Part 7

8.6K 2.2K 283
                                    


Buat yang follow Ig inak yang baru, harap dm yang pake akun oslhop ya. Karena yang Inak terima bener2 disleksi dan hanya akun pribadi (jemaah akut).

Maklom, isinya niuniu, takutnya ada olshop yang emang follow karena ikutan doang. Ntar kaget sendiri pula liat penampakan Ombak.

*****
Ombak selalu menyukai ini, menjemput anak-anaknya sekolah. Meski pengalaman itu bisa dihitung dengan jari, Ombak tetap mensyukurinya.

Karena itu tak peduli telah menjadi pusat perhatian dari tadi. Penampilannya terlihat terlalu mencolok untuk berada di antara para ibu rumah tangga dan buruh pekerja di pabriknya.

Bel tanda pulang telah berbunyi empat menit tadi. Ombak menghitungnya. Dan kini dari kejauhan dia melihat dua makhluk mungil tengah bergandengan tangan dan berlari begitu melihatnya.

"Ayah ...!"

Ombak berjongkok dan merentangkan tangan. Menyambut anak-anaknya yang kini langsung memeluknya.

Dada Ombak terasa akan pecah merasakan bagaimana tangan-tangan mungil itu mendekapnya. Putra-putrinya. Dua manusia yang dipisahkan paksa dengannya.

Ettan dan Hayi. Napas dan harapan. Mereka ada sumber kehidupan Ombak sekarang. Alasan lelaki itu bersikap keras kepala dan tak mau takhlukan pada kejamnya kehidupan.

"Hallo tampan, Hallo cantik. Kaget ya Ayah tiba-tiba datang?" Semua sikap kaku dan keras Ombak luruh saat bertatapan dengan mata jernih anak-anaknya.

Ettan si sulung yang pertama melerai pelukan. Sementara Hayi, terus memeluk ayahnya, tak ingin lepas. Seperti sebelumnya, si gadis mungil itu memang selalu bersikap manja. Dia akan menempel pada ayahnya karena takut ditinggalkan.

Pada masa lalu, Ombak hanya memiliki waktu dua minggu untuk bersama putra-putrinya dalam enam bulan. Pendidikan dan pekerjaannya membuat Ombak terpaksa menahan rindu.

Semenjak menikah, Ombak tak lagi mau menerima sokongan dana dari ayahnya. Dia pria. Pria tidak meminta uang pada orang tuanya untuk menghidupi keluarganya. Terlebih jika pernikahan  itu dianggap sebagai aib. Kematian Apuk Mardi, tak lama setelah Safira melahirkan, membuat Ombak harus berjuang lebih keras mencari uang. 

Kuliah dan bekerja. Ombak menjalani kedua hal itu tanpa mengeluh. Dia hidup sangat hemat diperantauan agar bisa mengirim lebih uang untuk Safira. Nung Astiti, pengurus rumah Apuk Mardi juga tetap bekerja. Wanita paruh baya dengan seorang cucu itu, tak memiliki tempat yang bisa dituju jika Safira tak memperkerjakannya.

Selain itu, Ombak tahu bahwa Safira membutuhkan bantuan untuk merawat anak-anaknya. Safira masih terlalu muda untuk mengasuh dua bayi sekaligus. Jadi, Ombak harus menanggung hidup untuk empat orang sekaligus. Lima termasuk dirinya.

Hidup Ombak sudah stabil di tanah pengasingan itu, saat kabar duka menyergap keluarga mereka. Ayahnya meninggal dunia. Pabrik yang dirintisnya kini ditangani oleh Yasri. Karena ayahnya memiliki perjanjian kerja sama dengan si licik itu.

Bu Delima dan Langit tak bisa berbuat banyak. Karena ahli waris tunggal ayahnya hanyalah Ombak. Namun, ketidakpahaman mereka tentang dunia bisnis dimanfaatkan Yasri untuk berbuat culas. Merekayasa surat-surat dan membuat seolah-olah ayah Ombak memiliki hutang sangat besar padanya.

Ombak tak pernah bisa memandang dengan cara yang sama pada ayahnya setelah pria itu menikahi Bu Delima. Namun, Ombak tetap menaruh rasa hormat. Ombak telah bersumpah untuk mengembalikan nama baik ayahnya dan membuat si Yasri membayar kelicikkannya.

Sepuluh tahun, Ombak berjuang sendiri. Hidup begitu keras, tapi mampu ditaklukannya. Kini pabrik sudah jatuh kembali ke tangan Ombak. Yasri disingkirkannya dan harus melepas kedudukannya di pabrik jika tak ingin berada di balik jeruji besi. Sebagai lulusan sekolah bisnis, Ombak menyerap ilmu sebanyak-banyaknya. Ombakpun mempelajari tentang hukum dan membuat Yasri tak berkutik saat dia membeberkan  semua hasil penyelidikannya.

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang