20

190 41 1
                                    

Hidup Dajin terlalu ruwet, ia sampai lupa dengan Minggu Evaluasi Semester sebelum bertemu dengan liburan Musim Panas. Minggu yang penuh dengan cobaan karena ia harus belajar lebih giat sambil bekerja di Restoran Ayam setiap malam. Dajin juga sudah mendapatkan pekerjaan baru, menjadi Barista sekaligus pelayan di sebuah Cafè kecil di kawasan Seongdong yang tidak terlalu jauh dari Hanyang. Cafè berukuran 4x4 yang bersebelahan dengan sebuah toko baju bekas.

Dajin baru pulang dari kampus saat kakinya terus melangkah melewati Stasiun Wangsimni, berjalan melewati bangunan toko-toko di kawasan itu hingga mencapai Jalan Muhak. Beberapa menit ia berjalan hingga sebuah bangunan tinggi bertuliskan Soul City tampak di mata. Bangunan tempat Seungkwan bekerja sebagai pelatih Vokal.

Langkah Dajin terhenti sesaat di depan pintu masuk, ia merasa ragu dan takut tiba-tiba. Takut Seungkwan memarahinya, takut Seungkwan mengatainya, atau bahkan mengusirnya keluar secara semena-mena. Padahal dari kemarin Dajin sudah memupuk keberanian dan memikirkan kemungkinan itu--ia ikhlas diperlakukan seperti itu oleh Seungkwan karena ia memang bersalah.

"Kau mau masuk, tidak?"

Seorang gadis berambut panjang bertanya dengan cukup sarkas, ia berdiri di sisi Dajin dengan satu tangan memegang pull handle pintu masuk. Dengan kikuk Dajin mengangguk, ia sempat meneguk ludah saking takutnya dengan tatapan sinis gadis tersebut.

Begitu pintu dibuka, Dajin ikut masuk mengekor di belakang gadis itu hingga meja resepsionis. Sempat merasa gugup, kini Dajin menguatkan diri dan menyatakan maksudnya kepada sang resepsionis yang sedang berjaga.

"A-aku... ingin bertemu dengan Boo... Boo Seungkwan."

"Boo Seungkwan?" Resepsionis itu bertanya retoris dan Dajin mengangguk.

"Silahkan menunggu di sana," Resepsionis merujuk pada sofa yang berada tidak jauh dari mejanya, lalu berkata, "Saat ini Boo Seungkwan sedang mengajar. Tiga puluh menit lagi kelasnya selesai."

"B-baik. Terima kasih."

~~~

Seungkwan malas sekali melihat gadis di hadapannya. Entah sudah berapa kali ia memutar mata dan mengalihkan tatapannya dari gadis itu. Ia juga tidak berhenti menghela napas panjang, seakan tidak memiliki energi untuk berbicara atau mendengarkan apa pun yang dikatakan gadis di hadapannya, seorang Lee Dajin, pembunuh yang sudah keluar dari penjara lima tahun yang lalu.

"Aku tahu kau tidak akan memaafkanku, Seungkwan, tapi... aku benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi padamu di mini market." Kata Dajin begitu sadar perkataannya tidak begitu didengarkan oleh Seungkwan. Fakta yang ingin ia beberkan kepada pria itu tertelan kembali masuk ke kerongkongan, toh, apapun faktanya ia tetap membunuh seseorang.

"Emm? Sudah? Ada lagi yang ingin kau katakan?" Tanya Seungkwan acuh. Diam-diam merasa cemas, ia tahu sikapnya bisa membuat Dajin sakit hati--dan gadis itu seorang pembunuh--tapi Seungkwan tidak bisa menoleransi rasa takut dan trauma yang muncul akibat kemarahan seorang ibu-ibu yang tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya beberapa waktu lalu.

 Diam-diam merasa cemas, ia tahu sikapnya bisa membuat Dajin sakit hati--dan gadis itu seorang pembunuh--tapi Seungkwan tidak bisa menoleransi rasa takut dan trauma yang muncul akibat kemarahan seorang ibu-ibu yang tidak ada sangkut pautnya dengan...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cat [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang