❃❃❃
BADAI yang baru saja menerpa barulah awalannya saja. Meskipun hari sudah berganti, tetapi belum ada secercah senyuman yang terbit di bibir merahnya. Leora masih duduk dengan kusut dan sembab di kamarnya sejak semalam.
Beberapa dayang sudah membujuknya untuk keluar sejenak, merasakan angin sejuk yang meniup jatuh daun-daun yang sudah kekuningan. Namun, dia bahkan mengabaikan makanan hangat yang mereka bawa. Membiarkan bubur itu menjadi dingin di luar sana.
Hatinya sama sekali tidak merasa tenang sejak kejadian semalam. Berkali-kali kecemasan itu kembali mendera setiap kali ada kabar baru yang dibawa oleh Helota. Dia berharap bahwa ayahnya menyampaikan kabar pembatalan perjodohannya seperti yang Aetius katakan kemarin. Namun, yang ia dengar justru kabar tentang persiapan acaranya yang mulai digelar.
"Seharusnya semalam aku langsung lari dari Thebes bersamanya. Kenapa aku malah menunggu di sini tanpa kepastian?" gumam Leora dengan dahi yang berkerut dalam. "Dia bilang, dia mencintaiku dan ingin menikahiku, tapi kenapa dia belum melakukan apa-apa?"
Leora yang sedang duduk di pinggiran jendela itu mengelus bulu terwelunya yang halus. Dia merasa diabaikan setelah dipaksa untuk menyetujui keputusan sepihak itu. Leora tidak tahu ke mana lagi dirinya harus mengeluh karena kekasihnya pun sepertinya tidak berniat untuk melakukan apa pun hingga matahari semakin meninggi.
Apa yang sebenarnya ia harapkan sekarang? Diperjuangkan dengan menentang titah rajanya? Siapa mereka yang berani melakukan hal tersebut? Mereka bukanlah dewa yang ditakuti oleh manusia. Arsen yang menjadi Pangeran Thebes sekaligus kakaknya saja langsung dijatuhi hukuman kurungan setelah mengutarakan ketidaksetujuannya secara langsung di depan raja.
Leora sedikit menggigit bibir bawahnya. Dia merasa terhimpit oleh keadaan yang semakin mendekat. Jika para dewa mendengar doanya, dia berharap bahwa salah satu dari mereka berkenan untuk memberikan jalan keluar. Namun, hingga Nyx kembali mengulurkan jubah gemintangnya, perjodohan itu belum kunjung dipatahkan.
Chiton berwarna cerah dan perhiasan emas yang membalut tubuh Leora memang berkilauan, tetapi mereka tidak bisa menyembunyikan raut muramnya. Kabut gelap itu masih menghiasi auranya, menelannya hingga tak terpancar lagi cahayanya.
Rencana perjodohan ini bahkan sudah dirayakan terlebih dahulu. Leora yang duduk di sana hanya bisa mengerlingkan mata ketika pesta itu mulai memekakan telinga. Dia mendengar bahwa rombongan Athena sedang dalam perjalanan menuju Thebes untuk memboyongnya secara resmi. Terasa begitu mendadak karena ia tidak menyadari bahwa rencana ini sudah disusun jauh-jauh hari.
Jadi, karena itu ayahnya mengundang mereka untuk melihat Daphnephoria kemarin? Bukan semata untuk melepas rindu dengan Calista, tetapi untuk menjodohkannya dengan Jonas? Pantas saja pemuda itu memandangnya penuh keinginan karena ternyata dirinya sudah dijanjikan padanya.
Perut Leora semakin ngilu ketika mendengar para pejabat yang mulai mengutarakan persetujuannya mengenai keputusan Raja Eneas ini. Mereka berpikir kalau perjodohan ini bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi Thebes. Satu-satunya yang para pria itu pikirkan hanyalah politik dan kekuasaan tanpa memikirkan hidup siapa yang tengah mereka korbankan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE HEART OF PHOEBUS
Historical Fiction[Rated M | Romance Fantasi Mitologi] Thebes adalah tanah kelahirannya. Tidak ada hal lain yang Leora inginkan sebagai Putri Thebes, selain mengabdikan dirinya kepada dewa dan menjaga kesuciannya hingga pernikahan. Sayangnya, manusia tidak bisa meneb...