Lima

582 69 82
                                    

Besoknya, hari terasa begitu aneh untuk Rasya. Saat ia tak sengaja berpapasan dengan Farrel di koridor sekolah, Rasya merasa seakan Farrel tak mengenalinya. Farrel terlihat begitu cuek padanya.

Begitu pula saat Rasya keluar dari perpustakaan, ia tak sengaja berpapasan dengan Farrel yang berjalan bersama Amir dan Gentong sehabis dari kantin, namun Farrel sama sekali tak menghiraukannya. Entah menyadari keberadaannya atau tidak, tapi pikiran Rasya mulai mengawang. Apa ucapannya kemarin telah membuat Farrel tersinggung.

Rasanya aneh saat Farrel cuek seperti itu. Padahal Rasya sempat berusaha untuk menghindarinya waktu itu. Tapi kini ketika Farrel mengacuhkannya, semuanya terasa tak menentu. Tak normal.

Begitu di rumah, Rasya masih dilanda rasa tidak tenang. Pikirannya tentang Farrel betul-betul membuatnya gelisah. Rasya sampai terus kepikiran.

Drrtt...

Suara perut Rasya berbunyi lagi. Ia kali ini benar-benar sangat kelaparan. Meski sudah menjadi kebiasaan baginya untuk menahan lapar, namun kali ini sangat berbeda. Sejak tadi pagi, ia sama sekali belum menyantap nasi.

Rasya tahu harus kemana. Bahkan sudah menjadi tempatnya untuk berlindung dari perutnya yang keroncongan.

Rumah Gilang. Setelah Ibu Rasya meninggal, rumah Gilang memang sudah menjadi tempat kedua untuknya. Bahkan mungkin yang utama sebenarnya. Karena Ayah tiri Rasya sama sekali tak memperdulikannya. Bahkan Rasya begitu terabaikan. Ayah tiri Rasya begitu kasar dan suka memukulinya.

Begitu juga saat kemarin Rasya pulang telat sedikit karena sehabis makan bersama Farrel. Padahal mana Rasya tahu kalau Ayah tirinya itu membutuhkannya untuk membantunya.

Rasya sudah biasa di paksa bekerja di rumah. Mencuci pakaian Ayah tirinya. Membersihkan rumah. Mencuci piring. Membersihkan kamar mandi. Bahkan yang tersadis adalah memakan makanan sisa Ayahnya.

Rasya memang pintar, tapi tak seberuntung murid-murid di kalangan Bakti Perwira lainnya. Rasya bersekolah nonsubsidi karena beasiswa sejak Ibunya meninggal.

Rasya memanfaatkan itu sebaik-baiknya. Menjaga nama baiknya demi sekolahnya. Paling tidak jika sudah lulus, dia akan merasa lega.

Dan kebiasaan Rasya yang sangat langka dari manusia kebanyakan adalah, menahan lapar dari pagi sampai malam. Kalau malam, numpang makan di rumah Gilang. Alias Gentong.

Sayangnya, Rasya tidak tahu nama panggilan Gilang di sekolah adalah Gentong. Yang dia tahu hanyalah Gilang, bersama keluarganya yang baik hati.

"Kau itu Sya! Hokinya di badan! Orang-orang tak akan mengira kalau kau ini manusia paling kelaparan di dunia karena pipimu yang tembem!" cetus Bapak Gilang.

Bapak Gilang asli Medan. Dia baik hanya suaranya saja yang terdengar besar. Bobotnya sama seperti Gentong. Tapi masih gemukan Gentong.

Rasya tersenyum, menunggu Mamak Gentong memasak nasi goreng.

"Untungnya Mamak kau itu sempat menitipkanmu padaku, Sya! Coba kalau ke orang lain, bisa makin kurus kau!" timpal Mamak Gilang sambil menaruh nasi goreng itu dihadapan Rasya. "Nah, makannya lah!"

"Maafin Rasya, Tulang. Rasya sudah banyak merepotkan selama ini" kata Rasya sambil menahan tangis.

"Laaah, siapa bilang kau itu merepotkan, Rasyaaa??? Justru kami yang repot kalau kau sampai sakit!" cetus Bapak Gilang.

"Makanya sudah kubilang, tiap pagi datang dulu kesini, sarapan disini. Kalau perlu minta uang jajanlah sama Inangmu ini!" timpal Mamak Gilang.

Rasya tersenyum pahit, "Gapapa, Inang. Nanti dipukulin Bapak lagi. Rasya gak mau, Tulang sama Inang dimarahin lagi sama Bapak kayak waktu itu. Makanya Rasya cuma bisa datang malam-malam, karena Bapak keluar tiap malam"

AFTER ON YOU (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang