Zulaikha masih terbaring lemah di brankar dengan tangan kiri terpasang selang infus. Setelah setengah jam lalu dipindahkan ke ruang rawat inap, perempuan itu belum sadarkan diri sampai sekarang. Wajahnya semakin pucat pasi membuat Ranti dan Zacky yang menunggu di kanan kiri brankar tampak khawatir, gelisah, dan resah.
Tadi, ketika masih sibuk bekerja mereka mendapat kabar jika Zulaikha mengalami kecelakaan. Tanpa berpikir panjang mereka pun segera menuju rumah sakit untuk mengetahui kabar perempuan itu. Dan sangat bersyukur, bukan Zulaikha yang tertabrak mobil melainkan orang lain. Namun, kata dokter tekanan darahnya sangat rendah hanya 65/50mmHg.
"Kamu matiin ponsel semalam?" tanya Ranti, kepada Zacky yang duduk sambil menggenggam tangan kanan kekasihnya.
Lelaki itu menoleh. Pandangannya beradu tatap dengan Ranti yang sedang menatapnya juga. Perempuan itu bersedekap. "Aku lupa ngaktifin kembali dan masih pakai ponsel satunya."
"Jangan kebiasaan. Kamu tahu? Zulaikha sudah mulai curiga kalau kamu main belakang. Dia melihat videonya langsung. Temannya ada mergokin kamu kemarin," ucap Ranti, lirih. Bahkan, terdengar seperti bisik-bisik. Takut jika Zulaikha mendengar dan terbangun.
Mendengar itu Zacky terkejut. Ia melototkan mata. "Jangan ngaco kalau ngomong, Ran."
"Siapa yang ngaco. Dia bilang sendiri ke aku. Makanya harus hati-hati."
Mengembuskan napas lelah, Zacky menatap wajah Zulaikha penuh rasa bersalah. Kasihan sebenarnya, tetapi mau bagaimana lagi. Hatinya sudah berpaling kepada wanita lain. Sedangkan dengan perempuan itu, entah kenapa beberapa bulan ini ia berani bermain belakang karena suatu alasan. Namun, ia masih mempertahankan hubungannya dengan Zulaikha, karena masih sangat mencintai perempuan itu.
"Lalu, harus bagaimana?" tanya Zacky, lirih.
"Ini salah, Zack. Seharusnya kamu terus terang dengan Ikha kalau sudah tidak bisa melanjutkan hubungan lagi."
"Tidak semudah itu, Ran. Kamu tahu, 'kan, Ikha sangat mencintai dan menyayangiku? Aku pun sama."
"Tapi kamu harus pilih salah satu. Putuskan Ikha jika kamu sudah tidak sayang dia."
Zacky tampak berpikir. Ia terdiam sambil menatap wajah kekasihnya yang masih tenang. Belum ada tanda-tanda akan terbangun. "Kita bahas nanti saja. Takutnya dia bangun dan mendengar pembicaraan kita."
"Baiklah. Aku keluar dulu beli minum. Kamu mau?" tawar Ranti.Zacky menoleh ke arah perempuan itu, lalu mengangguk tanpa menjawab. Kemudian, berpaling lagi menatap Zulaikha.
Sementara di tempat lain, di depan ruang UGD, Andreas duduk di kursi stainless dengan kepala menunduk. Ia menangis tanpa suara, tangannya menangkup wajah. Masih belum percaya jika sang mama akan pergi meninggalkan dirinya secepat ini dengan cara yang mengenaskan.
"Pak, saya turut berduka cita, ya. Semoga almarhum Bu Sarah diterima di sisi-Nya," ucap Angga, yang sedari tadi menemani.
Andreas tidak menjawab. Untuk berbicara saja, rasanya begitu sulit bibir digerakkan. Baru kali ini ia merasakan kehilangan yang begitu mendalam. Kehilangan perempuan yang paling ia cintai. Perempuan yang telah mempertaruhkan seluruh jiwa raganya untuk dirinya. Dari ia masih dalam kandungan hingga ia dewasa seperti sekarang. Hanya mamanya lah, yang peduli akan kehidupannya.
"Kenapa setragis ini Mama meninggal?" tanya Andreas lirih, suara terdengar serak.
"Bapak harus mengikhlaskan kepergian Bu Sarah agar tenang di sana, Pak," ucap Angga, mencoba menenangkan.
"Tapi, kenapa harus Mama yang ketabrak, Ngga? Kenapa harus Mama? Kalau saja Mama tidak menolong perempuan itu pasti hal ini tidak akan terjadi. Mama masih hidup," ucap Andreas, suara terdengar sumbang dan menahan emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED BRIDE [ENDING]
Romance"Menikah denganku," ucap Andreas, penuh penekanan. Lalu, melepaskan cengkeramannya. Zulaikha menggeleng. Bagaimana bisa ia menikah dengan orang yang baru dikenalnya? Ditambah lagi, lelaki itu sangat membencinya sekarang. "Aku tidak menerima penolaka...