Tiga Puluh Delapan

31 6 0
                                    

Tak berhenti disitu, Farrel mencoba untuk mendatangi rumah Rasya, tapi rumah itu terlihat kosong tak berpenghuni. Rasya tidak ada di rumah. Farrel merasa heran, kenapa rumah Rasya kosong.

"Tak taulah aku, sudah berapa hari ini kosong rumahnya looo" kata Gentong pada Farrel, saat Farrel mendatangi rumahnya untuk mencari tahu informasi tentang kemana perginya Rasya.

"Ini seriusan?" tanya Farrel, "Mereka gak pulang ke rumah?"

"Beritanya kan terakhir si Rasya kabur sama kau looo. Kupikir dia masih sama kau" cetus Gentong.

Farrel terduan dan berpikir, lalu terlintas dipikirannya saat terakhir kejadian di penginapan tersebut. "Amir"

"Kenapa Amir rupanya?" tanya Gentong.

"Ikut gue, Tong. Kita ke rumahnya Amir" ajak Farrel.

Setibanya di rumah Amir, Farrel berusaha untuk bertemu dengan Amir, tapi para pembantu dan juga satpam di rumah Amir berkata bahwa Amir sudah pindah ke Austria. Tapi Farrel tidak percaya.

"Bener kok Mas Farrel, kemarin saya yang nganter Den Amir ke Austria. Dia mau nerusin sekolahnya disana" kata Aryo, supir keluarga Amir.

Farrel diam, karena dia percaya dan yakin bahwa Aryo tidak akan berbohong. "Oke, kalo gitu, sewaktu lu nganter dia. Dia pergi sama siapa?"

Aryo mengernyitkan keningnya, "Cuma sendirian aja, Mas. Ndak sama siapa-siapa"

"Mas Aryo yakin?"

"Yakin, Mas. Dia pergi sendiri"

"Mas Aryo tau, apa yang udah terjadi sebelum Amir pergi?" tanya Farrel.

"Mmm... kalo itu saya kurang tau, Mas. Tapi waktu itu Den Amir sempet nangis-nangis, terus nelpon Tuan, minta buru-buru beliin tiket ke Austria" ungkap Aryo.

"Semendadak itu, Mas?"

"Iya, Mas"

"Bah, gila-gilanya si Amir. Nangis langsung minta ke Austria. Kita, nangis? Minum baygon lah. Kejang-kejang" celetuk Gentong.

Farrel terdiam dan berpikir. "Nangis-nangis? Kenapa Amir nangis, dan langsung minta pergi ke Austria?"

Hari demi hari berlalu, Farrel sudah lulus dari sekolahnya. Saat ini dia sedang bersiap melatih diri untuk mendaftar jadi anggota polisi. Tak hanya sekadar cita-cita, tapi dia juga memiliki niat yang besar di balik keinginannya untuk menjadi polisi tersebut.

Saat Farrel selesai lari pagi di gelanggang olahraga, ia tak sengaja bertemu dengan Herman. Farrel melotot ketika melihat Herman disana. Dia langsung berlari mengejar Herman, tapi Herman begitu cepat dan langsung naik ke bus yang terus berjalan.

Farrel kehilangan Herman. Padahal jika saja dia berhasil menangkap Herman, dia bisa tahu informasi tentang Rasya. Dan Farrel sangat yakin bahwa Rasya masih berada di kota ini. "Sialan!!!"

Farrel berusaha mengatur napasnya. Dia membungkuk, memegang kedua tumitnya. "Acaaaa, kamu dimana, Sayang???"

Farrel begitu khawatir dengan kondisi Rasya kini. Dia bingung, dimana lagi harus mencari Rasya. Tapi begitu melihat Herman tadi, dia seolah memiliki harapan baru untuk menemukan Rasya.

"Rel!!!" panggil Flora yang kebetulan sehabis jogging juga.

"Loh, Flo. Lo disini?" tanya Farrel.

"Iya, abis jogging gue sama cowo gue!"

"Ooohh, terus mana cowo lo?"

"Itu! Lagi ngobrol sama temennya. Gue abis beli minum, gak sengaja liat lo disini. Ngapain lo disini?" tanya Flora.

"Sama, abis jogging juga gue"

"Ooohh iya. Gue denger lo mau tes masuk kepolisian ya?"

