Aku hanya bisa menghelah napas berat setelah selesai mengangkat rebusan telur terakhir, container berisi bumbu masih belum terisi penuh oleh telur. Padahal Sebagian besar telur yang kurebus sebelumnya sudah hampir habis. Lagi-lagi Asuka tanpa sadar melahapnya setelah dia selesai mengupasnya. Meski sudah menghabiskan tiga mangkuk nasi saat sarapan dia masih mampu nyemil telur rebus tanpa henti.
"Terus! Habiskan saja semua telur itu!" geramku.
Asuka melirik sebaskom telur yang sedang kubawa. Dia langsung menyambutnya, "akhirnya ada lagi yang sudah matang!"
"Asuka!"
"Mikase-san! Aku memerlukan semua makanan ini demi mengisi stamina!" dia beralasan seperti itu.
"Iyaa.. Tapi jika kau terus menyemil telurnya kapan kita akan selesai membuat lauk ini! Banyak lauk lain yang harus kita buat!" seruku mengomelinya.
"Memangnya aku makan banyak? Aku hanya memakan beberapa kok!" sanggahnya.
"Kau sudah habis tiga lusin sebih" ujarku.
"Benarkah?" Asuka mana mungkin menghitungnya. Dia mengupas telur begitu cepat tetapi dia tidak lagi memasukannya ke container dan kembali melahapnya. Semua telur itu bisa langsung masuk begitu saja kemulutnya.
"Ah, sudahlah!" aku menyerah lagi untuk menegurnya, "jika bumbunya tersisa banyak seperti ini pasti sayang sekali jika tidak di pergunakan.."
"Masih bisa, kok. Kau bisa menggunakannya untuk membumbui daging ayam atau daging sapi" ujar Asuka.
"Hah, kau ini! aku juga mau sarapan pagi dengan telur!" ujarku.
Asuka mengupaskan telur lalu menyuapiku dengan telur itu. Meskipun aku kesal tapi aku juga menggigit separuhnya.
Setelah sempat tepar karena kejadian kemarin malam, Asuka makin berambisi untuk memperkaya stamina tubuhnya. Dia menyesal ternyata latihannya selama ini terasa tak berguna sama sekali. Tapi untuk apa juga dia berusaha memperkaya stamina. Toh aku sendiri juga tidak akan melakukan hal memalukan itu sampai kapanpun.
"Memangnya kau suka saat aku melakukannya?" tanyaku.
Asuka menelan ludah, sinar wajahnya terlihat meredup. Sebenarnya mentalnya masih terguncang, "sebenarnya.. tidak buruk juga" ujarnya.
"Asuka, kau tahu sejak awal kita juga menyapakati kata aman untuk mengantisipasi hal ini. Meskipun kau memintaku untuk berbuat sadis tetapi sebenarnya aku juga tidak ingin menyakitimu" ujarku.
"Kau tidak menyakitiku, Mikase-san! Aku sebenarnya sangat menikmatinya!" serunya bersi keras, "Hanya saja aku jadi minder karena ternyata aku tidak ada apa-apanya di banding dirimu!" jelasnya.
"Apa masudmu? Aku tidak ada maksud untuk merendahkanmu!" seruku.
"Bukan itu maksudku! Sebenarnya aku begitu kesal. Waktu itu kau hanya melakukannya beberapa menit tetapi aku langsung tumbang. Sedangkan kau yang selama ini berada di posisi yang sama selama berjam-jam dan kau bisa menahan semua itu.."
Aku mulai paham dengan arah pikirannya, "benar juga, ya.. aku sih tidak ada pikiran lain. kalau sudah sangat ingin bercinta kenapa juga harus tanggung-tanggung. Dan justru menurutku jadi dirimu itu yang sulit. Apa pinggangmu selama ini tidak apa-apa? Aku saja mencoba beberapa menit sampai sekarang masih merasakan nyerinya di tulang ekorku.." ujarku.
"Mungkin kau memang mudah capek karena kau sering bekerja sambil duduk dalam waktu yang lama" ujar Asuka.
"Begitu, ya.. hmm.. memang ya.. sepertinya kita jauh lebih cocok berhubungan seks secara normal saja" ujarku.
"Kau tidak akan melakukannya lagi?!"
Aku langsung menjawab dengan gelengan kepala. Wajah Asuka kembali muram, "masa kau tidak mau melakukannya mungkin sesekali.."
YOU ARE READING
Voyeurism
RomanceDisclaimer!!! Area content 21+ teman-temaan!! Di harap bijak memilih bacaan Mengandung sexual content, feminim dominant dan bdsm ❤️💕 Mikase Ryu adalah seorang wanita kantoran yang masih lajang dan merasa kesepian menjalani hidupnya. Namun dia m...