36

1.4K 37 4
                                    

"RIAN itu paling suka masakan rumah. Paling suka sayur asem, sama sambal tempe. Dia bisa nambah loh,"

Wanita yang tengah memotong tempe itu menoleh, sedikit kaget atas penuturan mertuanya yang tengah mengaduk sayur asam di atas kompor.

Di saat orang-otang di luaran sana makanan kesukaannya sejenis makanan elite dan mahal. Justru orang kaya seperti Rian malah menyukai makanan sederhana seperti itu.

Ngomong-ngomong soal makanan, Bella juga menyukai makanan sederhana. Contohnya saja nasi kuning. Bella begitu menyukai makanan tersebut. Apalagi ada ayam, tempe kering, mie bihun, serondeng, uhh itu adalah paket komplit yang tidak bisa Bella tinggalkan.

Semalam, Bella dan Rian memang jadi menginap di rumah Naomi. Hati ini Bella minta libur satu hari pada bosnya, untung saja pekerjaan tak terlalu padat sehingga Bella mendapat libur dua hari. Sedangkan Rian? Sebenarnya tidak perlu izin. Rumah sakit tempatnya bekerja adalah milik keluarganya sendiri. Bahkan rumah sakit itu atas namanya sekarang sebab Edward semakin tua dan dia adalah anak lelaki Edward. Meskipun begitu, Rian tetap menitip izin pada Adam.

Jika mereka tahu akan menginap, mungkin Bella akan membawa baju ganti. Sebab di rumah Rian, ia sama sekali tak memiliki pakaian. Dulu tinggal satu hari di rumah ini, ia tak meninggalkan sama sekali pakaian. Tidak mungkin 'kan dia memakai baju Rian yang masih tinggal di lemari kamar laki-laki itu? Jadi lah Bella meminjam baju Luci. Untung saja tinggi dan berat mereka sama. Jadi, dress selutut yang di kenakan Bella saat ini pas di tubuhnya.

"Oh, iya, Ma?"

Naomi tersenyum mengangguk. "Iya. Sayur menir, suka juga. Sayur lodeh juga. Cuman kalau lodeh dia jarang-jatang makannya, karena ada santan."

Bella mengangguk lagi. Rian 'kan dokter pasti menjauhi makanan yang mengandung santan apalagi makanan yang mengandung minyak berlebih. "Mbak, ini tempenya sudah."

Mbak Sri, pembantu rumah tangga di rumah Naomi yang tengah mengulek sambal itu segera meletakkan ulekkannya dan mengambil alih tempe yang sudah di potong-potong oleh Bella untuk di goreng.

"Oh, iya, Non. Biar Mbak goreng,"

"Mau gantiin ngulek, tapi aku gak bisa ngulek," Bella meringis malu. Ia merasa gagal menjadi wanita yang tidak bisa apa-apa. Eit, setidaknya ia masih mau berusaha.

"Engak Papa, Non. Orang itu sambalnya sudah selesai, kok," balas Mbak Sri. "Mau coba goreng tempe, Non?" tawar Mbak Sri.

Bella menggeleng kuat. "Takut keceripatan minyak." lirih Bella.

Naomi hanya tersenyum mendengar ucapan menantunya.

Lantas Bella berdiri menghampiri mertuanya. Berdiri di samping mertuanya, mengintip sayur pada panci di atas kompor.

"Itu sudah matang, Ma?"

"Belum. Sedikit lagi,"

"Tapi airnya sudah mublek-mublek,"

Lagi-lagi Naomi tersenyum. Lucu saja melihat menantunya terlihat antusias dengan tampang ingin tahu. Ingin tahu tentang memasak.

"Aduk dulu, nih," Naomi menyerahkan centong sayur, dengan senang hati Bella mengaduk sayur di atas kompor.

"Ma'af, ya, Ma,"

"Ma'af untuk apa sayang?"

"Bella enggak bisa masak," lirih Bella.

Bibir Naomi tersungging. Tangannya mengelus kepala Bella mengikuti rambut panjang itu hingga pinggang. "Memangnya kenapa?"

"Enggak bisa jadi menantu idaman, dong. Bella enggak bisa masak, pasti Mama kecewa punya menantu seperti Bella," bahu Bella melorot. Dia yang tidak bisa masak, tapi dia sendiri yang kecewa.

FORCED TO MARRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang