❃❃❃
FESTIVAL Elaphebolia akhirnya sudah datang. Kombinasi antara tabuhan toubeliki dengan petikan kithara terdengar merdu saat mengiringi himne suci mereka. Nyanyian itu mereka panjatkan untuk memuja dan memuji Artemis Elaphebolos yang sekarang tengah menjadi pemilik perayaan.
Orang-orang mulai memadati kuil utama Dewi Perburuan. Di depan bangunan suci itu, tersusun tumpukan kayu bakar yang akan digunakan saat upacara pengorbanan. Sementara di sisi kanan dan kirinya dibatasi oleh kayu hijau yang tidak mudah terbakar. Semuanya terlihat lebih rapi karena jalan altarnya dipoles mulus dengan tanah liat.
Karangan bunga amaranth dan mugwort menghiasi sepanjang dinding kuil. Untaian sulur dan pita membalut kolom-kolom marmernya. Kain-kain berwarna cerah yang dibentangkan ke atas langit-langit pun menyemarakkan festival yang hanya mereka rayakan setahun sekali itu.
Para pendeta wanita terlihat memasuki pelataran kuil dengan menaiki kereta rusa. Mereka menyalakan altar dengan obor yang dibawa. Setelah apinya membesar, mereka pun mulai membawa satu per satu hadiah yang akan dipersembahkan.
Suara kertak kayu bakar terdengar nyaring saat melahap kayu kering. Kobaran api telah menghanguskannya ke dalam bara yang panas. Membakar semua persembahan Artemis dalam balutan asap putih yang membubung tinggi ke angkasa.
Sementara perayaan masih berlanjut dengan suguhan dan hiburan, Leora pun juga lanjut melakukan pengorbanannya. Para pengawal tampak menggotong rusa besar itu ke kuil sebelah. Sebuah kuil yang dibangun oleh Thebes sebagai tanda hubungan baiknya dengan Hyampolis.
Ketika Leora memasuki bilik kuil, seorang wanita bertudung putih pun lantas menyambut kedatangannya sambil membungkuk hormat. "Selamat datang, Putri Leora dari Thebes. Perkenalkan, aku pendeta yang menjaga kuil ini."
"Senang sekali bisa bertemu dengan Pendeta," balasnya sambil balik memberi hormat. "Aku harap Anda berkenan membimbingku untuk melakukan pengorbanan khusus ini."
"Tentu saja. Mari ikuti aku."
Pendeta itu menuntun Leora ke bilik pemujaan. Dia mengambil kendi perunggunya lalu meminta gadis itu untuk membasuh tangan dan wajahnya. Setelah penyucian selesai, Leora kemudian duduk di belakang sambil menunggu pendeta menyalakan altarnya.
Ketika api sudah membara, mereka pun lantas menyanyikan himne kepada Artemis dengan khidmat, sama persis dengan yang dirapalkan di festival sebelumnya. Dalam puncaknya, satu sayatan dari bilah yang tajam itu pun dipersembahkan kepada sang dewi. Sebuah pengorbanan yang ditandai dengan darah yang mulai menyentuh bara api.
"Sekarang panjatkanlah doamu, Putri. Jika sudah selesai, kau bisa membunyikan lonceng ini untuk memanggilku."
"Baik. Terima kasih."
Ketika pendeta sudah meninggalkannya sendirian, Leora pun bergerak lebih dekat. Dia bersimpuh di depan altar sambil menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Saat satu tumpahan anggur sudah menyentuh api altar, dia pun memulai doanya sambil menadahkan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART OF PHOEBUS
Historical Fiction[Rated M | Romance Fantasi Mitologi] Thebes adalah tanah kelahirannya. Tidak ada hal lain yang Leora inginkan sebagai Putri Thebes, selain mengabdikan dirinya kepada dewa dan menjaga kesuciannya hingga pernikahan. Sayangnya, manusia tidak bisa meneb...