Enam Belas

580 64 123
                                    

"Eh, sini, Sya! Masuk!" ajak Agam, ramah. Dia ada di tengah-tengah rapat sekolah bersama anggota osis lainnya. Hanya tinggal menunggu si ketua osis yang belum datang.

Rasya clingak-clinguk ke dalam ruangan. Dia tahu sekarang dia sedang jadi pusat perhatian seisi ruangan. "Maaf kak Agam, saya ganggu ya?" tanya Rasya.

Agam menoleh ke sumber alasan Rasya bertanya seperti itu. Dia sedikit tak enak sepertinya. "Ah, enggak lah. Santai santai! Lo mau masuk apa disini aja?"

Rasya berujar, "Disini aja deh, kak. Gapapa kan?"

"Ya gapapa. Terus mana surat rekomendasi dari Pak Angga-nya?"

"Kak Agam tau?" tanya Rasya.

"Iya, tadi gue sempet ketemu kok sama dia. Terus dia ngomong gitu, tapi katanya suratnya udah ada di elo" jawab Agam.

"Ini kak" Rasya memberikan surat tersebut pada Agam.

"Oke. Udah ada gambaran? Mau ambil seni apa?" tanya Agam.

Rasya menggeleng, "Belum tau kak. Saya ikut aja. Tapi k-kalo boleh, jangan yang susah ya kak" Rasya berkata hati-hati, tak enak.

Agam terdiam sebentar, berpikir sejenak. "Ntar sore pulang sekolah ketemu gua ya"

Rasya tertegun sejenak, "Hah?" Pikirannya seketika kacau. Bukan masalah waktunya. Tapi lagi-lagi Rasya harus berkutat pada ketakutan akan bayangan dari Bapak tirinya.

"Kenapa? Gak bisa?" tanya Agam.

Rasya benar-benar tak tahu harus berkata apa. Selain hanyalah, "Bisa kak"

"Good. Gue tunggu nanti ya"

"I-iya kak" kata Rasya, ragu. Meski akhirnya dia terus kepikiran akan kata-kata Agam yang menyuruhnya untuk menemuinya sepulang sekolah. Dia sangat amat khawatir pada Ayah tirinya yang akan menyiksanya jika dia terlambat pulang ke rumah. Dan apabila ijin, sudah pasti tak di kasih. Rasya benar-benar bingung.

~

Rasya berpapasan dengan Farrel yang sehabis dari kantin. Seiring Rasya langsung memegang tangan Farrel dan menghentikan langkahnya.

Farrel tertegun sejenak, dia membuang wajahnya kemudian tersenyum geli saking saltingnya di pegang seperti itu oleh Rasya.

"Kamu marah sama aku, Rel?" tanya Rasya.

Farrel kemudian memperbaiki mimik wajahnya agar terlihat diam dan serius.

"Tolong di jawab, Ael" ujar Rasya lagi.

"Enggak kok" kata Farrel.

"Terus kenapa jadi cuek gini?" tanya Rasya lagi.

Farrel diam lagi.

"Farrel!"

"Gue cuma gak mau ganggu lu sama Amir aja" aku Farrel.

"Ganggu apaan sih?"

"Lo sama Amir kan deket. Mana sampe ngasih uang sebanyak itu lagi buat makan lo. Harusnya kan gua yang ngelakuin itu buat lo. Bukannya Amir. Gua gak berguna jadi sahabat" tukas Farrel.

Rasya menekuk alisnya, bingung dengan sikap Farrel. "Kamu mikirnya kok jauh banget ya, Rel?"

"Seenggaknya gue udah jujur" jawab Farrel.

Rasya menghela napasnya, melepas genggaman tangannya dari Farrel. "Denger ya, Rel. Aku... lebih baik gak dapet apa-apa daripada kamu cuek dan dingin kayak gini sama aku, Rel. Tapi terserah kamu kalau kamu maunya gini terus!"

Rasya angkat kaki darisana dan pergi meninggalkan Farrel. Sementara Farrel terkesiap dengan kalimat yang keluar dari mulut Rasya. Ia sama sekali tak menduga bahwa dirinya begitu berarti di mata Rasya.

AFTER ON YOU (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang