|| Korban Selanjutnya

4.6K 700 66
                                    

Gwen POV

Aku mengemasi alat tulis ketika bel sekolah sudah mulai berbunyi. Pelajaran Miss Diana siang ini begitu melelahkan. Di tambah dengan cuaca siang hari yang begitu terik.

"Guys! Nongkrong dulu yuk," ajak Alana sembari menatap kami.

"Gue gak bisa, hari ini di rumah ada arisan keluarga," ucap Lea. Nea juga mengangguk, membenarkan ucapan kembarannya.

"Oke, kalau Nea sama Lea gak bisa, berarti Kane, Arian, Gwen, sama Leon bisa kan?" ucap Alana dengan kedua mata yang berbinar.

"Gue.... "

"Permisi, Kak maaf menganggu. Kakak di panggil sama kepala sekolah," ucap seseorang mengela ucapan Leon.

"Lo manggil siapa?" tanya Leon.

"Kalian semua, dipanggil kepala sekolah," ucap adik kelas tersebut. Adik kelas tersebut pergi. Kami saling tatap.

"Guys, perasaan gue gak enak," ucap Alana memenangi dadanya.

"Kenapa kepala sekolah manggil kita? Apa jangan-jangan kepala sekolah tahu kalau kita... "

"Jaga mulut lo Nea! Kita jangan ucapin kalimat itu di sini," ucap Leon memotong ucapan Nea.

"Mending kita langsung ke sana," ucapku. Mereka mengangguk, dan kami pun berjalan menuju ruangan kepala sekolah. Saat itu di koridor sekolah sepi.

Sampai di sana, kami terkejut. Karena ada polisi yang sedang mengobrol dengan kepala sekolah. Kita saling pandang, ada apa? Kenapa harus ada polisi di sini?

"Permisi, Bu," ucap Kami. Membuat para polis dan Kepala sekolah mendongak menatap kami.

"Kalian silahkan masuk," ucap kepala sekolah. Kita masuk kedalam, dan langsung duduk di sofa yang ada di ruangan ini.

"Apakah benar, kalian semua teman-teman Argiel Louis Martine?" tanya pak polisi. Kami diam saling pandang.

"Iya Pak, kami semua sahabat-sahabatnya," ucap Leon yang akhirnya menjawab pertanyaan polisi.

"Oke, saya akan memeriksa kali satu persatu. Kalian harus menjelaskan di mana kalian berada ketika kejadian malam itu. Saya akan memulai dari yang paling ujung." Polisi tersebut menunjuk Nea di sebelah kiri.

Beliau membawa sebuah surat yang berisikan pertanyaan untuk kami.

"Azanea Hilya Upaira, saat kejadian malam itu. Berada dimana kamu?" tanya polisi.

Nea meremas sisi roknya. Aku mengerutkan kening, mungkin Nea sedang gugup sekarang.

"Saya ada di rumah Pak, bersama kembaran Saya. Kalau Bapak gak percaya, Bapak bisa tanyakan kedua orang tua kami," ucap Nea setelah beberapa detik kemudian. Lea juga ikut mengangguk,  mendengarkan ucapan adik kembarnya.

Polisi mengangguk, lalu ia berbisik kepada rekannya.

"Apakah kamu sangat dekat dengan suadara Argiel?" tanya polisi lagi.

"Kita dekat. Ya karena kita seorang sahabat," jawab Nea lagi. Polisi mengangguk.

"Oke cukup. Selanjutnya kamu," ucap Polisi menunjuk Alana.  "Alana Silviana Maurer, saat kejadian berada kamu berada dimana?"

Alana terdiam sebentar, aku tahu waktu itu Alana sempat mengabari ku, kalau dia sedang tarung bebas. Dan apakah Alana akan berbicara jujur dengan polisi?

"Saudara Alana, jawab pertanyaan saya, " ucap polisi.

"Eum, saya waktu itu berada di.... di rumah Nenek saya," ucap Alana tersenyum kaku. Alana berbohong, padahal ia sedang tarung bebas.

GAME OF THE DEATH✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang