36. She's Gone

137 33 5
                                    

You can tap the star (⭐) icon there!

Thank you!

💙

Tim Jisung berhasil memberikan gol pertamanya pada menit-menit awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tim Jisung berhasil memberikan gol pertamanya pada menit-menit awal. Memang bukan Jisung yang mencetaknya, tapi ia juga jelas ikut senang. Dijeda waktu setelah gol pertama berhasil, ia mendengar suaramu. Menggema ceria di tepi lapangan. Ia takjub.

Kamu cantik.

Kamu ada di atas, diangkat para anggota pemandu yang lain, bersorak untuk timnya. Tapi rasanya, tatapan mata itu bilang kalau kamu cuma kasih semangat ke Jisung. Dia terkekeh akan ilusinya sendiri. Lantas, pertandingan kembali berlanjut. Cukup lama. Hingga tepat sebelum peluit tanda istirahat ditiup, Jisung lihat kamu dan Hyein di lempar ke atas diselingi sorakan meriah dari para anggota. Ia terkekeh, mengangkat bagian bawah bajunya untuk mengipasi tubuhnya yang berpeluh.

Lalu ia lihat kamu ditangkap. Jisung berjalan santai, menghapus peluh di seluruh wajahnya dan berniat menghampirimu. Namun langkah pelannya berganti dengan larian tergesa. Wajah bingungnya hadir, alisnya mengerut.

Jisung tiba-tiba melihat kamu terjatuh setelah kakimu menginjak tanah. Tanganmu meremat bagian dada begitu erat. Napasmu terlihat memburu, ada ekspresi menahan sakit di sana.

Sama... seperti waktu itu.

Jisung membelah kerumunan. Mengabaikan Hyein yang sibuk berlari memanggil anak kesehatan di sekolahnya. Jisung membawa kepalamu untuk bersandar di lengannya, ia menumpukan tubuhmu di pahanya, menyingkirkan semua helaian rambut yang menutupi wajahmu.

"Y/n? Kenapa?" tanyanya. Ia khawatir, tapi ia berusaha tenang. Rasanya... ia harus mendengarkan apa yang akan kamu katakan lebih dulu. Ia hanya merasa... ia harus menunggu.

Matamu terbuka perlahan. Teriknya matahari membuat penglihatanmu terganggu. Silau, maka kamu mengusahakan retinamu untuk fokus pada satu tempat. Wajah Han Jisung. Kamu tersenyum begitu wajah sarat akan khawatir itu nampak.

"Ah, Kak Han? Selamat golnya," lirihmu.

Jisung mendecak. "Bukan saatnya bicarain itu! Kamu kenapa? Jawab. Kamu nggapapa kan? Iya kan?"

Kamu menggeleng. "Sakit Kak, tapi nggapapa. Kan ada Kak Han, hehe-" tawamu terpotong. Kamu kembali menutup mata dan meringis ngilu. Meremas bagian yang sama sejak awal. Air matamu otomatis mengalir. Sakitnya bukan main. Tapi kakimu rasanya udah gak bisa bergerak. Tinggal sedikit lagi, perlahan napasmu melemah.

"Kak Han, tolong dengerin sebentar ya? Ini nggak bakal lama kok. Sebentar aja, ya?"

Jisung gak ada pilihan selain mengangguk. Meski ia gak ngerti kenapa harus menuruti apa maumu. Tapi telinganya telah fokus untuk mendengar semua hal yang akan kamu ucapkan saat ini. Kamu kambali tersenyum akan anggukan lucunya.

Ah, bahkan di saat sakit begini kamu masih bisa kagumi sosoknya yang menawan. Lantas kamu mulai mengambil napas, mengembuskannya pelan dan menatap matanya.

"Kak, aku nggak bisa ngomong banyak. Tapi... aku hidup selama ini juga udah ajaib. Kakak pasti tahu jawabannya karena apa. Iya, kamu Kak Han." Kamu mengambil jeda. "Setelah ini, aku harap Kakak baik-baik aja. Aku harapnya... semua orang di sekitar aku baik-baik aja. Terutama ayah. Aku selalu kangen mama, meskipun nggak pernah ketemu, tapi rasanya aku... pengen ketemu dia sekarang. Aku sedih tinggalin kamu, Kak. Tapi aku udah cukup bahagia karena akhirnya bisa deket sama Kakak."

Kamu kembali mengambil oksigen. Kamu lihat Hyein udah kembali bersama para petugas kesehatan. Kamu cuma tersenyum lemah, mengisyaratkannya untuk menunggu.

"Kak Han, aku mau kamu. Tapi kayaknya Tuhan nggak izinin aku untuk itu."

Kamu menyembunyikan wajahmu di dadanya. Menggumam lirih yang hanya mampu didengar oleh Han Jisung seorang sebelum lelaki itu gak lagi merasakan udara panas yang menyentuh permukaan kulitnya.



Hari itu, hari terburuk Jisung. Rasanya sama sakitnya seperti masa remajanya dahulu. Ia gak bisa tidur malam itu. Meski timnya menang tanpa dia, meski ia telah berdamai dengan masa lalu dan hidupnya. Han Jisung... merasa kosong.

Hatinya, hanya penuh akan satu nama. Si gadis imut, yang kini gak lagi ia temui di sekolah.

Hidup Han Jisung monoton. Pergi ke sekolah, latihan sepak bola, pulang, makan, dan tidur. Rutinitasnya hanya berputar di sana. Kadang memang ia main bersama para temannya. Tapi Han Jisung yang ceria gak lagi ada.

Namun itu sebelum ia dan Dowoon kembali bertemu. Lelaki dewasa itu masih sama, pakaian dan mobil yang dibawanya gak berubah. Tapi sorot matanya jelas berbeda. Ada penyesalan yang mendalam di sana. Jisung tahu betul bagaimana tangisan Yoon Dowoon kala itu. Berakhir dengan lembut menggendong gadis dalam pangkuan Jisung dan membawa sosok itu pergi. Meninggalkan area sekolah dan menghilang.

Lantas, Jisung mendapat kabar dari nomor asing sore hari itu. Membuatnya segera bersiap untuk membersihkan diri dan berangkat. Menuju sebuah pemakaman di daerahnya dan bertemu dengan pria paruh baya yang dulu juga sempat Jisung temui dan ia panggil dengan sebutan 'Om'.

Hari itu, Yoon Dowoon memilih untuk gak ikut hadir dalam proses pemakaman. Lalu, ayah dari gadis yang telah tiada itu membawa Jisung untuk makan bersama, dengan sebuah cerita yang mengalir jauh selama mereka mengecap rasa.

Tentang anak dan istrinya, yang menderita penyakit yang sama.

Jantung lemah.

"Han Jisung, saya minta maaf."

Namun Jisung gak seharusnya mendapat maaf dari lelaki yang selalu menjadi saksi bisu atas kepergian orang-orang didekatnya. Dowoon, seharusnya gak perlu merasa bersalah karena telah lalai. Karena Jisung tahu, Yoon Dowoon adalah lelaki yang penuh tanggung jawab.

---

Sunday, 13 march 2022

Hello, Stay!

Thank you for always give me love, keep the support for me and Stray kids.
Thanks again for all your votment. I really appreciate it.

M.n

Publish: Friday, 25 march 2022

Han! | H. JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang