24

1.5K 40 0
                                    

SIANG berganti malam, matahari berganti rembulan, cerah berganti gelap. Tak terasa hari sudah petang. Tubuh Bella juga sudah sehat. Di belakang tubuh Bella sehat ada Rian yang terus mengingatkan seharian ini pada wanita itu agar tidak lupa meminum obat. Bella memang sakitnya tidak lama-lama. Maksimal tiga harian saja.

Bella mendesah kesal. Ia berjalan mondar-mandir di sisi ranjang. Resah menunggu Rian yang berada di dalam kamar mandi cukup lama. Padahal perutnya sudah keroncongan sedari yadi. Entah apa yang di lakukan laki-laki itu di dalam kamar hingga menghabiskan waktu bermenit-menit. Padahal ini sudah malam, tidak mungkin jika Rian mandi.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok laki-laki jakung yang Bella tunggu sedari tadi.

"Kamu, kok masih di sini?" tanya Rian datar.

"Nungguin kamu,"

"Kan tadi saya nyuruh kamu duluan ke ruang makan,"

Bella menggeleng. "Enggak mau, mau bareng kamu."

Rian mengangguk singkat, seraya tersenyum tipis. "Ya, sudah ayo." Ia menggandeng pundak Bella, lalu berjalan beriringan menuju ruang makan.

Terlihat seperti pasangan yang saling mencintai, turun dari tangga dengan senyum yang tercetak jelas di kedua sudut bibir pasutri itu yang tanpa mereka sadari mendapat tatapan sinis dari seseorang.

Bella menarik kursi di samping Rian. Ia menatap Silvi yang seperti biasa hendak mengambilkan suaminya itu nasi di atas piring. Memang hari sebelum-sebelumnya Bella enggan melayani suaminya itu. Namun, sekarang ada perasaan tidak rela jika suaminya di layani perempuan lain.

"Biar aku saja," Bella merebut centong nasi yang di cekal Silvi.

"Tidak usah nyonya, biar saya saja," Silvi merebut balik centong nasi itu.

"Enggak usah, biar aku saja!" Bella henda merebut balik centong itu. Tapi, Silvi mencekalnya erat.

"Nyonya ambil nasi untuk nyonya sendiri, biar saya ambilkan untuk tuan,"

"Enggak. Biar aku saja, aku kan istrinya,"

"Tapi, bukan kah biasanya nyonya tidak mau melayani tuan?"

"Iya. Itu kan dulu, sekarang aku mau jadi istri yang baik," sarkas Bella.

"Tap--"

"Berhenti!" Rian pusing mendengarkan perdebatan antara istri dan pekerjanya itu.

"Biar istri saya saja," putus Rian.

Silvi mengangguk. "Baik tuan." Lalu menyerahkan centong nasi itu pada Bella.

Bella tersenyum penuh kemenangan menjulurkan lidahnya pada Silvi.

"Bella, tidak baik begitu," tutur Rian. Bella tersenyum meringis pada suaminya.

"Kalau begitu, saya pamit ke belakang," Silvi melangkah kan kakinya menuju dapur.

Setelah menuangkan nasi serta lauk pauknya di piring Rian. Bella menuangkan nasi dan lauk untuknya sendiri.

Setelah makan selesai, Bella membantu membereskan meja makan. Membawa piring kotor ke dapur walaupun tidak membantu menyuci. Pasalnya ia harus segera pergi ke kamar menemui suaminya yang lebih dulu menuju kamar.

FORCED TO MARRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang