O8. Phone numbers

994 156 43
                                    

VOTE DAN SPAM KOMENTAR

______

WHITNEY tidak mengikuti perkataan Arvin yang memintanya untuk datang ke ruang osis dengan alasan adanya sesuatu yang penting. Cewek itu berfikir keras agar terbebas dari dua cowok yang masuk kedalam list orang yang harus dia hindari. Whitney tidak mau dikenali, ia hanya ingin menjalankan kehidupan yang selama ini ia impikan, bebas, terlindungi, dan memiliki rasa hormat tinggi bersama dengan keberadaan sang kakek dan juga nenek.

Sepulang sekolah yang cewek itu lakukan hanyalah bersembunyi, menutup diri agar Arvin tidak bisa menemukan keberadaan nya. Sekali lagi, ia tak mau berurusan dengan Actassi dan Arvin. Mereka- double A sangat berbahaya untuk nya selama ia masih sekolah disini.

Whitney tidak perduli soal itu. Karena yang harus ia lakukan sekarang adalah bertemu dengan Actassi, meminta maaf atas kesalahan yang tidak ia ketahui apa itu, lalu membuat kesepakatan agar menjadi orang asing yang tidak saling mengenal, tunggu- cewek itu terlihat ragu, bukannya memang orang asing? Tapi tidak tau dengan Actassi.

Whitnet buru-buru menarik badan nya bersembunyi di balik tembok saat melihat Arvin yang tengah berdiri di ujung sana. Cowok itu terlihat mencari seseorang, terlihat sangat jelas saat matanya bergulir kesana-kemari. Whitney mengambil nafas dalam, ia berjalan dengan arah tujuan yang sama dengan Arvin, membelakangi. Sebisa mungkin untuk tak terlihat mencurigakan.

"hufttt, tenang.. kalem, sama-sama makan nasi kok" tapi cewek itu malah mempercepat langkahnya.

" lo, tunggu!" Whitney berhenti, mengumpat habis-habisan dalam hati.

Arvin berlari kecil kearah Whitney, mengacak-acak rambut hitam nya dengan nafas yang terdengar memburu. Tubuh cewek itu menegang saat merasa tangan Arvin berada di pundak nya.

" kok-"

"sumpah ya Arvin, gue salah apa sama lo? Berhenti untuk saling kenal, jalani keseharian lo seperti biasa, anggap gue murid biasa dan lupain kejadian anak baru yang lo jahilin waktu itu, bisa?" Whitney menyela perkataan Cowok itu. Berujar panjang lebar mencoba memberi pengertian.

Arvin diam, menatap lekat mata Whitney seakan terhanyut seperti saat ia menatap matahari terbenam " kenapa?" hanya itu, namun mampu membuat pikiran cewek didepannya bercabang-cabang - banyak alasan untuk menjawab, tapi tak ada yang masuk akal.

" karna gue risih sama itu semua!" Whitney berusaha menutupi kegugupannya, mencoba terlihat datar pada semua nya.

Arvin mengangguk pelan " gitu, " ia sedikit berjalan pelan " tinggal di ubah aja jadi nyaman?"

Whitney mendengus, omong kosong macam apa itu? Didalam benak nya saja tak terlintas sedikitpun untuk bisa menyesuaikan diri dengan Arvin, apa lagi ingin mencoba merasa kenyamanan semacam nya.

" gak bisa!"

Sebelah alis Arvin terangkat " emang gue keliatan jahat, ya?" cowok itu bertanya pada Whitney yang sudah mematung di tempatnya. Gadis itu menatap Lamat kearah Arvin, seperti menilai- tidak, seolah tengah membaca sifat seseorang lewat mata.

Tanpa sadar Whitney mengangguk, Arvin terkekeh dibuat nya. " tenang, percaya sama gue, gue gak bakal jahatin lo kok" kata cowok itu dengan air mukanya yang terlihat sangat meyakinkan.

"lo tau?" Whitney mendekati Arvin dengan melipat tangan di depan dada " Cowok sejati itu, yang dipegang bukan ucapannya tapi buktinya "

Arvin menantang, ikut mendekat dengan seringai kecil di bibir nya " lo tau? " cowok itu memberi jeda " gue gak pernah suka usaha gue disia-siain" katanya, whitney berdecak tak perduli " jadi pacar gue, bakal gue buktiin cowok di depan lo ini adalah cowok sejati " kemudian angin berhembus di tengah-tengah keheningan mereka. Whitney bukan lah gadis bodoh yang tidak mengerti ucapan Arvin, bukan juga gadis sok lugu yang akan mengalihkan perkataan seseorang dengan pertanyaan yang terkesan berbelit-belit.

VORTENE [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang