❃❃❃
NEKTAR dan ambrosia telah mengisi penuh kylix mereka. Memadu rasa manis yang menyenangkan di antara kecapan lidah. Meskipun demikian, Apollo sama sekali tidak bisa menikmatinya karena sekembalinya dia ke Olympus, beribu bayangan itu justru kembali beterbangan di kepalanya.
Kepalanya serasa berputar dengan cepat akibat menampilkan kilasan tanpa jeda. Kobaran api memenuhi penglihatannya dengan bau anyir yang membuat tubuhnya bergidik. Ketika dia mendongakkan kepalanya, langit mulai terbakar oleh panah-panah api yang diluncurkan. Menghanguskan laurel dan iris sehingga asap pekat mengepul tinggi ke angkasa.
Debu yang berembus mulai menyelimuti parthenon. Deru ombak di pesisir bak badai yang menggelegar, membawa air bah yang menerjang kota itu dengan jilatan api yang membara. Kengerian mimpi itu terjeda sejenak ketika panggilan itu tertangkap oleh pendengarannya.
"Apollo!"
Dia kembali tersadar ke masa sekarang. Sedikit melirik Athena yang sedari tadi sedang berdiskusi dengannya. Ketidakpuasan yang ia dengar dari Raja Olympus sudah membawa mereka untuk membahas kembali ramalan besar yang harus segera diwujudkan.
"Sebuah rencana untuk memecah peperangan? Mungkin bertanya kepada Ares adalah solusinya," ujar Apollo yang mengundang tawa Athena.
"Kau pikir dia akan peduli dan mau berpikir?"
"Tidak, tapi dia akan langsung melemparkan tombak kepada musuhnya," jawab Apollo sembari menggeser bidaknya. "Sparta bisa mengambil bagiannya lagi, itu yang aku harapkan."
Athena menggenggam jari-jemarinya ke atas meja, mengamati papan petteia yang tengah mereka mainkan dengan mata kelabunya. "Mereka sudah cukup merasakan kemenangan dan Zeus tidak suka sesuatu yang berlebihan. Kau juga tahu siapa yang diinginkan oleh Zeus saat ini," sanggahnya sambil memainkan bidaknya, "hanya Thebes."
Mendengar hal tersebut, Apollo lantas meletakkan cawannya dengan kasar. "Kau memangkas semua pilihannya."
"Mereka adalah lawan yang sepadan untuk Athena."
Apollo terdiam sejenak, menatap pionnya yang sudah terjebak. Kini hanya wajah tertekuknya yang menjadi pemandangan Athena. "Kau mengatakan hal yang sama saat menghancurkan Troya."
"Kenapa? Apa karena mereka memberimu 300 sapi sehingga kau merasa keberatan? Seingatku, Troya bahkan memberikan seribu sapi untukmu."
"Bukan itu yang menjadi alasannya."
"Lalu apa? Aku sendiri sudah mempertaruhkan polisku untuk ramalan besarmu"
Apollo menelan ludahnya, mencegah agar dia tidak kelepasan bicara. "Kita selalu mempertaruhkan sesuatu dalam permainan ini," gumamnya.
Ketika Apollo hendak membuka mulutnya lagi, tiba-tiba saja suara-suara itu kembali bersahutan untuk membisikkan ramalan ke pendengarannya. "Waspadalah terhadap burung kukuk yang meninggalkan sarangnya. Berusaha menjatuhkan matahari dengan uluran tangan bersenjata putih. Ombak besar menanti untuk menenggelamkan kapal seperti embun di ujung rumput, kecuali raja buas berkuku tajam berhasil dikalahkan untuk mendapatkan kejayaan. Namun, berhati-hatilah kepada tinta hitam yang telah digoreskan, atau dia akan mengambil segalanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART OF PHOEBUS
Historical Fiction[Rated M | Romance Fantasi Mitologi] Thebes adalah tanah kelahirannya. Tidak ada hal lain yang Leora inginkan sebagai Putri Thebes, selain mengabdikan dirinya kepada dewa dan menjaga kesuciannya hingga pernikahan. Sayangnya, manusia tidak bisa meneb...