Rasya pulang sekolah dengan perasaan yang tak tenang. Pasalnya uang dari Amir masih amat tersisa banyak. Dan ia tak pandai menyembunyikan rahasia dari Bapak tirinya.
Benar saja, begitu ia masuk ke dalam rumahnya. Bapak tirinya sedang ongkang-ongkangan kaki sambil menonton TV.
"Tumben lu balik cepet!" cetus Herman.
Rasya gemetar menjawab, "I-iya, Pak. T-tadi di sekolah ada yang kesurupan. Makanya semua anak-anak dipulangin lebih cepet"
"Lo pasti boong, kan!" Herman tiba-tiba berdiri dari duduknya.
"Enggak kok, Pak. Saya gak bohong. Tadi di sekolah itu heboh karena salah satu murid kes-"
Herman seketika menarik tas yang ada di pundak Rasya dan merobeknya hingga rusak.
"Pak, itu tas sekolah saya, Pak" Rasya tak habis pikir dengan tindakan Herman padanya.
"Bacot! Diem lu!" tukas Herman sambil mengeluarkan semua isi di dalam tas Rasya yang kini berserakan di lantai. Buku-buku. Pulpen. Hingga akhirnya Herman menemukan sejumlah uang disana.
Herman terengah seketika, kemudian dia tertawa lebar, "Udah berani ngebohong kan lu!!! Ini apa???"
Rasya dengan kelu dan terkesiap turut memohon pada Herman, "Pak, jangan, Pak. Itu uang orang, Pak. Itu uang temen saya"
"Lo maling, hah???" Herman menempeleng kepala Rasya seketika.
Rasya geleng-geleng kepala. "Sumpah demi Tuhan, Pak. Itu uangnya temen saya dia nitipin ke saya"
"Berarti lo minta kan ke dia?!?!?!" tanya Herman dengan berteriak.
Rasya terus menggelengkan kepalanya, berharap Ayahnya itu yakin padanya. Tapi tetap saja Herman tak percaya.
"Lumayan nih buat amer!" cetus Herman, lalu dia menendang dada Rasya sampai Rasya terjatuh di lantai. Kemudian dia pergi meninggalkan rumah itu.
Sementara Rasya merasakan nyeri di dadanya. Bahkan ia sampai sedikit kesulitan bernapas layaknya orang mengidap asma.
"Hhhh..." Rasya mencoba mengatur napas berulang kali, meyakinkan dirinya bahwa ini tidak apa-apa. Meski sakit di dadanya terasa bergetir makin nyeri.
Rasya berdiri dengan berusaha, kemudian tergopoh-gopoh berjalan menuju dapur untuk mengambil air minum. Beberapa kali ia meneguk air minum tersebut sambil mengelus-elus dadanya yang terasa nyeri.
"Kamu kuat, Rasya. Kamu kuat" Rasya menyugestikan dirinya bahwa ia baik-baik saja. Meski dadanya masih terasa ngilu dan sulit bernapas layaknya kucing yang tengah tersedak.
Rasya memilih untuk tidur di atas ranjang, menahan sakit di dadanya. Berharap begitu ia bangun, ia akan baik-baik saja seperti sedia kala.
~
"Darimane lu, Bang?" tanya Biru pada Farrel yang baru saja pulang dari sekolahnya.
"Sekolah lah! Masa kuburan!" cetus Farrel dengan muka yang masih memerah karena meskipun berpura-pura, tadi dia benar-benar harus terlihat seperti orang yang sedang kesurupan.
"Sekolah apaan jam segini baru kelar???" tanya Biru.
Seketika Farrel menghampiri Biru yang sedang main PS kemudian dia duduk disampingnya dan berkata, "Ya sekolah laaaaaahhh!!!"
Biru tiba-tiba langsung menutup mulutnya dan bergidik geli mencium bau yang keluar dari mulut Farrel. "Mmmhh!!! Gila! Kok mulut lo bau bawang putih sih???"
Farrel memandang sinis pada Biru, dia memilih diam.
"Kenapa bau bawang???" tanya Biru lagi.
Dia ingat tadi di sekolah pada saat pengusiran setan, mulutnya di sumpel pake bawang oleh dukun dari Ciganjur tersebut sampai Farrel hampir tak bisa berakting lagi. "Udah ah, gak penting!"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER ON YOU (18+)
Novela JuvenilWARNING : LGBT CONTENT 18+ HOMOPHOBIC BETTER READ ANOTHER STORY "Nakal dulu, baru jadi polisi" - Farel Abdul Fatturachman, 2016 Farrel adalah cowok flamboyan, idaman para gadis di SMA Bakti Perwira. Lelaki bergigi gingsul imut itu cukup populer di s...