26. Cousin

754 130 216
                                    

VOTE DAN SPAM KOMENTAR

______


TIFFANY menatap kearah Whitney yang berada di hadapannya, raut wajah tidak terbaca yang gadis itu perlihatkan membuat Tiffany bimbang. Dia merasa sesuatu aneh sejak pertama kali mereka bertemu, tepat dimana Whitney berada di Apartemen Actassi. Dengan seenaknya ia mengibarkan bendera perang padahal tidak mengucapkan kata perkenalkan sama sekali. Bukan, Whitney lah yang tidak mengenal Tiffany.

“Maaf atas sikap ku yang kurang baik merespon kamu dari awal kita bertemu Whitney, aku merasa kesal dan marah saat melihat kamu di Apartemen Kak Actassi” Tiffany memulai ucapannya, raut wajah tenang dan lembut gadis itu perlihatkan membuat Whitney terdiam.

“kenapa? Kamu cemburu?”

Lantas gadis itu mengangguk tanpa beban “aku memang menginginkan kak Actassi menjadi milik ku, tapi semenjak melihat kehadiran kamu rasa ingin memiliki berubah dan terlihat seperti obsesi”

“aku merasa kamu terlalu beruntung untuk semua hal, mendapatkan hati Actassi bukan segampang saat membalikkan telapak tangan, butuh waktu bertahun-tahun untuk aku berdekatan dengan nya, tapi yang terjadi malah terjalin hubungan adik dan kakak”

“semua hal? Jangan bercanda Tiffany ” Whitney berujar sinis tak lupa raut wajah muak dia perlihatkan dengan secara terang-terangan.

Tiffany mengetatkan rahang, “siapa yang bercanda Whitney, kamu memang seberuntung itu! Mendapatkan hati Actassi dan juga Arvin—”

“tunggu, Arvin?”

Tiffany tertegun “jangan bilang kamu tidak tau Arvin menaruh hati untuk mu??” dengan polos Whitney menggeleng membuat gadis didepannya membuang nafas kasar.

“dengar..”

[FLASHBACK ON]

Gadis dengan rambut di cepol asal terlihat berjalan sempoyongan memasuki dapur, dia merasa Lapar dan juga haus. Masih dengan mata terpejam, tangan Tiffany terulur untuk membuka kulkas. Dia menelisik bagian dalam, kemudian mengambil dua susu kotak.

Kakinya menapak menuju meja makan, menarik bangku untuk dengan nyaman mendarat kan bokong nya. Tiffany menyesap sedotan nya, mata gadis itu berulangkali berkedip-kedip merasa kantuk.

“oh Tiffany, Not asleep yet? Is something bothering you? ” seorang pemuda dengan kaus kebesaran berjalan mendekati Tiffany, tak lupa kacamata bertengger di hidung mancungnya.

Tiffany mengangguk “aku merasa lapar, makanya gak bisa tidur” jawab gadis itu ketika sang lawab bicara sudah duduk di hadapannya.

“kamu kenapa belum tidur?” tanya Tiffany pada sepupu lelaki nya.

Pemuda itu— Arvin menggeleng kalem dengan raut wajah datar “masih ada yang harus di periksa” kata nya sembari mengangkat sebuah buku bersampul biru, catatan nama siswa yang melanggar aturan sekolah.

Gadis itu mengangguk, hingga di menit-menit berikutnya terjadi keheningan yang kentara. Arvin memang pribadi yang hangat jika kita sudah berdekatan dengan dia, namun akan terlihat dingin untuk seseorang yang baru mengenal pemuda itu. Tiffany tinggal sementara di rumah Bibi nya agar tidak terlalu terburu-buru mencari Apartemen untuk ditinggali. Dia tidak mau cepat-cepat, takutnya apartemen untuk di tempati tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan nya.

“Kakak haus? Ingin aku ambilkan minum?” tanya Tiffany memutuskan keheningan, Namun Arvin menggeleng sembari tersenyum kecil

“kamu duduk aja, kakak bisa ambil sendiri” ucap Arvin, dia bangkit dari duduknya lalu berjalan kearah dapur.  Pemuda juga sempat menepuk-nepuk kepala Tiffany lembut.

VORTENE [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang