[Rated M | Romance Fantasi Mitologi]
Thebes adalah tanah kelahirannya. Tidak ada hal lain yang Leora inginkan sebagai Putri Thebes, selain mengabdikan dirinya kepada dewa dan menjaga kesuciannya hingga pernikahan. Sayangnya, manusia tidak bisa meneb...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
❃❃❃
PERAYAAN untuk Dionysus telah berakhir dengan meriah, meninggalkan jejak sukacita di setiap sudut Thebes. Namun, tak ada waktu untuk berleha-leha. Kini perhatian seluruh kota beralih pada persiapan Daphnephoria—ritual suci untuk menghormati Apollo. Di antara berbagai persiapan, siapakah yang akan menjadi Daphnephoros—pembawa laurel—tahun ini?
Sosok pembawa laurel selalu dipilih dari pemuda-pemuda terbaik Thebes, seseorang yang tidak hanya berbakat, tetapi juga dapat mencerminkan kebesaran Apollo. Sejak Herakles mengemban peran tersebut di masa mudanya, belum ada yang mampu menyaingi ketenarannya sebagai Daphnephoros.
"Evander," ujar Arsen, memecah kesunyian di dalam kereta kuda yang melaju melewati jalan berbatu.
Leora menoleh, menatap kakaknya dengan ekspresi yang tidak terkejut. "Tentu saja dia," sahutnya ringan. "Siapa lagi?"
Sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga-keluarga terpandang di Thebes untuk mengirimkan putra mereka sebagai calon Daphnephoros. Tapi di antara mereka, Evander memang yang paling menonjol—cakap dalam ilmu, unggul dalam ketangkasan, dan memiliki pesona seorang pemuda bangsawan. Tak ada yang meragukan kelayakannya untuk membawa laurel suci dan mengabdi di Kuil Apollo Ismenus. Namun, adakalanya pemilihan Daphnephoros bukan sekadar ujian kemampuan. Terkadang, restu para dewa dan keputusan para pendeta bisa lebih menentukan daripada bakat semata.
Arsen terkekeh sembari berseloroh. "Dia harus menetap di kuil itu selama 9 tahun."
"Itu tidak buruk, setidaknya dia akan berada di bawah bimbingan Apollo," balas Leora.
Suara tapal kuda beradu dengan tanah, berpadu dengan desiran angin yang berembus dari timur. Kereta mereka melaju menuju Bukit Ismenion, tak jauh dari Gerbang Elektrai. Salah satu daerah yang disucikan untuk Dewa Ramalan dan tempat di mana kuil tertuanya berdiri di Boeotia.
Di kejauhan, Sungai Ismenus mengalir dengan tenang dari hulu, membelah kota dengan kanal-kanalnya sebelum akhirnya bermuara ke Danau Hylika. Air yang melimpah menjadi berkah bagi Thebes. Memastikan mereka tidak kekurangan pasokan, bahkan di musim panas yang paling terik sekalipun.
Perjalanan mereka tidak terlalu lama karena begitu roda kereta berhenti berputar, aroma rumput segar yang bercampur dengan myrrh itu menyambut mereka. Leora dan Arsen turun dari kereta. Dengan langkah penuh hormat, mereka memberi salam kepada para pendeta yang berjaga di pelataran.
Bangunan kuil yang menjulang di hadapan mereka masih berdiri kokoh. Pilar-pilar marmernya tetap megah meskipun melewati berabad-abad sejarah. Karangan laurel yang harum terangkai indah di pintu masuknya, justru semakin menampakkan kemuliaan kuil tersebut. Begitu mereka tiba di bangunan kecil di sebrang kuil, seorang pemuda dengan postur tegap dan senyum hangat sudah menanti. Ia tampak lebih tua setahun dari Leora, mengenakan himation sederhana yang tetap tidak mampu menyembunyikan wibawa seorang keturunan bangsawan.