17

12K 1.5K 75
                                    

Jaemin hanya bisa menundukkan kepalanya sementara Renjun masih menatapnya dingin, menuntut jawaban dari saudara kembarnya yang tak bergeming. Ia melipat kedua tangannya didada.

Sementara Jaemin masih diam seolah merangkai kata untuk menjawab pertanyaan saudara kembarnya, jari-jarinya hanya meremas kaos yang ia pakai.

“Jawab aku Nakamoto Jaemin” Ucap Renjun tegas, iris hitamnya terpejam erat merasa terkejut dan juga takut atas suara penekanan Renjun.

“Surat pemeriksaan kandungan, ini milikmu?” tanya Renjun lagi.

Jaemin terlalu takut untuk mengakui, tak siap dengan kekecawaan yang akan dirasakan Renjun dan juga segala perasaan bersalah pemuda itu pada pria yang lebih tua sepuluh menit darinya.

Namun pada akhirnya dia hanya mengangguk lemah sebagai jawaban.

Dan itu sukses membuat wajah Renjun memerah padam dengan iris berkaca-kaca. Bak dipukuli oleh puluhan orang, dia merasa dadanya mendadak sesak dan sekujur tubuhnya melemas.

Pemuda itu mendongak dengan tangan mengusapi keningnya. Masih mencoba memikirkan kembali respon Jaemin, berusaha menolak untuk percaya.

Namun Renjun akhirnya tak bisa berkata-kata.

“Sungguh? Milikmu?”

Jaemin mendongak mendengar nada bicara Renjun bergetar. Setetes air matanya kemudian jatuh dan ia mengangguk lagi membuat dunia Renjun runtuh saat itu juga.

Dia kehabisan kata-kata.

“Jaemin... Kau hamil?”

Dan selalu pertanyaan yang berulang sebab Renjun masih tak menyangka dengan kenyataan yang baru saja dia dapati pagi ini.

“Bagaimana bisa? Astaga...”

Jaemin kembali menunduk melihat Renjun kalut sendiri.

“Jaemin apa kau sudah gila?”

Jaemin menunduk dengan pipi yang sudah basah, air matanya terus menerus turun. Emoisnya tidak stabil dan dia sulit mengontrolnya. Dia sendiri juga sedang kalut saat ini.

“Ayah dari anak itu, Jung Jeno?” Tanya Renjun, Jaemin hanya mengangguk.

Dia terlalu takut untuk bersuara.
Dia sudah salah dan dia akan biarkan Renjun memarahinya atau jika pemuda itu sanggup dia akan memukul Jaemin.

“Astaga, kepalaku mau pecah rasanya” Gumam Renjun mengusapi keningnya lagi.

Dia mencoba meredam emosinya tapi justru itu membuatnya semakin marah.

“Kau gila? Kau tidak waras hah? Kau tidak mendengar ucapanku selama ini? Kau anggap mulutku yang setiap hari mengomelimu ini hanya angin lalu?”

“Renjun maafkan aku, ku mohon jangan marah. Aku benar-benar frustasi”

“Jangan marah? Bagaimana aku harus menyikapi ini Jaemin? Bagaimana jika ayah tahu?” Omel Renjun.

“Kalian berpacaran?” Tanya Renjun lagi tapi jawaban Jaemin benar-benar membuat Renjun tak bisa berkat-kata. Pemuda itu menggeleng.

“Kenapa kau tidak pernah mendengarkan ucapanku Jaemin?” Omel Renjun seraya memukul pundak Jaemin, pemuda itu lagi-lagi menggeleng dengan perasaan yang sudah kacau.

“Kenapa kau bodoh sekali? Kenapa kau memberikan tubuhmu pada Jeno? Bukankah dari awal kau sudah ku larang?”

“Renjun aku menyesal” Isak Jaemin.

“Menyesal tidak ada gunanya. Semua sudah terlambat. Sekarang, dimana Jeno? Dia harusnya datang kesini”

“Dia bilang, dia tidak bisa menikahiku”

PLAY DATE [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang