32. But Let Him Confess

139 37 0
                                    

You can tap the star (⭐)  icon there!

Thank you!

💙

Dulu, ketika masanya menuju ke remaja, masih di bangku menengah pertama kelas akhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dulu, ketika masanya menuju ke remaja, masih di bangku menengah pertama kelas akhir. Masa-masa di mana emosinya masih belum stabil. Ketika ia dan teman-teman lelakinya lebih banyak menghabiskan waktu pelajaran untuk membolos dan bertengkar. Merokok dan melanggar peraturan sekolah lainnya.

Kenakalan remaja yang baru besar itu memang biasa terjadi meskipun sebenarnya gak bisa dibenarkan. Tapi Jisung dan teman-temannya mana peduli. Dulu, pikirnya hanya bersenang-senang. Bebas adalah jalan hidupnya.

Keluar malam itu hobi. Membentak... itu kebiasaan.

Jisung itu kasar. Dia selalu berteriak marah ketika inginnya gak dipenuhi. Dia bukan tipe yang suka memalak uang jajan siswa lain. Ia pula bukan yang sering meluapkan amarah, jika itu bersama teman-temannya.

Tapi di rumah, ia berbeda.

Ia hanya takut oleh dua orang. Sang ayah dan kakak lelakinya, yang saat itu masih sibuk akan urusannya sendiri. Kedua kakak beradik itu gak terlalu peduli akan apa yang dilalukan salah satunya. Mereka seolah punya kehidupan masing-masing yang memang gak biaa dicampur. Pun ayah mereka yang masih terlalu sibuk akan pekerjaan.

Lantas ibu... yang jadi sasaran.

Jisung sering kali marah. Hanya karena hal sepele, ia akan berteriak gak suka dan membanting pintu kamar dengan keras. Ia sering cemberut, ia sering kesal, ia pula sering mendecak gak suka akan banyak hal... yang dilakukan sang ibu.

Memang, ibunya selalu bilang, "Jangan marah-marah. Jangan banting pintu. Jangan cemberut."

Tapi Jisung gak dengar. Dia tetap akan sikapnya. Ada nada tinggi yang selalu tercipta tatkala ibunya bertanya pada Jisung, "Seragam kamu robek kenapa? Sepatu kamu kenapa? Itu bet sekolah kamu mana, mau ibu jahit? Kamu mau makan apa?"

Ia akan selalu menjawab, "Nggak usah banyak tanya kenapa sih?! Tinggal jahit aja apa susahnya! Makanan enak kan banyak menunya, bisa cari tahu sendiri kan? Nggak usah apa-apa tanya aku!"

Brak!

Bantingan pintu juga terdengar setelahnya. Memang, ada satu waktu. Di mana batas maksimal seseorang telah mencapai limit, maka apa yang terjadi?

Ibunya datang. Pintu kamar Jisung terbuka lebar. Jisung yang tengah terlentang di atas ranjang tersentak. Untuk pertama kalinya, sang ibu mengambil tindakan. Wanita itu berteriak. Meluapkan isi hatinya yang selalu terpendam hanya karena salah satu anaknya yang selalu sulit untuk dimengerti. Wanita lembut itu bilang lelah. Ia lelah karena ia gak pernah mengerti apa yang Jisung mau. Apa yang Jisung gak suka, dan apa yang Jisung suka. Ia gak pernah mengerti akan Jisung dan semua sikapnya yang menyayat hati. Bantingan pintu dan teriakan tanpa adanya jawaban yang pasti dan enak didengar.

Ibunya gak mengerti.

Tapi Jisung pula gak mengerti. Akan mengapa hanya ada ekspresi kecewa dan sorot mata sedih? Kenapa disela bentakan penuh perih hati itu hanya ada air mata? Kenapa ibunya manangis? Kenapa Jisung... membuat ibunya menangis?

Jisung menggeleng ribut begitu ibunya berlalu ke dalam kamar miliknya sendiri. Menutup diri di dalam bilik kosong dengan suara isakan yang terdengar pedih.

Saat itu Jisung tahu, ia telah salah. Sikapnya selama ini buruk. Ia gak patut dimaafkan. Tapi ibu memang ibu. Jisung mendapat maaf dan pelukan hangat setelahnya. Ibunya esok hari pun tetap membuatkan Jisung sarapan. Menyuruhnya makan dengan senyuman layaknya biasa.

Jisung... meski dengan lututnya yang menempel erat ke lantai dan ciuman penuh air mata deras membasahi kaki sang ibu pun, merasa belum cukup. Kalimat, "Bunda, maaf... Jisung minta maaf..." pun masih belum mampu.

Sebab hingga kini, hatinya masih belum sanggup melepaskan semua rasa kecewa dan sesalnya. Meskipun waktu itu, ibunya telah bilang, "Ya." Dengan tenang.

Jisung terlalu kasar. Jisung terlalu pemarah. Jisung pula terlalu egois. Karena itu Jisung takut. Ia takut gak pantas. Karena jika ibunya aja dia sakiti, maka gak ada alasan dia gak akan menyakiti perempuan lain nantinya. Jisung telah durhaka. Maka ia gak pantas mendapat cinta.

Itu... yang selama ini menjadi masa lalunya. Masa lalu yang mengantarkan balas dendam pada diri sendiri untuk... berhenti mencinta.

---

Tbc.

Thursday, 17 february 2022

(+) i hope u understand

Hello, Stay!

Thank you for always give me love, keep the support for me and Stray kids.
Thanks again for all your votment. I really appreciate it.

M.n

Publish: Saturday, 5 march 2022

Han! | H. JisungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang