Rasa Ingin Membunuh

3.7K 465 59
                                    

"Gwen bangun!" ucap Leon menggoyangkan tubuh Gwen. Tubuh Gwen terus kejang-kejang.

"Dokter!" teriak Leon sekuat tenaga.

Para Dokter dan Suster datang. Langsung menangani Gwen. Leon mundur, menatap tubuh Gwen yang masih kejang-kejang.

"Leon, apa yang terjadi sama Gwen?" tanya Tante Disti yang baru saja masuk kedalam ruangan.

"Gak tau Tan. Tiba-tiba tubuh Gwen kejang-kejang gitu aja," ucap Leon.

"Ya Tuhan, selamatkan lah Gwen... " ucap Tante Disti sembari menangis. Ia tidak tega melihat kondisi Gwen seperti ini.

Dokter keluar, berjalan kearah Leon dan Tante Disti.

"Bagimana keadaan Gwen, Dok?" tanya Leon.

"Pasien sudah berhasil melewati masa kritisnya. Mungkin satu atau dua jam akan siuman. Biarkan dia istirahat," ucap Dokter.

Keduanya lega, mendengar kabar baik dari Dokter. Dokter pamit, tinggal Leon dan Tante Disti yang duduk di depan kamar Gwen.

"Gwen.... " ucap seseorang yang baru saja datang. Rahan Leon mengeras, melihat siapa yang baru saja datang. Lelaki itu langsung menarik Alvaro mejauh dari kamar Gwen.

"Jadi selama ini lo pelakunya?" ucap Leon mengunci pergerakan Alvaro.

Alvaro tersenyum sinis, mendengar ucapan Leon.

"Jawab bangsat!" teriak Leon penuh emosi.

"Maaf Mas, jangan buat keributan di sini," tegur Suster. Leon melepaskan cengkraman tangannya pada kerah baju Alvaro.

"Setelah ini, gue janji gue akan buat perhitungan sama lo!

Alvaro hanya diam, sama sekali tidak takut dengan ancaman Leon. Leon pergi, meninggalkan Alvaro. Alvaro langsung masuk kedalam ruangan Gwen. Ia terdiam, melihat kondisi Gwen.

Lelaki itu duduk di depan Gwen, mengusap kepalanya lembut.

"Gwen, gue yakin lo dengar gue, kan... " ucap Alvaro.

"Gwen apa lo ingat? Dari dulu lo deket banget sama gue sama Raja. Kita yang selalu jagain lo dari Sandrina. Pertemanan kita udah lama. Dan gue sayang banget sama lo," ungkap Alvaro.

"Gue sayang bukan sebagai sahabat. Tapi lebih dari itu, meski gue tahu yang lo cinta itu Raja tapi lo tetap di hati gue Gwen," sambung Alvaro,  begitu puitis.

Alvaro melihat secara langsung, tangan Gwen bergerak. Dengan air mata yang sudah mengalir di kedua sudut matanya. Kedua mata Gwen terbuka dengan sempurna. Alvaro sendiri juga kaget melihatnya.

"Gwen, lo beneran udah sadar?" ucap Alvaro. Gwen menatap Alvaro dengan tajam. Alvaro terdiam, ia hafal betul tatapan siapa itu.

"Sandrina?"

"Dia lemah," ujar Sandrina. "Lo sesayang itu sama Gwen? Mau berkhianat?"

Sandrina melepas selang infus di tangan Gwen.

"Rin, gue mohon. Jangan seperti ini. Kasihan sama Gwen, " ujar Alvaro.

"Alvaro, lo udah nyusun rencana buat bunuh Leon kan? Gue mau secepatnya si kaparat itu meninggal!"

"Iya. Gue tahu, tapi lo jangan siksa Gwen kayak gini. Gue mohon. Kasihan dia," ucap Alvaro.

"Dia lemah! Jiwanya menolak untuk hidup. Sementara gue harus tetap hidup untuk menuntaskan semua ini," ucapnya.

"Arghh.... " Sandrina berteriak, ketika merasakan kepalanya begitu sakit.

"Argh... "

"San, lo gak pa-pa?" ucap Alvaro. "Dokter! Suster!"

GAME OF THE DEATH✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang