Delapan Belas

435 55 20
                                    

"Yakin lo?" tanya Farrel pada Rasya saat mereka berdua sudah tiba di depan gang sempit yang akan masuk ke dalam kompleks perumahan Rasya dan Gentong.

Rasya turun dari motor Farrel kemudian berdiri di samping Farrel yang masih duduk di motor. Dia menganggukan kepalanya dengan berat hati.

"Kok gue gak yakin ya, Ca? Gak tega gua ngebayangin lo nanti di-"

"Gapapa, Ael. Aca udah biasa kok" ujar Rasya, memotong perujaran Farrel.

"Yaudah, hati-hati. Kalo lo sampe diapa-apain, sebisa mungkin lo kasih tau Gentong, biar nanti dia bisa ngabarin gue ya"

"Iya, Ael. Makasih ya"

Farrel mengangguk. "Yaudah, baca bismillah ya, Ca"

"Bismillahirrahmanirrahim" Rasya menurut.

Farrel tersenyum, sedikit lega. Lalu dia pun menjalankan motornya dengan pelan.

~

Setibanya Rasya di rumah, sejak tadi perasaannya sudah tak keruan. Dia pasti akan disiksa lagi oleh Ayah tirinya. Tapi Rasya sebisa mungkin menepis pikiran gundah itu. Toh, dia sudah biasa di pukuli oleh Ayahnya dengan benda apapun.

Rasya dapat melihat pintu rumahnya yang terbuka lebar. Dia yakin Ayah tirinya itu sedang berada di dalam rumah.

"A-assalamualaikum..." Rasya dengan hati yang gelisah turut mengucapkan salam.

"Kumsalam!" Herman langsung saja muncul dari dapur dengan kaus kutang dan celana panjangnya.

"Pak..." Rasya langsung menghampiri tangan Herman dan menyalaminya. "Maaf Rasya telat pulang sekolah, Pak. T-tadi ada kegiatan eskul kesenian, Pak. Saya ambil seni musik, jadinya pulangnya telat, Pak. M-mulai sekarang... mungkin Rasya akan telat pulang karena-"

"Beneran kan lo ikutan tuh kegiatan?" tanya Herman.

Rasya mengangguk, "Iya, Pak. Pak Angga sendiri yang kasih ekskul itu, supaya bisa tambah nilai plus buat beasiswa kuliah nanti, Pak"

Herman nampak memperhatikan Rasya dari atas ke bawah. Hening sejenak, lalu dia mengangguk. "Yodeh, masuk dah lu sono!"

Rasya sedikit heran dengan sikap Herman yang kali ini memilih diam dan tak naik pitam sama sekali. Dia heran bukan main ketika Herman sama sekali tak menyentuhnya sedikitpun. Dan baru kali ini juga Herman nampak percaya padanya. Biasanya Herman tak pernah mau mendengarkan penjelasannya sama sekali. Dia pasti langsung memukul Rasya sebegitunya.

Rasya benar-benar heran dan mengacu pada satu kesimpulan. "Apa Bapak udah bener-bener berubah?"

~

"Betul kau bah?" Gentong bahkan sama sekali tak percaya dengan cerita Rasya akan perubahan Bapaknya tersebut. Ia dan Rasya kali ini tengah berada di teras rumah Gentong.

"Beneran, Lang. Aku aja sampe gak nyangka. Biasanya kan Bapak langsung mukul kalau aku telat pulang" jelas Rasya.

"Tak percayanya aku, bah! Paling itu taktiknya lagi. Atau jangan-jangan..."

"Jangan-jangan apa?"

"Kau diancamnya ya? Disuruh biar kau tak buka mulut, padahal kau habis disiksanya kan? Macam tak tau pula aku akal busuknya"

"Enggak, Laaaang. Beneran. Liat aku, sehat wa alfiat kan?"

"Iya juga sih" Gentong garuk-garuk kepala. "Serius kau tak apa-apa?"

Rasya tersenyum menggeleng. "Malahan aku diijinin ikut ekskul, asal gak pulang malem, Lang!"

"Tak sampe pula otakku berpikirnya. Tumben kali lah si Herman bodat itu tak bikin onar sama kau! Okelah, kalo gitu kukabari dulu sama si monyet satu itu!" Gentong mengeluarkan ponselnya.

AFTER ON YOU (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang