Aku berjalan di koridor sekolah. Sembari membawa buku ke kantor guru. Di jalan, aku berpapasan dengan Arian yang sibuk dengan buku dan earphone di kedua telinganya. Kami saling lewat begitu saja, tanpa saling sapa. Tidak lama setelah Arian, Kane lewat bersama beberapa temannya. Ia juga sama. Seperti tidak mengenalku.
Huh, aku menghela nafas. Semenjak kematian Lea. Kami sudah memutuskan untuk hidup masing-masing. Dan aku sama sekali tidak menyangka, jika aku akan merasakan situasi seperti ini lagi.
"Eh Gweni, mau ngantar buku, ya?" Aku sedikit terkejut, ketika Bu Tuti menyapaku.
"Iya Bu, saya bawa masuk dulu bukunya," ucapku. Bu Tuti mengangguk, aku meletakkan buku-buku tersebut di atas meja beliau.
"Gweni, saya mau nitip tugas buat kamu. Sekarang jam saya ngajar di MIPA 1, kamu bisa sampaikan ke mereka untuk mengerjakan soal di halaman 36?" ucap Bu Tuti.
"Oh iya Bu, bisa. Halaman 36, ya? "
"Iya. Ini di tulis soalnya. Kalau jam saya sudah selsai, harus di kumpulkan di meja saya. Soalnya saya mau pergi," jelas Bu Tuti.
"Baik, Bu. Kalau begitu saya permisi," ucapku. Bu Tuti mengangguk, aku melangkahkan kaki ku pelan. Apalagi ketika mendengar obrolan Bu Tuti dan Bu Ajeng.
"Bu jadi jenguk, Sekar?"
Deg!
Aku menghentikan langkah.
"Jadi Bu, hari ini. Ini saya mau berangkat di tunggu sama Pak Teguh. Sebenarnya saya gak siap mau ketemu Sekar. Selain dia murid yang sangat pintar, dia juga lumayan dekat dengan saya."
"Jadi saya rada gak tega gitu Bu. Melihat kondisinya yang sekarang.'
"Gwen...."
"Alana!" Karena takut ketahuan. Aku menarik Alana untuk lebih jauh dari tempat tadi.
"Kenapa sih? Lo kok aneh gitu?" tanya Alana. Aku mendongak kanan dan kiri.
"Gue tadi gak sengaja nguping pembicaraan Bu Tuti sama Bu Ajeng, soal Sekar," ucapku lebih pelan.
"Ha?"
"Kata mereka, kondisi Sekar benar-benar memprihatinkan," ucapku lagi.
"Kenapa Sekar bisa sedepresi itu? Gue makin bingung. Dan seketika gue gak yakin kalau Sekar dalang dari semua ini," ucap Alana.
"Gue juga. Gue yakin, di sini dia cuma korban," ucapku menyandarkan kepalaku pada dinding. "Terus siapa pelakunya?"
Alana menggelengkan kepalanya. "Kalau gue tahu siapa pelakunya. Udah gue bunuh tuh orang, dengan tangan gue sendiri."
"Heh, kalian ngapain di sini?" Kami kaget, karena suara Leon.
"Eon, gue kira siapa, " ucap Alana.
"Kenapa di sini? Masuk kelas sana! " ujar Leon kepada kami.
"Lah lo ngapain di sini? Bolos?" tebak Alana.
"Eon, kenapa kita gak ngundang tim forensik buat kasus, Lea?" tanyaku kepada Leon.
"Susah. Semua orang bakalan tahu apa yang kita alami selama ini. Dan pasti rahasia kita bakalan ke bongkar, " ucap Leon.
"Tapi jujur gue capek hidup kayak gini. Setiap hari gue hidup dalam kecemasan, kekhawatiran, apakah gue bisa hidup hari ini?" ucap Alana mencurahkan isi hatinya.
"Bukan cuma lo kok, Lan. Kita semua juga gitu," ucap Leon.
"Guys, kan rekaman CCTV di rumah Lea cukup jelas, gimana kalau kita nyuruh orang buat gambar sketsa pelaku itu?" ucapku memberi saran.

KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OF THE DEATH✔️
Misteri / ThrillerSetelah ketua gengnya meninggal. Keadaan semakin runyam. Mereka harus menemukan siapa pelakunya. Satu persatu meninggal. meninggalkan teka-teki yang sulit di pecahkan. Siapa pelakunya? siapkah kalian bermain. GAME OF THE DEATH....