🌿EPILOG🌿

416 36 5
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





"Masih nggak mau bicara? Mau sampai kapan membisu Sa?" Meski terdengar lembut tapi Eleena begitu tegas dalam bertanya. Satu minggu sudah laki-laki itu mengurung diri dan tidak mau berbicara dengan siapa pun. Setelah mengetahui tentang kepergian Aska, kondisi lelaki itu drop tapi tidak sampai harus di rawat di rumah sakit.

Aksa hanya berbicara pada Eleena itu pun jika penting. Eleena sadar, Aksa juga marah padanya. Tidak ada yang berubah di kamar ini, semua masih pada tempatnya.

Eleena mengehela nafas saat tidak mendapati jawaban dari lawan bicaranya. Dirinya seperti berbicara pada tembok. Kedua tangan gadinya itu di gunakan untuk membingkai wajah tampan Aksa agar mau menatapnya, "Yang sakit bukan cuma kamu. Ayah, Bunda, sama bang Shaka juga sakit meski mungkin tak sesakit kamu. Semua kehilangan, bukan hanya kamu Aksa"

"Aku tahu kamu marah karena kamu adalah orang terakhir yang kita kasih tahu. Tapi mau semarah apa pun kamu tidak akan merubah apa pun yang telah terjadi. Dia pasti bakal sedih kalau ngelihat kamu kaya gini"

"Don't cry! Iklas ya" Aksa mengangguk kecil. Eleena tersenyum lembut sembari menghapus air mata itu. Gadis itu mendekap Aksa, mengelus punggung itu.

Iklas. Semua orang bisa mengatakan itu dengan mudah namun menjalaninya tentu tidak semudah itu. Mungkin seiring waktu mereka akan terbiasa,

Terbiasa tanpa kehadiran Aska Arkatama.

Meski kehilangannya begitu menyakitkan dunia mereka tidak akan berhenti. Mentari masih terbit dan tenggelam bahkan daun-daun pun masih dapat gugur. Waktu akan mengobati segalanya.

"Kamu ingat? Sebentar lagi wisuda bang Shaka. Kamu jangan sampai sakit"

"Aku minta maaf kalau sikap aku kenak-"

"No! Wajar. Karena kamu yang paling dekat dengan Aska. Kamu mau keluar? Keliling komplek sudah lama kamu nggak hirup udara segar, aku temenin"

Dua remaja itu keluar dari kamar dan langsung mendapati Wardana, Kanaya, juga Shaka yang tengah duduk di kursi ruang makan. Melihat putranya sudah mau keluar kamar Kanaya berdiri lalu berjalan menghampiri Aksa.

Wanita itu memeluk Aksa dengan erat. Berkali-kali ia memberikan ciuman di pipi tirus Aksa, "Jangan kaya gini ya sayang. Maafin bunda kalau sudah buat kamu kecewa. Maafin bunda karena nggak kasih tahu kamu dari awal. Bunda takut kamu terus mengurung diri"

"Aksa hanya harusnya minta maaf sama kalian. Aksa egois padahal Aksa tahu tujuan kalian tidak memberi tahu Aksa lebih awal, Aksa iklas.."

"Doakan saja ya Nak! Nggak perlu untuk di tangisin lagi. Karena itu tidak akan merubah apa pun" Nasehat Wardana yang berhadapan dengan Aksa. Pria itu harus bisa tegar agar yang lain juga tegar.

Shaka menepuk pundak adiknya beberapa kali "Lo harus ingat Sa. Nggak lama kita berpisah sama Aska. Gue nggak mau lihat lo ngurung diri kaya gitu, ada atau tanpa adanya Aska lo harus tetap jalanin hidup lo"

Dendelion🍀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang