Chapter 44

203 9 3
                                    

Sekelebat memoriku kembali kemasa lalu. Ketika di akhir pekan aku sedang sendirian menonton film di dalam kamar apartemenku. Saat itu aku mendengar suara tawa. Aku hafal jelas jika suara itu adalah suara dari tetangga sebelah dan dari yang kudengar dia bersama dengan wanita. Wanita yang memiliki suara kalem dan memiliki tawa yang begitu jernih. Dia adalah Ichinose Rina, pacar si tetangga sebelah.. lebih tepatnya sekarang dia adalah mantan pacar Asuka.

Meskipun aku tak pernah berpapasan maupun berkenalan dengan wanita itu aku mengenal suaranya. Suaranya saat tertawa, suaranya saat bicara, suaranya saat mendesah.. uhh! Kenapa hal memuakan itu selalu teringat di kepalaku? Di saat Asuka menjadi pacarku suara rayuan wanita itu bagaikan mimpi buruk untukku.

"Sayang.." dan sekarang suara itu kudengar begitu jelas karena aku mendengarnya dari ponsel Asuka.

"Hiks.." wanita itu mengisak, "Asuka Sayangku, aku minta maaf atas perilakuku selama ini.. hiks..hiks.. aku merasa bodoh telah membuatmu begitu membenciku.. hiks.. kau pasti tidak bersuara karena masih muak kepadaku.." wanita ini terus menangis di telepon.

Aku menatap Asuka yang masih terlelap disisiku. Aku yakin bukan sekali dan dua kali wanita ini berusaha menghubunginya. Dan demi menjaga hubungannya denganku dia memilih untuk mengabaikan wanita ini.

"Sayang.. maafkan aku.. selama ini hidupku tanpamu terasa tak ada artinya. Jika bisa kuulang waktu lebih baik aku lari kepelukanmu saat kau datang menemuiku waktu itu.. dari pada menjalani hidup semenderita ini.. hiks... huhuhu.." dia makin menangis tersedu-sedu, "Sayang tolong aku.. hanya kau yang bisa membawaku lari dari semua penderitaan ini... kumohon.."

Seharusnya aku segera menyalak kepadanya, tapi entah kenapa bukanlah rasa cemburu yang kali ini menguasaiku. Aku justru terkejut jika dia memohon seperti ini kepada mantan pacarnya. Bisa jadi kehidupan pernikahan yang dia jalani tidak mudah. Dan setelah sekian lama dia bergantung pada Asuka dia kembali memohon-mohon seperti ini justru membuat api kecemberuran yang membakarku tersiram oleh rasa iba. Aku tetap mendengarkannya bicara meskipun dia tetap menangis sesenggukan.

"Sayang aku begitu merindukanmu. Setiap saat kau selalu terbayang di benakku.. mungkin kau sekarang sudah memiliki wanita lain disisimu. Maka dari itu kau mengabaikanku. Meskipun begitu aku ingin sekali kau kembali berbicara kepadaku. Jangan lagi mengabaikanku... dari sekian banyak kenangan yang kita jalani bersama.. apa sebegitu mudahnya kau melupakanku? Oh, Asuka.."

Rupanya dia juga sudah memperkirakan jika Asuka sudah memiliki kekasih yang lain. Jika aku jadi dia, aku akan sadar diri. Setelah melakukan kesalahan sebesar itu seharusnya aku tak memohon kepada mantan untuk terus menghubungiku. Rasa ibaku jadi hilang dan berganti dengan kekesalan.

"Dan ketika kita bertemu di Hongkong seminggu yang lalu..."

Tunggu dulu! Apa? Hongkong!?

"Mikase-san?" suara Asuka tiba-tiba membuatku terkejut.

Dia memergokiku sedang menerima telpon dari ponselnya. Tatapan matanya menjadi begitu tajam kepadaku. Tangannya langsung merampas ponsel itu dari tanganku. Aku yakin dia akan marah besar kali ini.

"Emm.. tadi ada yang menelponmu.." ujarku tergugup.

Dia melihat nomor yang menghubungi tersebut dan langsung mematikannya, "kau tahu siapa yang bicara di telpon ini, kan?"

Aku menjawab dengan anggukan. Karena tertangkap basah seperti ini aku tidak bisa mengelak lagi. Tetapi aku juga kesal karena di akhir telepon aku mendengar mereka bertemu di Hongkong.

"Apa itu Ichinose Rina?"

"Kau bertemu dengan dia di Hongkong, kan?"

Kami bertanya bersamaan. Aku juga kukuh tak akan menjawab pertanyaannya jika dia tidak menjawab pertanyaanku dan begitu juga dia. Tetapi dari raut wajah kami tidak bisa berbohong satu sama lain. Jawabannya sudah jelas.

VoyeurismWhere stories live. Discover now