27

12.3K 1.4K 338
                                    

Jeno berjalan hilir mudik di ruangannya, tangannya mengepal dengan wajah paniknya. Irisnya beberapa kali menatapi ponselnya diatas meja.

Sudah hampir dua Minggu dan Jaemin belum diketahui dimana ia tinggal. Selama itu, Jeno hanya sibuk memikirkan Jaemin. Tak lagi fokus pada pekerjaannya. Dia juga tak melihat gelagat aneh pada Guanlin.

Entah jika Sekretarisnya itu sangat ahli dalam berakting.

Drrtt...
Jeno tersentak kaget saat mendengar getaran di ponselnya, dia dengan cepat meraihnya berharap bahwa panggilan itu berasal dari orang suruhannya atau setidaknya kenalan Daddynya di China.

Tapi justru Mark lah yang menghubunginya.
Jeno lantas menghela nafas sebal dan dengan malas mengangkatnya.

“Ada apa Hyung?” Tanya Jeno

“Gantikan aku rapat siang ini, Hyungmu mengeluh kontraksi, aku sedang dalam perjalanan untuk pulang”

“Baiklah” Jawab Jeno malas.

Dan setelahnya sambungan teleponnya terputus. Jeno meletakkan kembali ponselnya diatas meja lantas mendudukan tubuhnya dengan lemas pada kursi kerjanya. Kepalanya mendongak dan terpejam.

“Jaemin, kau dimana? Aku merindukanmu” Lirih Jeno.

Jeno nampak gelisah diruangannya, ia tarik tubuhnya yang semula bersandar pada kursi kerja dan melipat kedua tangannya diatas meja, dia menenggelamkan wajahnya di celah lipatan tangan.

Jeno benar-benar frustasi dan hancur. Bagaimana mungkin dari keseluruhan rekan kerja Daddynya di China, mereka tak menemukan informasi apapun? Ini sudah dua Minggu.

Pria itu benar-benar frustasi bak orang gila. Setelah meeting berakhir, dia langsung pulang ke rumah orang tuanya. Sejak kejadian itu, Taeyong tak lagi mengijinkan Jeno tinggal sendiri. Dia memastikan Jeno tak melakukan macam-macam sampa putranya bisa menikahi Jaemin.

Haechan menoleh saat melihat Jeno menapaki anak tangga dengan lemas, ditangannya membawa sebotol anggur dan gelas. Pria itu menghela nafas lalu berjalan menuju dapur.

Jeno benar-benar seperti mayat hidup. Jika bukan karena Daddynya, dia juga enggan berangkat ke kantor. Dia benar-benar tak bergairah. Hanya memikirkan Jaemin dan Jaemin.

Terlambat memang, tapi Jeno akhirnya menyadari bahwa Jaemin membuatnya candu. Dia tak menyadari Jaemin saat disisinya karena pria itu memberikan perasaan nyaman sehingga Jeno tak takut jika Jaemin pergi namun akhirnya dia merasa kehilangan saat Jaemin tak sisinya.

“Arghh”

Dan seperti kebiasannya setiap malam, dia hanya akan mabuk di kamarnya dan meracau. Bangun pagi dalam kondisi kacau. Selalu seperti itu sejak Jaemin pergi.

Bahkan dia berfikir, apakah dia masih belum cukup hancur untuk menebus rasa bersalahnya? Kenapa Tuhan, Belum mengirim Jaemin kembali padanya. Apa karmanya masih belum seberapa?

Tapi nyatanya, Jeno hanya menyakiti dirinya sendiri.

“Jaemin.... Kenapa kau pergi?” Racau Jeno, dia menyandarkan tubuhnya yang terduduk lemas dilantai kamar pada ranjangnya, kepalanya yang berat dan matanya yang terpejam mendongak.

Dia coba membuka matanya, menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan yang mengabur sebab netranya yang mengeluarkan liquid bening. Senyum ya sangat kecut, dan segala cerita tentang Jaemin berputar diotaknya.

Melihat bagaimana wajah cantiknya saat tertawa. Sifatnya yang lembut dan juga hangat, perhatiannya pada Jeno? Dia rindu...

Penyesalannya adalah, bukan karena dia yang menolak bertanggung jawab. Tapi terlalu larut dalam bayang-bayang Haechan hingga dia terlambat menyadari perasaanya sendiri pada Jaemin.

PLAY DATE [NOMIN]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang