23

1.6K 48 2
                                    

"BUKA mulutnya,"

Bella memalingkan wajahnya ketika Rian menyodorkan sendok yang berisi nasi dan sayur di atas sana.

Wanita itu masih merajuk sebab Rian dengan curang melihat tubuhnya. Menurut Bella itu tidak adil, Rian melihat tubuhnya saat ia tidak sadar. Dan, lagi tidak adilnya Rian sudah melihat tubuhnya tapi ia belum melihat tubuh Rian. Tidak adil kan?

Selain itu kekesalan Bella semakin bertambah saat mengetahui yang ada di atas piring itu hanyalah nasi dan sayur saja membuat Bella rasanya ingin mual.

"Jadi, benar kamu yang sudah mengganti pakaianku?" bukannya membuka mulut untuk menerima nasi itu. Justru Bella menanyakan hal yang sudah berkali-kali ia tanyakan membuat Rian menghela nafas sabar.

"Iya. Kamu gak percaya?"

Mata Bella memincing. "Enggak."

"Apa kamu mau kita melakukan reka ulang adegannya?" hal itu sontak mendapat pukulan di bahu Rian.

"Kamu sakit saja tenaganya masih kuat untuk mukul orang," lirih Rian.

"Biarin!"

Rian tertawa. "Sudah buka dulu mulutnya. Makan,"

"Tapi, beneran kamu yang ganti pakaianku?"

"Iya, Bell,"

"Berarti sudah lihat, dong,"

"Sudah," jawab Rian kelewat santai. Perasaan Bella campur aduk, antara malu dan ingin marah. Tapi, tidak mungkin juga marah. Lagian itu kan hak Rian melihat tubuhnya.

"Duh, malu," gumam Bella menggigit jempolnya.

"Kenapa harus malu? Cantik kok,"

Pipi Bella memanas bersemu merah. Malu setengah mampus. Yang di puji Rian ini wajahnya yang cantik atau lainnya? Sungguh ambigu. Kalimat yang memiliki banyak arti ganda. Bisa saja Bella mengartikan lain ucapan Rian itu.

"Apanya yang cantik?" pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Bella.

Rian tersenyum menyeringai. "Kamu," Pipi Bella merah lagi karena ucapan Rian. "Cantik kalau gak pakai baju."

Selanjutnya pernyataan itu membuat Bella langsung menatap Rian datar. Ia mendengus kesal. Sebenarnya tidak kesal. Hanya mencoba menyembunyikan rasa malu yang membuncah.

"Sudah, sini buka mulutnya,"

"Enggak mau. Aku gak mau makan itu,"

"Kenapa? Sayur itu sehat,"

"Aku pengen makan mie,"

"Gak!" tolak Rian mentah-mentah. "Mie itu tidak baik untuk kesehatan. Apalagi di makan pagi hari seperti ini."

"Aku tetap gak mau makan itu," Bella membuang muka, melipat kedua tangannya di dada.

Rian membuang nafas. "Terus kamu tetap mau makan mie? Saya gak izinin. Kamu mau sakit lagi?"

Bella hampir saja melupakan bahwa suaminya ini adalah seorang dokter. Walaupun dokter anak. Bagaimana bisa ia lupa, padahal setiap hari jadwal makan yang harus di makannya di atur oleh laki-laki itu.

Mendesah kesal, Bella menatap Rian. Daripada perutnya terus berdemo, lebih baik ia menerima suapan Rian itu.

"Ya, udah, iya," Bella membuka mulut. Rian tersenyum dan mengulurkan tangannya.

Sesuap demi sesuap Bella terima dengan rasa terpaksa sepenuh hati. Bahkan ia mengunyah makanan itu dengan tidak semangat dan berselera. Mati-matian Bella menahan mual karena rasa sayuran yang terasa hambar dan hanya asin.

FORCED TO MARRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang