"Asuka.. cepat sikat gigimu.." ujarku.
"Tidak mau. Aku ingin kau menyikat gigiku.." ujarnya memelukku dari belakang.
Tangannya sibuk memijati payudaraku. Dia juga menggesekan penisnya kebelahan pantatku. Ku abaikan saja perbuatannya kali ini dan lanjut menyikat gigiku. Sudah seminggu aku memberikan seks tiap pagi sebelum berangkat kerja dan juga di malam hari sehabis pulang kerja. Di tambah lagi servis non stop di saat weekend. Seharusnya semua itu sudah cukup membuatnya puas. Tapi ternyata dia masih tidak bosan bercumbu denganku. Dia masih ingin melakukannya sekali lagi di hari keberangkatannya ke Hongkong.
Kali ini dia lebih nakal dan makin lengket menempel padaku. Penisnya seperti tidak mau berpisah dari vaginaku walau hanya semenit. Buktinya sekarang, meskipun aku sedang menggosok gigi dia menurunkan celana dalamku dan lalu memasukan penisnya dari belakang. Dia begitu keras kepala. Meskipun kularang dia juga tak akan mendengarkannya.
Aku tetap menyikat gigiku dengan matanya mengerjap-ngerjap merasakan cumbuan doggy style-nya. Gerakannya masih begitu nikmat sampai-sampai ku gigit sikat gigiku begitu kencang. Ketika mengambil gelas untuk berkumur, air di gelasku berkurang banyak karena guncangan seks. Aku berkumur dengan air yang tersisa dan membersihkan mulutku dengan handuk.
Aku mengambil sikat gigi Asuka dan memberikan odol di atasnya.
"Menghadap padaku. Biar ku bersihkan gigimu" ujarku.
Dia mengangkat kakiku, menekuknya kedepan dan lalu memutarku agar menghadap kearahnya. Dia sama sekali tak mau melepaskan penisnya dari vaginaku. Dia angkatnya tubuhku dan mendudukanku di atas wastafel. Tangannya memegangiku agar tidak terjatuh. Gerakannya masih berlanjut. Aku mencoba konsentasi mengurangi desahanku dan menyikat giginya.
Dari hal ini aku belajar jika skill multitasking hanyalah mitos. Aku tak bisa bercumbu sambil menyikat gigi pacarku. Hasil pekerjaanku juga tidak maksimal karena sikat gigi yang kupegang sering nyasar ke terggorokannya. Dia berkali-kali nyaris tersedak. Tapi itu juga bukan sepenuhnya salahku, kan? Setelah berhasil menyikat semua bagian gigi itu dia tidak berkumur. Dia mengikatkan kakiku di pinggangnya lalu membawaku ke shower dan memilih berkumur di sana. Dia melakukan banyak pekerjaan di waktu yang bersamaan. Berkumur, mandi dan mencumbuiku.
Setelah dia berhasil klimaks sekali di kamar mandi aku segera menyingkir dan menjaga jarak. Begitu dia mendekat aku langsung mendepak menjauh.
"Aaahh, Mikase-san! Jangan jauh-jauh dariku!" rengeknya.
"Kau ini jika kuturuti tidak akan ada habis-habisnya! Sudah cukup! Kau bisa ketinggalan rombonganmu!" seruku mengomelinya.
Karena waktu yang kami miliki juga terbatas aku juga tak bisa terus meladeni kemauannya. Kami segera berpakaian dan pergi kekantor agency Asuka. Kousuke sudah berada di sana dengan menenteng kopernya menunggu giliran masuk kedalam bis.
"Hei! Kousuke-kun!" seruku menyapanya.
"Mikase-san, selamat pa...gi.." Kousuke membisu melihat kami.
Ya bagaimana tidak. Aku benar-benar kerepotan menyeret koper dan juga pacarku yang tak mau mengendorkan pelukannya. Asuka memelukku begitu rapat hingga leherku tak bisa tegak.
"Apa yang kau lakukan, Asuka-san?" tanya Kousuke dengan nada datar.
"Aku tidak mau melepaskan pacarku hingga sampai ke Hongkong" ujarnya.
"Aku kan sudah bilang tidak bisa ikut" ujarku lagi.
"Uhh! Ayolah!! Aku tidak bisa hidup jauh darimu, Mikase-san.. lebih baik aku mati saja!" dia mulai mendramatisir.
Aku menghelah napas Panjang dan begitu juga Kousuke, "Asuka-san jangan repotkan pacarmu seperti itu, dong" ujar Kousuke menegurnya.
"Diam! Aku sedang berusaha agar dia mau ikut ke Hongkong!" Asuka ternyata masih bersi keras.
"Aku kan sudah bilang tidak bisa karena ada pekerjaan" ujarku.
"Kenapa, sih? Kenapa kau lebih memprioritaskan pekerjaanmu ketimbang aku? Ternyata hanya sebesar itu cintamu padaku! Kau jauh lebih mencintai pekerjaanmu ketimbang diriku! Huuu..huuu.." Asuka mulai dengan drama merengeknya lagi.
"Apa bedanya kau dengan aku jika sekarang kau memaksaku untuk ikut ke Hongkong bersamamu. Kau juga memprioritaskan pekerjaanmu di bandingkan cintamu kepadaku, kan?"
"Siapa bilang? Aku juga berani meninggalkannya, kok! Jika itu demi dirimu!" serunya.
"Benarkah? baiklah.. jelaskan Kousuke-kun.."
"Memangnya kau sanggup membayar denda pembatalan kontraknya?" ujar Kousuke membuat Asuka terkesiap, "dewasalah, Asuka-san" ujar Kousuke begitu kesal.
Akhirnya aku bisa berontak melepaskan diri darinya, "sudahlah, setelah kau sampai di tempat langsung menghubungiku, oke? Lakukanlah pekerjaanmu dengan baik. Dan jangan kecentilan di hadapan wanita lain" aku memberikan nada ancaman di pesan yang paling akhir.
Asuka masih saja memperlihatnya wajahnya yang memelas mengharapkan belas kasihan dariku. Tangannya menggenggam erat tanganku.
"Kenapa diam saja? Jawaab.." desakku.
"Baik" dia pun mengeluarkan suara parau. Aku berjinjit mengecup pipinya dan memberikan pelukan terakhir kalinya, "aku akan baik-baik saja sembari menunggumu disini. Jangan mencemaskanku."
Asuka mendekapku erat. Dia mengecup bahu dan pipiku. Setelah itu dia mulai bisa melepaskanku. Sebenarnya berpisah dengannya juga membuatku resah. Jujur perasaan ini rasanya seperti de javu saja. Aku teringat saat terakhir dia pergi ke Korea Selatan untuk bertemu Rina-san. Setiap teringat kenangan menyakitkan itu luka batinku kembali terasa perih. Tapi saat ini aku tak akan bereaksi berlebihan karena tahu jika dia pergi bukan untuk menemui wanita lain. Aku berharap dia bisa berangkat dan pulang kembali kepangkuanku dengan keadaan selamat.
Aku terus melambai kepadanya hingga bis yang membawanya pergi menjauh dan tak lagi terlihat dari pandanganku. Setelah itu aku berbalik dan masuk kembali kemobil untuk segera berangkat kekantor.
Ketika aku menyalakan mobil mataku tertuju kepada seseorang yang tidak asing. Dia seorang wanita. Memakai blus putih dan rok hitam selutut. Dia terlihat berbicara dengan orang yang ada alam teelepon sambil menggeret kopernya. Aku membeku seketika. Wanita ini kembali mengorek luka batinku. Aku kenal jelas siapa dia meskipun dia telah memotong pendek rambutnya.
Wanita ini adalah Ichinose Rina. Mantan kekasih Asuka. Wanita yang dulu kuintip dari lubang kecil yang ada di apartemen lamaku. Wanita yang juga mencampakan Asuka agar bisa menikah dengan pria pilihan keluarganya.
Aku melihatnya berjalan masuk kekantor agency Asuka. Segera kubuka kembali sabuk pengamanku agar bisa mengejarnya. Tapi suara dering ponsel mencegahku. Aku segera mengangkat panggilan itu dengan mata masih mengajar kepada wanita itu.
"Halo" jawabku kepada seseorang yang menelponku.
"Mikase! Dimana kau?! Lima menit lagi meeting akan segera di mulai!" itu suara Fukuro-san.
"Aku baru saja mengantar pacarku. Sekarang aku sedang dalam perjalanan" ujarku.
"Jangan banyak alasan!! Cepat kemari!! Jangan buang waktumu!!" Fukuro-san mendesakku.
Dengan terpaksa aku pun mengabaikan rasa penasaranku dan segera berangkat kekantor. Hatiku benar-benar gamang? Kenapa wanita itu ada disini? Apa dia akan kembali bekerja kekantor agency Asuka? Aku benar-benar di rudung kecemasan.
Dari cerita Asuka aku tahu jika sosok Rina-san tak pernah tergantikan dalam hatinya. Sudah sejak lama dia mencintai gadis itu, dia juga menjalani cinta bertepuk sebelah tangan dalam waktu yang lama hingga akhirnya cintanya terbalas. Karena terhalang restu orang tua hubungan mereka pun tidak berlanjut. Dan posisiku sekarang aku hanyalah pengganti Rina-san. Aku hanyalah obat untuk menyembuhkan kesedihan hati Asuka yang telah terluka oleh wanita itu.
Aku takut jika dia kembali dia akan merebut Asuka dariku. Tapi disisi lagi aku masih berpikir optimis jika dia tak akan melakukan itu. Dia juga sudah bersuami. Dan semoga saja dia tak berniat mendekati kami untuk selamanya. Semoga saja.
Iya.. semoga aja ya Ryu-neechan.. tapi tetap saja yang nentuin gimana nanti jadinya tetap saya.. yang sabar ya..😁😜
YOU ARE READING
Voyeurism
RomanceDisclaimer!!! Area content 21+ teman-temaan!! Di harap bijak memilih bacaan Mengandung sexual content, feminim dominant dan bdsm ❤️💕 Mikase Ryu adalah seorang wanita kantoran yang masih lajang dan merasa kesepian menjalani hidupnya. Namun dia m...