Farrel mengangguk, "Doain lolos ya"

"Amiiinn. Oiya terus nih, lo jogging gak sama si Rasya?" tanya Flora, "By the way, gimana kabarnya tuh anak. Terakhir ketemu kan pas pensi perpisahan sekolah aja, pas kalian perform bareng"

"Nah dari situ tuh, gue udah gak tau gimana kabarnya Rasya, Flo"

"Hah? Yang bener lo??? Bukannya elo yang bawa si Rasya kabur abis pensi itu?"

"Iya, tapi si Amir ama bokap tirinya Herman berhasil nemuin kita. Gue di gebukin, eh si Rasya dibawa kabur sama si Amir. Dan si Amir sekarang udah ke Austria. Gue mikirnya si Amir sengaja bawa Rasya ke Austria diem-diem"

"Hah? Bukannya Amir itu cuma sendirian ya, ke Austrianya?" tanya Flora.

"Lo tau?" bola mata Farrel membesar.

"Lo kayak gak kenal gue lama aja, geng gue kan ratunya gosip di sekolah. Jadi apa sih yang kita gak tau tentang sekolah"

"Jadi Amir cuma sendirian ke Austria?"

"Iya, kabarnya si Rasya itu nolak dia mentah-mentah, terus kayak ngehina-hina si Amir gitu deh. Makanya mungkin dia galau, terus move on jalur travel kali"

"Tunggu tunggu tunggu, jadi si Rasya ngehina-hina Amir??? Masa sih? Seorang Rasya???"

"Ya gue gak tau pastinya sih Rel. Tapi kabar yang beredar sih kayak gitu. Malah gue kira, lo udah happy ending sama si Rasya" ujar Flora.

"Mungkin bener dugaan gue. Rasya masih ada di kota ini, Flo"

"Terus lo gak ada niatan untuk nyari dia?"

"Ini gue lagi usaha. Tadi juga gue gak sengaja ketemu bokap tirinya si Rasya"

"Hah? Bener dong, dia masih disini"

"Iya, tapi gue kehilangan jejak. Dia berhasil kabur. Cuma dia yang tau keberadaan Rasya sekarang"

"Sama Amir. Lo gak coba chat Amir?"

"Udah. Tapi gak di bales. Gue DM juga gak di bales"

"Cowok sekulkas dia mah, pasti males banget ngurusin masalah yang udah lewat. Dia mungkin fokus buat masa depannya dia di Austria"

"Cckkk. Kenapa jadi gini sih" eluh Farrel.

"Sabar ya, Rel. Gue yakin lo pasti bakal nemuin Rasya cepat atau lambat"

"Makasih ya, Flo"

"Iya. Gue juga mau bilang sorry banget, waktu SMA suka ngebully dia"

"Aca pasti udah maafin lo kok, Flo"

Flora menganggukan kepalanya.

~

Setelah mengobrol dengan Flora, Farrel pun pulang melewati gang-gang dari gedung-gedung besar yang jalannya sangat sepi dan dia tak sengaja menemukan seseorang disana yang sepertinya sedang ditawan oleh seseorang.

"Ayolah, maafin gue. Lo jangan tinggalin gue. Lo salah paham" kata lelaki yang sedang menawan seorang lelaki dihadapannya.

Lelaki dihadapannya itu sudah tertahan oleh tembok bangunan. "Enggak! Gue gak mau! Lo selalu bohongin gue. Kejadian tadi malem udah cukup jelas. Lo selalu mainin gue! Lepasin gue"

"Plisss... lo jangan tinggalin gue, gue sayang sama lo!"

"Bullshit, Caleb!" dia menampar pipi Caleb.

Caleb marah dan hendak memukulnya namun Farrel langsung berlari dan memukul Caleb dengan cepat. Caleb rubuh, lalu Farrel segera menarik tangan lelaki itu untuk pergi dari sana.

Farrel menghentikan taksi kemudian ia dan lelaki itu masuk ke dalam taksi tersebut. "Ayo cepet jalan, Pak"

"Makasih, kak" kata lelaki itu.

"Kamu gapapa?"

"Gapapa, kak. Makasih banyak kakak udah nolongin Arsen"

"Jadi nama kamu Arsen?"

Arsen mengangguk dalam capeknya, "Arsen Arzafka"

TO BE CONTINUED

AFTER ON YOU (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang