Tujuh

571 75 89
                                    

"Farrel, makasih ya, udah nganterin pulang lagi" ujar Rasya setibanya di depan gang rumahnya. Lagi-lagi dia memilih untuk berhenti di depan gang rumahnya saja. Rasya masih takut akan Ayah tirinya jika dia tahu Rasya pulang diantar temannya.

"Kok Farrel siiihh???" cetus Farrel.

Rasya tersipu malu, "Eh iya, maaf, lupa. Ael..."

"Ciyeeee, gue jadi baper nih!" kata Farrel.

"Kenapa baper?" tanya Rasya.

"Kenapa enggak?" jawab Farrel.

Rasya geleng-geleng kepala sambil tersenyum.

"Eh, ngomong-ngomong, gue minta nomor hape lu dooong! Gue gak punya nomor lo tauuu!" ujar Farrel.

Rasya terdiam, matanya menatap ke bawah.

"Aca??? Kok diem?" tanya Farrel.

"Aku gak punya hape, Ael!" tutur Rasya lembut.

Farrel terdiam, memandang Rasya dengan kasihan. "Seriusan lo gak punya hape?"

Rasya mengangguk, polos.

"Kasian banget sih, Acaaa" ujar Farrel.

"Jangan kasianin aku ya, Ael!" tutur Rassya lembut.

"Eh," Farrel terengah, dia sadar bahwa itu salah.

"Pokoknya jangan pernah kamu kasianin aku ya. Aku bersedia jadi sahabat kamu, asal kamu jangan kasianin aku ya" ujar Rasya, mengingatkan.

Farrel terdiam sejenak, kemudian mengangguk.

"Yaudah, kalo gitu aku masuk dulu ya, Ael" ujar Rasya.

"Iyah. Dah Aca!"

Rasya melambaikan tangannya pada Farrel. "Hati-hati kamu"

"Iya" jawab Farrel dengan senyuman lebar di wajahnya memandangi kepergian Rasya yang menjauh. Sebelum akhirnya dia pun turut melajukan motornya menuju rumahnya.

~

"Darimana lu??? Jam segini baru balik???" tanya Herman, Ayah tiri Rasya yang sangar.

Herman memiliki kulit yang coklat, rambut yang tipis serta wajah yang sangar meski tak berkumis tebal layaknya Bapak-bapak.

Herman berusia sekitar 38 tahunan. Ia terbilang masih sangat muda pada saat menikah dengan almarhum Ibu Rasya. Herman begitu baik dan biasa saja pada Rasya sebelum Ibunya meninggal. Sampai akhirnya beliau berpulang karena serangan jantung mendadak, tabiat baru Herman perlahan mulai terbuka.

Herman kerap kali menghabiskan uang pensiunan Ibu Rasya yang seharusnya untuk tunjangan Rasya ke depan, baik sekolah maupun ekonomi. Herman kerap kali menyuruh dan menyiksa Rasya.

Rasya pernah di suruh tidur semalaman di atas genting hanya karena tak sengaja menggosongkan kemeja kesayangan Herman. Tak ada yang berani menolong Rasya baik keluarga Gentong sekalipun karena Herman mengancam akan menyiksa Rasya jauh lebih berat lagi jika ada yang berani menolongnya.

Mental Rasya tumbuh bersama kekejaman Herman. Rasya juga takut dengan badan Herman yang tinggi dan kekar. Bahkan telapak tangannya mampu merubuhkan Rasya dalam satu tamparan kilat. Meski begitu, Rasya selalu berusaha kuat dan tegar. Rasya selalu bersabar sampai waktunya tiba. Ia selalu percaya kelak kebahagiaan yang abadi akan benar-benar terjadi pada hidupnya.

"Gua tanya, darimana???" teriak Herman.

"D-d-dari sekolah, Pak" jawab Rasya, gemetar.

"Sekolah apaan jam segini baru pulang???" tanya Herman. "Lu terlambat balik ke rumah sepuluh menit!!!"

AFTER ON YOU (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang