37. Jisung has learned

184 35 5
                                    

You can tap the star (⭐)  icon there!

Thank you!

💙

"Mas Dowoon, lo nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah siapapun."

Jisung menepuk pelan pundak yang lebih tua. Di bawah pohon rindang halaman sekolahnya, mereka duduk. Ditemani angin yang berembus lembut mengenai wajah masing-masing. Namun Dowoon tetap pada ekspresi sendunya. Ia menggeleng.

"Saya udah ceroboh. Seharusnya saya larang Nona buat nggak ikut ekstra itu. Seharusnya saya lebih fokus ke Nona daripada permintaannya. Saya menyesal, Jisung... saya harusnya bisa buat Nona bertahan lebih lama. Seharusnya Nona... bisa lebih lama bareng kamu, Han Jisung. Saya minta maaf."

Dowoon kembali menangis hari ini. Sekarang Jisung menjadi saksi bagaimana rapuhnya Yoon Dowoon. Ia masih belum bisa menerima kenyataan. Sebab ia pula udah berusaha keras untuk selalu menjagamu. Ia ingin ibumu tahu jika anaknya itu baik-baik aja meskipun ditinggal olehnya. Dowoon pun ingin kamu merasa gak berbeda dari kebanyakan anak-anak yang lain. Bisa melalukan banyak hal tanpa rasa takut akan kelelahan dan pingsan, bahkan menginggal. Karena itu dia setuju untuk gak bilang ke ayahmu ketika sering kali kamu berlari ke sana ke mari dengan Dowoon yang mengejarmu dari belakang.

"Saya nggak perhatikan Nona waktu itu. Karena dia udah suruh saya perhatikan kamu Han Jisung, si pemain dengan nomor punggung delapan. Nona bilang, ia hanya akan semangati kamu dari tepi lapangan. Seharusnya dia jadi pemain cadangan. Tapi kemarin, ia malah kembali jadi anak yang dilempar. Dia kelelahan. Jantungnya nggak kuat untuk memompa sebegitu cepatnya.

"Gagal jantung. Dia meninggal karena itu."

Dowoon berhenti menjelaskan. Lelaki itu kembali merasa kesal pada diri sendiri. Namun, Han Jisung... gak kalah merasakan sakit. Dia terlambat untuk tahu. Tentang penyakit... dan perasaannya. Dia terlambat untuk mengerti. Tentang perasaanmu yang begitu sanggup untuk tetap bertahan dan menyukainya. Ia terlambat, untuk tahu dan mengerti bahwa ia selalu ingin pelukanmu ada untuknya.

Kalimat terakhir itu, mungkin akan selalu Jisung ingat. Akan bagaimana kamu selalu memberikan apa yang Jisung mau.

"Dia bilang, aku udah peluk kamu Kak Han. Dia bilang gitu, karena gue minta pelukan dia kalau tim gue nanti menang." Jisung tersenyum simpul. Ia menunduk, menatap kakinya yang terpijak di tanah dengan tenang. Pikirannya melalang buana ke saat itu, di hari terakhirnya melihatmu. Ia melanjutkan, "Tapi akhirnya tim gue emang menang. Gue nggak tahu kalau dia peramal." Ada tawa renyah diakhir kalimatnya yang membuat Dowoon akhirnya menoleh untuk mendengarkan lebih jelas.

Namun setelahnya, ekspresi Jisung berubah sendu. "Gue tahu rasanya menyesal sama diri sendiri, Mas Dowoon. Gue juga pernah merasa gue nggak berhak untuk suatu hal di dunia ini. Gue rasanya mau mati sendirian aja. Gue nggak mau dideketin siapa pun, sampai gue mati. Gue nggak pantes buat dapatin semua cinta dari orang-orang, karena gue udah pernah khianatin satu cinta dari orang yang paling berjasa di hidup gue.

"Gue takut, Mas Doowon. Gue takut sama orang-orang yang cinta ke gue dan gue takut... gue juga cinta ke mereka."

Jisung mendengkus. Ia tersenyum tipis. Seolah meremehkan ucapannya sendiri. Kini wajah keduanya berhadapan. Jisung dengan senyumnya, dan Dowoon dengan ekspresi herannya. Jisung tersenyum lebih lebar.

Han! | H. JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang