Part 22

9.3K 1.9K 199
                                    

Enchupppp .... enchuppp dimulai ihik.

🌊🌊🌊

"Safira, matamu bengkak. Kamu habis menangis ya?" tanya Mia.

"Kamu putus dengan Ombak?" tanya Gita menyusul.

Safira menatap teman sekelasnya lalu mendesah. Andai dua gadis itu tahu apa yang terjadi dua minggu lalu, mungkin mereka akan pingsan.

Dia menerima surat lagi hari ini, dari Ombak. Sejak mereka masuk sekolah kembali, Ombak rutin mengirimkannya surat yang ditemukan Safira di kolong mejanya.

Pagi ini, surat Ombak yang ke 14 membuat Safira menangis hampir setengah jam di kamar mandi sekolah.

Kamu boleh membenciku, tapi jangan mengabaikanku. Hukuman itu terlalu berat. Aku tak bisa menanggungnya lebih lama dari ini. Kumohon, kasihanilah aku. Rasanya hampir mati setiap kamu memalingkan wajah dariku. Hatiku sakit bukan main. Kumohon, tolong aku.

Namun, bagaimana caranya? Apa yang harus Safira lakukan agar bisa seperti semula. Safira sudah memaafkan Ombak, bagaimnapun hal itu terjadi karena dirinyalah yang menghampiri lelaki itu. Setelah mengabaikan Ombak  dengan kejam dan tanpa penjelasan,  Safira yang bebal malah datang dan mendesak Ombak. 

Jadi Ombak tak sepenuhnya salah. Safira menjadi alasan dan pemicu ledakan lelaki itu.

Kini Ombak menderita dan Safira memahaminya. Karena wanita itu pun merasakannya. Mereka memang telah menikah, tapi dunia seolah bekerja sama untuk memisahkan keduanya.

Safira tak bisa berdekatan dengan Ombak lagi. Terlalu banyak mata yang melihat dan bisa melapor pada para orang tua.

Kakeknya belum mau bicara dengan Safira hingga sekarang. Akan tetapi yang jelas, kakeknya tak ingin Safira berdekatan dengan Ombak lagi.

Kemarahan kakeknya kali ini tidak main-main. Meski keperawan Safira tak sampai terenggut, tapi bagi kakeknya Safira telah ternoda.

Nung Astiti menyampaikan pada Safira bahwa kemarahan kakeknya bukan hanya terutuju pada Safira, tapi pada diri sendiri. Apuk Mardi merasa telah gagal menjaga cucunya.

"Safira ada apa? Kamu kalau diajak bicara sering tidak menjawab. Kamu ada masalah apa? Ayo cerita pada kita."

Safira menggeleng. Masalahnya tak akan mampu dipecahkan oleh dua anak gadis yang baru saja menceritakan kisah manis tentang pacar-pacar mereka.

"Aku hanya lelah," jawab Safira singkat. Ia kemudian meninggalkan kantin menunu kelas, mengabaikan teman-temannya yang menatap kebingungan.

*****

Safira berdecak. Dia melupakan jaketnya. Musim hujan sudah datang dan udara dingin menerpa liar. Safira terpaksa kembali ke kelas, padahal anak-anak lain sudah pulang.

"Kami tunggu kamu di sini atau mau ditemani?" tanya Gita padanya.

"Tidak usah kalian duluan saja."

"Terus nanti kamu pulang bersama siapa?"

"Nanti aku akan menyusul kalian. Pulanglah dulu."

"Baiklah kalau begitu."

Safira berjalan menuju kelasnya dengan pikiran melayang.

Ini minggu ketiga Safira menjadi istri Ombak. Dan selama itu, mereka tak pernah berbicara. Safira masih dalam  aksi menghindarnya, dan Ombak dalam upaya meluluhkannya.

Mengejar OmbakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang