Farrel hanya menyunggingkan senyum takutnya pada Rasya. Disaat Rasya tengah terdiam membeku dengan ungkapan Farrel barusan.
"Ini beneran? Ael janji begitu sama Bapak?" ulang Rasya.
Farrel mengangguk.
"Ngapain sih?"
"Ngapain apa?"
"Ya ngapain pake janji-janji begitu ke Bapak?"
Farrel menelan ludahnya. Lalu dia membelai lembut rambut Rasya yang lebat. "Karena Ael... gak mau liat Aca kesakitan lagi"
"Enggak!"
"Ael gak mau Aca dipukulin lagi sama Om Herman"
"Enggak, Ael" tekan Rasya.
"Ca... Ael gak bisa liat Aca terus-terusan nahan sakit hanya karena Aca ketemu Ael"
Rasya bergeming, matanya berkaca-kaca. "Aca pikir... dipukulin Bapak adalah hal yang paling sakit. Nyatanya ada yang jauh lebih sakit"
Farrel menatap Rasya lekat-lekat. Pilu membiru.
Rasya melanjutkan, "Yaitu jauh dari orang yang paling kita sayang"
Farrel menitihkan air matanya. Lalu dia memeluk tubuh Rasya dengan erat.
"Kok Ael bisa sejahat ini sama Aca?" tanya Rasya dalam peluknya.
"Jahat gimana, Ca? Justru gue cuma pengin yang terbaik buat lo"
Rasya melepas pelukannya, "Klasik dan klise tau gak"
Farrel memandang Rasya lembut. "Gak ada yang niat buat jahat sama Aca!"
"Tapi dengan cara kayak gitu tuh konyol, Ael. Gak keitung Aca udah gak pernah liat Ael lagi"
"Sekarang kan ada"
"Iya, tapi..."
Farrel memiringkan kepalanya, memandang Rasya.
"Aca udah jadian sama Amir"
"Ael udah tau"
Rasya malah menjadi resah, "Sebenernya Aca gak tau kenapa bisa tiba-tiba jadian gitu aja. Aca kagak gak sadar. Tapi jujur, Aca tiap liat Amir tuh... Aca ingatnya Ael"
"Masa sih?"
Rasya mengangguk, "Aca pikir dengan jalanin ini sama Amir, Aca bakal cepet lupain Ael. Tapi nyatanya... semakin Aca pengin lupain Ael, Aca malah terus kepikiran sama Ael"
Farrel tersenyum lalu memegang kedua tangan Rasya, "Aca dengerin Ael. Denger ya... gak ada satu haripun... Ael juga gak inget sama Aca. Ael kepikiran terus sama Aca! Apalagi semenjak kita jauh, Ael semakin kangen sama Aca. Kangen waktu pertama kali Aca nolong Ael pas ada tawuran. Kangen nganterin Aca pulang. Kangen makan nasi padang sama Aca. Kangen latian musik sama Aca. Pokoknya Ael kangen semuanya"
Rasya menitihkan air matanya.
"Tapi Ael bisa apa, Ca? Benteng terlalu tinggi. Ael cuma bisa bikin Aca sakit dan luka aja"
"Sakit dan luka Aca itu bukan karena Ael. Tapi ya emang watak Bapak aja yang udah begitu, Ael!"
"Ya makanya Ael waktu itu pilih berjanji sama Bapak Aca, agar Ael jauhin Aca. Dia nepatin janjinya kan? Aca udah jarang ada luka lebam di badan"
Rasya terdiam menatap Farel lekat-lekat. "Tapi disini, El" Dia menunjuk ke arah dadanya. "Ini bekasnya gak akan bisa ilang, tau gak!"
Farel kembali memeluk Rasya lagi. Lekat-lekat. Lima detik pelukan itu terjadi, kemudian Farel melepasnya sambil bertanya, "Kalau Aca ikut Ael. Apa Aca bersedia?"
"Hah? Ikut kemana?" tanya Rasya.
"Kemana aja, kita pergi jauh. Kita keluar dari sini" terang Farel.
Rasya tertegun mendengarnya. Dia diam, berpikir.
"Sebentar lagi kita akan lulus, Ca. Jadi kita bisa pergi dari sini"
"Terus gimana dengan cita-cita Ael? Ael bilang, Ael pengen jadi polisi"
"Itu gampang, Ca"
"Jangan ngegampangin Ael. Ael harus kejar cita-cita Ael"
"Tapi prioritas utama Ael itu Aca!"
"Tapi realistis itu perlu, Ael"
Farrel terdiam dengan penegasan Rasya barusan.
"Ael harus kejar cita-cita Ael. Ael harus jadi polisi, gimanapun caranya. Aca gak mau tau, Ael harus jadi polisi" tegas Rasya.
"Ca!" Farrel menggenggam erat tangan Rasya. "Ael janji, Ael akan kejar dan raih cita-cita Ael. Tapi untuk saat ini, Ael minta satu aja sama Aca. Aca ikut sama Ael ya. Ael janji, kita akan bareng-bareng terus. Ael akan usahain semua. Asal Aca ikut sama Ael. Ael janji akan bahagiain Aca! Ael janji!"
Rasya menatap wajah Farrel lamat-lamat. Ditatapnya pria ini begitu tulus padanya.
"Kita tinggal tunggu pengumuman kelulusan aja kan, abis itu kita bisa bebas kemana aja kita mau, Ca" buuk Farrel.
"Gimana sama Bapakku, El?" tanya Rasya.
Farrel memejamkan mata, menahan emosi, "Ca! Lo masih mau tinggal sama orang yang belasan tahun jahat sama lo??? Lo mau bergantung sama orang kayak gitu, buat apa, Ca? Lo gak bakal jadi apa-apa sama dia, Ca! Lo bakal dipukulin, digebukin, dihancurin sama dia, Ca!"
"Tapi itu Bapakku, El"
"Bapak tiri, Ca! Bapak tiri yang jahat sama lo!" tegas Farrel.
"Plis, gue tau gue bukan tempat yang banyak pembenarannya, Ca. Tapi kali ini aja, lo dengerin gue. Lo ikutin permintaan gue. Lo pergi sama gue, Ca! Kita tinggalin Bokap tiri lo itu! Kita bareng-bareng, Ca!" ajak Farrel. "Gue udah pikirin ini dari lama. Dan gue rasa udah saatnya kita lakuin ini, Ca. Kita pergi dari sini"
"Berdua aja?"
"Iyah, gue janji, gue akan jagain lo, gue gak akan pernah sekalipun ninggalin lo. Gue akan usahain apapun itu demi lo! Gue mau bertanggung jawab atas hidup lo, Ca!"
Melihat cara Farrel meyakinkannya, Rasya seolah terpaut akan ajakan itu. Disatu sisi dia mau menerima ajakan Farrel, tapi bagaimana dengan hidupnya kedepan. "Apa pasti nanti Aca akan banyak ngerepotin Ael, kan?"
"Ya Allah, Ca! Enggak, Ca! Enggak! Kita jalanin ini bareng-bareng. Gue gak ngerasa keberatan, dan gue sama sekali ngerasa direpotin sama lo, Ca. Karena gue yakin... lo adalah orang yang bisa di ajak susah juga senang, Ca!" jelas Farrel.
Rasya terdiam lagi.
"Ya, Ca, ya? Ikut gue ya. Kita pergi dari sini! Please" Farrel membujuk Rasya sekeras mungkin. Dia sangat berharap bahwa Rasya akan ikut dengannya untuk pergi meninggalkan dunianya yang kelam.
"Tapi... bagaimana dengan Amir, Rel?"
Farrel menghela napasnya panjang, nyatanya tak semudah itu meyakinkan Rasya. "Aca, sekarang Aca tolong dengerin hati Aca sendiri. Aca cintanya sama siapa? Sama Amir... atau Ael???"
TO BE CONTINUED
KOMEN DAN VOTE YA SUPAYA CEPAT UPDATE. TERIMA KASIH.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTER ON YOU (18+)
أدب المراهقينWARNING : LGBT CONTENT 18+ HOMOPHOBIC BETTER READ ANOTHER STORY "Nakal dulu, baru jadi polisi" - Farel Abdul Fatturachman, 2016 Farrel adalah cowok flamboyan, idaman para gadis di SMA Bakti Perwira. Lelaki bergigi gingsul imut itu cukup populer di s...