🌿PART 16🌿

229 29 1
                                    

__________🍀🍀🍀__________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


__________🍀🍀🍀__________

"Aksa" teriak si bungsu, berlari menghampiri sang kakak yang kesakitan di tengah anak tangga. Andai Aska terlambat sedikit saja mungkin Aksa sudah terjatuh.

"Sa kita kerumah sakit ya, gue anterin." Aksa menggeleng. Bagaimana Aska tidak panik ia di rumah sendiri dan melihat raut kesakitan dari kembarannya. Dengan perlahan Aska membantu Aksa berjalan ke arah sofa depan tv. Setelah memastikan Aksa duduk dengan nyaman ia berlari ke kamar untuk mengambil obat juga segelas air putih di meja belajarnya.

Aksa terus memegang dadanya yang terus berdenyut nyeri di dadanya, "akh". Rasanya Aksa selalu ingin menyerah setiap sakit itu datang.

"Sa, ini minum obat lo dulu!" Dengan telaten Aska membantu kakak kembarannya itu untuk minum obat. Sebelah tangan kirinya mengelus belakang pundak Aksa.

Selesai minum obat Aska berlutut di depan Aksa sembari berucap, "Sa, kerumah sakit yuk. Gue anterin, kita cek keadaan lo. G..gue..takut" lirihnya pada akhir kalimat.

Aksa tersenyum kecil, "apa yang perlu lo takutin? Gue baik-baik saja."

Seketika hening menyelimuti mereka. Aksa yang masih berusaha manahan rasa sakitnya agar tidak membuat khawatir siapa pun dan Aska yang terlalu larut dalam ketakutannya. Hingga suara derap langkah yang terdengar semakin dekat membuat dua anak itu mengangkat kepalanya.

"Kalian pada kenapa?," Shaka menatap dua adiknya dengan heran. Ia mengambil duduk di sebelah Aksa, seketika Shaka paham akan kondisi yang terjadi melihat botol obat di atas meja. Shaka menyentuh pundak Aksa membuat laki-laki dengan eyes smile itu menoleh kearahnya.

"Kambuh lagi?," Aksa mengangguk pelan.

"Tapi nggak apa-apa kok bang. Rasa sakitnya juga sudah mendingan setelah minum obat."

"Kenapa bisa kambuh lagi? Kamu ngelakukain sesuatu yang berat-berat ya?"

"Nggak bang."

"Aska, are you okey?" Dengan pelan Aska mengangguk. Kepalanya masih setia tertunduk dengan mata memarah. Tiap kali Shaka bertanya seperti itu rasanya membuat Aska ingin menumpahkan segela keluh kesahnya namun tidak di depan Aksa.

Aska selalu ingin terlihat ceria di depan saudaranya itu dengan harapan kecerian itu mampu menular pada Aksa. Setiap malam saat Aksa tertidur Aska selalu bangun. Dia selalu memperhatikan wajah damai saudara kembarnya terlebih ia juga ingin memastikan apakah nafas itu masih berhembus atau tidak. Aska orang yang overthingking terlebih soal Aksa dan hal itu yang membuatnya selalu merasa was-was.

"Ka gue baik-baik saja kali lo nggak usah nangis." Aska buru-buru menyeka air mata yang berhasil lolos. Ia menatap Aksa yang tengah tersenyum, sihir atau terdapat magnet senyum itu menular ke padanya juga Shaka.

Shaka meminta kedua adiknya itu untuk ke kamar. Mata itu terus memandang kedua punggung adiknya hingga kedua hilang dari pandangannya. Shaka termenung melihat obat itu namun lamunan itu buyar tak kala suara dari ponselnya berbunyi. Setelah tahu dari siapa yang menelponnya, Shaka buru-buru menekan tombol hijau.

Dendelion🍀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang