunya datang menghadiri, dibawa oleh orang suruhan Andreas, yang bernama Noval.

"Aku tidak paham dengan isi pikiranmu, Andreas. Kamu sangat membenciku, sering melakukan kekerasan terhadapku. Tapi, kenapa sewaktu-waktu tingkahmu juga sangat manis dan perhatian? Kamu kejam dan baik secara bersamaan." Berhenti melangkah, Zulaikha bergumam sambil mendongak. Memandang langit gelap yang kini mulai memencar awannya, sedikit memperlihatkan bintang di atas sana.

Selama sebulan ia tinggal serumah dengan lelaki itu, banyak kejadian yang membuat jantung tidak aman. Andreas sering mencari kesalahan kepada dirinya. Seruan, bentakkan, serta adu mulut yang alot sering terjadi. Namun, kadang-kadang akan berakhir dengan Andreas menciumnya secara brutal. Seperti malam itu, saat Andreas menciumnya untuk yang pertama kali hingga membuatnya tak berdaya karena kalah tenaga.

"Bahkan, kamu juga dengan sigap mengobati lenganku ini. Padahal kamu sendiri yang membuatku sampai terkena panci panas itu." Zulaikha mengangkat tangan kirinya, mengamati bekas luka yang agak menghitam itu lamat-lamat. Tidak terlalu jelas karena pencahayaan bohlam yang remang-remang. 

Beberapa hari lalu, ia dan Andreas ribut di dapur saat dirinya sedang merebus mie untuk membuat spaghetti. Lelaki itu marah ketika mengetahui ia akan meminjam ponsel dari Tama untuk menghubungi Zacky, karena semua telepon rumah Andreas simpan. Berujung adu mulut dan Andreas mengancam akan mencelakai ibunya, ia mengamuk, membuat lelaki itu mendorong dirinya sampai mengenai panci panas berisi air mendidih.

"Aku juga tidak tahu dengan diriku sendiri. Jantungku selalu berdebar kencang setiap kali kamu menciumku. Caramu brutal dan sangat menuntut, Andreas. Membuat perasaan aneh itu datang menghampiri hati. Tapi, aku juga sangat membencimu. Sangat."

Terus bergumam, Zulaikha menghela napas panjang lalu melanjutkan langkah dan berhenti di pembatas kaca yang langsung menghadap dataran rendah. Kabut tidak terlalu tebal, memperlihatkan lampu-lampu yang berpijar di bawah sana tampak kerlap-kerlip nan indah. Bersandar pada pembatas, Zulaikha memejamkan sambil menghirup udara dingin yang membuat hidung terasa tersumbat. 

Cukup lama ia memejamkan mata. Dalam benaknya bermunculan bayangan Zacky, Ranti, dan pekerjaan. Rasa bersalah kepada dua orang itu sangat menusuk-nusuk hati, membuat dadanya nyeri dan perih seketika.

"Maafkan aku," gumamnya, suara tercekat dalam tenggorokan.

"Untuk apa?"

Mendengar suara serak di sampingnya, Zulaikha berjingkat sembari membuka mata. Ia menoleh ke samping, kedua matanya terbelalak. 'Dari kapan lelaki itu di sini?'

FORCED BRIDE [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang