Langit cerah mengawali pagi. Senin yang indah ini— harusnya menjadi semangat mengawali hari. Nyatanya tidak dengan keluarga satu ini. Teriakan dari lantai bawah tak henti terdengar akibat jam sudah menunjukkan pukul 7.25, namun tidak ada satu pun anggota lainnya duduk manis di ruang makan.
Selaku bapak rumah tangga, Papa Binar sudah sibuk menyiapkan bekal sederhana untuk dua jagoannya yang hampir telat mengawali hari. Salahnya juga karena terlambat bangun dan tolong jangan tanyakan mengapa dia bisa bangun terlambat 🙂. Rahasia negara.
"DADDY! ABANG! BANGUN, UDAH TELAT!" sekali lagi pekikan Papa Binar dari ruang makan terdengar. Dua manusia yang dipanggil tergesa-gesa menuruni tangga. Tampak keduanya lelah terlihat dari wajah mereka.
"Udah diteriakin juga, lama banget. Ini papap buatin bekal aja. Udah terlambat sana berangkat" ucap Papa Binar yang ikut tergesa-gesa merapikan dua bekal untuk Reagan dan Raja. Kedua tangannya cekatan memasukkan bekal ke dalam tas kemudian memberikannya pada kedua pria bongsor yang juga sibuk merapikan dasi.
"Aku pergi dulu, yang" ucap Daddy Reagan setelahnya mengecup pipi suaminya dan menjambak rambut Raja yang sudah rapi sebagai salam perpisahan berakhir si abang berteriak keras.
Memang Daddy Reagan agak rada-rada sebagai kepala keluarga. Bukannya memberikan pelukan atau kecupan, anaknya malah dijambak :) sungguh mulia hati beliau.
Selepasnya Raja turut berangkat ke sekolah. Papa Binar melihat kekacauan pagi ini hanya bisa menghela nafasnya lelah. Tak lama berdiam diri, dia teringat jika anak kecilnya tidak turun untuk sarapan. Ke mana Rain? Apa anak itu belum bangun pikirnya.
Berdebat dengan pikirannya, suara kerincingan sepeda di halaman terdengar. Ah rupanya si kecil bermain sepeda. Agaknya Papa Binar lupa akan rutinitas Rain yang satu itu. Si kecil akan bangun di pagi buta dan mulai berkeliling komplek dengan sepeda roda empatnya. Jangan lupa suara khas kerincingan sepedanya.
Kaki pendek itu dibawa menuju halaman di mana Rain memarkirkan sepedanya dengan hati-hati. "Papap!" pekik Rain melihat Papa Binar yang sedang menyenderkan bahunya di daun pintu dengan senyuman lebar terukir di bibir.
"Udah selesai? Mandi habis itu sarapan ya, de? Daddy sama abang baru aja berangkat"
Rain mendekat, "Iyaah~ tadi dede ketemu daddy di taman. Tadi daddy kasih dede uang lima ribu untuk jajan di warung abah terus dahinya dede juga dicium" ucapnya dengan riang. Mata berbintang itu menyipit lucu dengan senyuman merekah. Papa Binar pun tak bisa untuk tidak ikut tersenyum.
"Terus, terus? Ketemu abang?"
"Iyah, iyah, iyah, dede ketemu abang. Tapi abang nakal, pipinya dede dicubit sama disedot-sedot. Ish jigong abang nempel jadinya" keluh si kecil dengan bibir manyun. Papa Binar sontak tertawa terbahak-bahak. Lucu sekali jika membayangkan pipi Rain kempot habis dihisap oleh Raja. Si bongsor itu sehari tidak mengusili si kecil hidupnya tidak tenang.
"Dede lucu. Mandi yuk de, nanti papap kasih es krim juga" Rain memekik senang kemudian berlari lucu menuju kamarnya di lantai dua.
Papa Binar hanya bisa tersenyum melihat kelakuan Rain. Anak itu— ah bagaimana dia mengatakannya ya. Rain adalah anak yang periang dan aktif, pikirnya si kecil termasuk anak yang pendiam dan anti sosial mengingat pertemuan keduanya yang tidak mengenakkan. Namun puji Tuhan karena Rain mau bergaul dengan anak seusianya di taman komplek atau tidak ragu-ragu mengutarakan perasaannya jika sedang merasakan senang, sedih, marah, gelisah, atau apapun itu.
Hampir dua minggu Rain berada di keluarganya. Dia hampir tidak pernah tantrum, mungkin hanya menangis karena dijahili oleh Raja atau ikan cupang kesayangannya diobok-obok oleh Daddy Reagan. Papa Binar agak bersyukur akan itu karena jelas dia tidak tau harus berbuat apa jika si kecil tantrum.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rain
أدب الهواة[NORENMINHYUCK] [ON GOING] Like rainbow after rain. Happiness will come after sorrow #1 out of gay stories #1 out of norenminhyuck stories #2 out of renjun stories #3 out of fluffy stories #5 out of norenmin stories #5 out of markren stories #6...