🌿PROLOG🌿

1.6K 69 0
                                    


__________🍀🍀🍀__________
Memories that can never
be repeated.
__________🍀🍀🍀__________

__________🍀🍀🍀__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"1095 hari...ternyata sesingkat itu ya waktu kita. Nggak nyangka kalau kemarin malam adalah 2 jam terakhir kita bersama."

Cowok itu masih setia memandang gundukan tanah dengan taburan bungan yang menutupinya. Di saat semua orang telah pergi, kembali pulang. Ia masih setia berdiri di sana dengan setangkai mawar dalam genggamannya.

Kedua manik gelap itu memancarkan sakit dan juga kerinduan secara bersamaan. Hari ini, cowok itu pikir masih dapat tertawa bersama dengan seseorang yang kini telah terkubur. Sepertinya dia harus mengingat, jika tak ada yang tahu tentang apa yang akan terjadi esok. Akan kematian yang bisa datang kapan saja.

"Aska." Panggil seorang gadis dari arah belakang. Cowok yang di panggil Aska itu menoleh sebentar, mengulas senyum tipis.

"Ka udah, lo harus iklas. Ayo, Aksa sama bang Shaka udah nungguin lo."

Aska mengangguk lalu meletakkan setangkai mawar merah di dekan nisan itu. "Aku pulang dulu ya. Nanti aku kesini lagi kalau hati aku udah iklas. Iklas buat ngelepas kamu pergi Ra," gumamnya. Aska berusaha tersenyum meski terasa sulit, gadis tadi juga menatap nisan itu dengan tatapan sulit di artikan.

Kedua remaja itu berjalan menjauhi makam itu menuju mobil mereka. Dua kakak beradik itu langsung turun dari mobil kala melihat Aska dan Eleena.

"Aska." Cowok putih pemilik ayes smile itu memeluk sang adik. Membisikan kata-kata penyemangat, Aska menepuk-nepuk pelan punggu kembarannya itu.

"Gue nggak apa-apa Sa."

"Lo tuh ketara bohong banget. Bang Shaka sama Nara juga tahu kalau lo bohong. Gue ini kembaran lo, gue bisa rasain apa yang elo rasain Ka." Shaka dan Eleen terkekeh pelan melihat si kembar yang malah berdebat.

Shaka mengusap kepala Aska, "iklas ya. Abang tahu kamu orang yang kuat."

"Hmm."

"Yaudah ayo pulang udah gerimis ini. Eleena duduk di depan ya,"

"Modus aja lo bang." Sergah Aska.

"Yaudah kamu aja yabg duduk depan," pinta Shaka yang mendapat gelangan dari Aska. "Ogah ah, mending di belakang. Ayo Ka, El."

Shaka menghela nafas sabar. Nasib banget sih punya adik kaya Aska. Waktu di perjalanan pulang Shaka sempat bertanya mereka ingin makan di luar atau tidak, tapi ketiga anak itu kompak menggeleng. Mungkin selain hujan juga perasaan mereka yang belum stabil terutama Aska.

Cowok dengan dimple di kedua pipinya itu melirik adik bungsunya dari kaca. Ia lebih memilih Aska yang suka menjahilinya, yang petakilan, yang cerewet ketimbang Aska yang pendiam seperti ini.

Dendelion🍀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang