|| Geng Populer

6.2K 825 76
                                    

"Tidak....,"

Aku berteriak sembari membuka mata. Nafasku tersengal-sengal. Aku mencoba mengaturnya. Kenapa mimpi itu datang lagi? Kenapa aku selalu di hantui rasa bersalah? Arghh! Sial! Aku melirik kearah Alana yang sedang tertidur pulas.

Kami memang sedang menginap di rumah Giel. Dan kebetulan aku dan Alana menempati kamar yang sama. Aku melirik meja di sampingku. Tidak ada air ternya. Aku menyingkapkan selimut dan berjalan menuju dapur. Suasana rumah nampak sepi.

Aku yakin mereka semua juga sudah tertidur pulas. Di dapur, aku menuangkan air putih. Namun, aku menghentikan kegiatanku. Karena, aku melihat sebuah bayangan. Bayangan itu tepat di belakangku. Sosok bayangan, seseorang mengacungkan pisaunya tepat kearah ku. Aku mendongak kebelakang. Namun, tidak ada apa-apa.

Aneh. Rasanya seperti sedang di awasi. Aku duduk di mini bar. Dan meminum air putih yang baru saja ku tuangkan. Rasa kantuk itu datang kembali. Namun aku masih penasaran. Apa yang membuatku tidak tenang seperti ini?

Apa semua ini karana rasa bersalah ku kepada Raja? Atau karena hal lain? Giel sudah tidak ada. Harusnya, aku jauh lebih leluasa untuk hidup. Karena selama ini, hidupku selalu di atur oleh Giel. Selalu begitu. Tapi aku juga merasa kehilangan Giel meskipun sikap tempramentalnya sangat membuatku risih. Tapi tanpa sadar, dia telah menjadi pelindungku selama ini.

Selama hampir 17 tahun hidup. Sebagian besar hidupku memang bergantung kepada Giel. Giel dan Mamanya sangat baik kepadaku. Aku adalah seorang yatim piatu. Orang tua ku meninggal, ketika aku berumur 13 tahun. Mereka meninggal karen kecelakaan pesawat. Sementara aku memang tidak punya saudara di sini.

Dan akhirnya Mamanya Giel lah yang mengurusku. Beliau juga yang memegang perusahaan kecil milik keluargaku. Mama dan Mama Giel adalah sahabat. Jadi wajar, karena aku sudah kenal dengan Giel sejak kecil.

Giel sudah hafal betul apa yang kusukai, dan tidak kusukai. Sejak kecil,aku selalu bersama Giel. Dan Giel juga selalu melindungi ku.

"Ngapain lo di sini?" ucap seseorang. Aku mendongak ke sumber suara.

"Kane," ucapku. Kane melipat tangannya di depan dada.

"Gue tahu, pasti lo lagi nyusun rencana, kan? Buat gimana cara musnahkan kita satu persatu," ucap Kane tersenyum culas.

Apa? Aku benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang di ucapkan oleh Kane. "Lo ngomong apa sih Kan?"

"Mereka emang bisa lo kibulin Gwen." Kane menatapku tajam. "Tapi tidak dengan gue," sambungnya.

"Sumpah! Gue bingung sama pemikiran lo Kane! Kenapa lo seolah-olah nuduh gue. Sementara gue aja gak tahu apa yang terjadi," ucapku.

"Gwen, Gwen, kapan sih lo tunjukin wajah asli lo. Jangan wajah polos lo yang menjijikan ini yang lo tunjukin terus!"

"Gue gak ngerti ya sama apa yang lo omongin! Intinya gue gak mungkin bunuh Giel, gue gak mungkin bunuh pacar gue sendiri!" ucapku dengan tegas.

"Hahaha, pacar? Bukannya lo gak cinta sama Giel? Lo cinta sama si cupu itu kan?" Aku terdiam, tidak menjawab ucapan Kane. "Jangan lo pikir,gue gak tahu apa-apa tengang lo Gwen. Gue tahu semua tentang lo!"

Setelah mengucapkan kalimat tersebut. Kane pergi meninggalkan ku. Aku masih diam mematung di tempat. Tidak! Kane tidak mengetahui tentang diriku. Pasti dia hanya mengada-ada. Kepalaku pusing, aku mencoba berjalan menuju kamar.

***

Pagi hari, aku sudah bersiap untuk pergi ke sekolah. Kali ini Leon meminta untuk kita berangkat bersama. Ini pertama kalinya, karena aku sempat mengasingkan diri beberapa bulan ini. Tepatnya setelah tragedi itu. Tragedi pembullyan yang berujung kematian. Akan ku ceritakan nanti, bagaimana semua itu bisa terjadi.

GAME OF THE DEATH✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang